CHAPTER 16
Aneh sekali, begitu pikir mereka.
“Kau sungguh tidak tahu apa-apa, Scheiffer?”
Jika membahas hal ini, emosi Ajax mutlak akan meningkat drastis.
Ruho menambahkan, menyinggung. “Katanya kekasih.”
Ajax tersenyum sakit. Katanya kekasih. Benar bahwa Ajax Scheiffer merupakan kekasih Marigold Anneliese, tetapi dia tidak cukup banyak memberikan perjuangan untuk Marigold.
Konteks konversasi ini sebenarnya merujuk pada keabsenan Marigold selama tiga hari. Namun, sindiran Ruho tetap menusuk sanubarinya, lantaran memang Ajax Scheiffer merupakan seseorang yang buruk dalam hal bertugas melindungi Marigold jika dibandingkan dengan rivalnya yang begitu beradikuasa.
“Tidak mungkin jika dia kembali ke Kanada,” tambah Esme.
Alaska menyahut kecil. “Kenapa?” Lagaknya sedikit nampak canggung lantaran dia mengetahui kondisi Marigold yang sebenarnya.
Bagi Alaska maupun Ajax, sangat tidak mungkin untuk mengekspresikan masalah itu pada Esme dan Ruho, terutama Ruho.
“Ibunya menanyakannya padaku kemarin malam. Dia terdengar khawatir.”
Setidaknya bukan Bibi Daphne.
Lantaran Ajax yakin, walaupun orangtua Marigold sangat diskriminatif, dalam artian kalau mereka mendukung keputusan keluarga untuk menjadikan Marigold menjadi Rosemary, dan kadang menyakiti fisiknya juga, tetap ada afeksi di sana, sedikit atau cukup, terutama ibunya. Dia berasumsi demikian.
Marigold sering bercerita bahwa orangtuanya punya keinginan untuk sering berinteraksi. Namun, sebab Marigold terlanjur sakit hati, dia menolak untuk berinteraksi dan mencoba membenci orangtuanya sebagaimana dia membenci seluruh anggota Franciseㅡwalau tetap ada sisa afeksi. Yang pasti hal tersebut sudah menunjukkan hipotesis kecil bahwa jauh di lubuk hati, Marigold punya tempat di hati orangtuanya. Yah, lagipula siapa yang tidan ingin menghindar, orangtuanya juga cukup abusive.
Ketimbang diam-diam saja, sebenarnya Ajax ingin banyak berbicara. Namun, lagi-lagi memilih diam. Selain tidak mengetahui apapun soal Ortiz, Ruho dan Esme, bahkan Alaska, tidak pernah tahu hubungan keluarga Francise. Ajax bahkan meragukan apakah Marigold pernah menceritakan pada mereka jika dia punya saudara kembar atau tidak.
“Aneh sekali karena para edukator tidak menanyakan Marigold.”
Alaska mengernyit, “Kata siapa?”
“Teman sekelasnya. Adik tingkat. Katanya, biasanya Marigold akan jadi topik utama jika absen.”
“Seperti mereka tahu alasan absennya Marigold?” Ajax menimpali.
Teori yang keluar dari serebrum Ajax lolos eksentrik, bahwa Ortiz tidak akan membuat reputasi Marigold buruk dengan membiarkannya bolos tanpa permisi. Barangkali orang gila itu sudah menyiapkan skenario tertentu yang membuat alasan absennya Marigold tidak perlu dipertanyakan lagi oleh para edukator.
Ruho pun berdeham.
“Itu artinya ada yang tak beres dengan Marigold,” kata Esme kembali berasumsi.
Ajax diam. Alaska diam. Bahkan semuanya.
Sementara atmosfer senyap. Kemungkinan tengah memikirkan probabilitas tertentu mengenai posisi Marigold. Masing-masing punya pemikiran dan kuriositas sendiri, meski entah apakah itu tanda peduli atau tidak.
Ruho menambahkan. “Semenjak pulang dari Kanada. Marigold memang agak aneh.”
“Sebelum,” sahut Esme. “Sebelum ke Kanada juga dia aneh. Aku tidak berbohong, kadang-kadang dia seperti pesakitan.”
Sangat aneh, Ajax menyetujui.
Hubungannya dengan Marigold saat itu tetap baik-baik saja, tetapi Marigold sangat misterius. Bahkan kadang-kadang Ajax seolah kehilangan Marigold yang dia kenali. Ajax sudah mengira tentang banyaknya hal yang disembunyikan Marigold. Sangat aneh secara mentalitas sekaligus fisikal.
Ruho berdeham, “Aku ingat dia pernah izin selama satu bulan. Like … what the fuck?”
“Dan dia tidak bilang apa-apa,” sahut Esme.
Orang lain menyela, “Kau jawab apa pada ibunya?” rapal Alaska, membelokkan topik, mengkoneksikan dengan topik sebelumnya. Baginya, topik masa lalu bukan hal yang harus dibahas ulang lagi.
“Tidak tahu. Hanya itu.”
Menyedihkan.
Bayangkan, apa yang akan dirasakan keluarga Francise saat Marigold Anneliese benar-benar pergi, baik itu melarikan diri sangat jauh atau melakukan hal konyol hingga menjadi Rosemary kedua? Tekanan Marigold sangat banyak. Keluarga, lantas eksistensi Ortiz Romano. Akankah mereka menyesal?
“Mungkin besok Marigold akan kembali.” Alaska tiba-tiba berbicara demikian. “Yah, Marigold selalu menghilang. Mungkin dia hanya ada sesuatu yang harus diselesaikan.” Demi mengurangi asumsi aneh, Alaska memberi kesimpulan demikian. “Lagipula … itu, kalian berdua harus masuk kelas.”
Ketiga orang di sana kompak melirik pada objek yang dimaksud Alaska. Ortiz Romano tengah berjalan menuju kelas. Setidaknya suar itu membuat Esme dan Ruho terbirit-birit masuk kelas. Harusnya Ajax mengikutinya, tetapi tertunda. Ortiz Romano menjegalnya. “Seorang pecandu narkoba yang lemah tidak usah bermimpi untuk menjadi penyelamat Marigold Anneliese.” Dia menjeda, tersenyum lebih bengah lagi. “Aku memperingatimu bahwa Marigold Anneliese milikku.”
r e c o v e r y
Hari baru, dan Marigold masih tetap merepetisi aktivitas yang selalu dia lakukan secara acak semenjak dia berada di rumah Ortiz. Dia tetap bersikap layaknya orang linglung. Benar, Marigold harusnya tidak banyak mengeluh sebab Ortiz tidak memberikan hal yang buruk, seperti tetap membiarkannya di kamar seharian suntuk, atau lebih parahnya lagi hendak memblokade tangannya dengan borgol. Namun, obsesi Ortiz terlampau eksesif.
Diam lebih baik. Tetapi, Marigold mulai goyah. Dia tidak kuat.
Pulang, Marigold ingin itu. Pulang ke manapun ke tempat yang lebih aman.
Walaupun lebih buruknya lagi, semalam dia menguping dan mendapatkan sebuah fakta baru yang membuatnya semakin tidak stabil. Ortiz Romano mengambil alih apartemen pribadi Marigold dengan kekuatan uangnya, dan sepertinya dia mencuri ID card Marigold. Bukan itu saja, Ortiz memblokir penggunaan alat transportasi atau alat komunikasi. Seandainya Marigold melarikan diri dan pergi ke unitnya, itu tak akan berhasil. Alhasil Marigold mau tak mau mesti menjadi penghuni mansion Ortiz.
Marigold memang benar-benar belingsatan. Pikirannya kacau balau.
Dia benci keluarganya. Dia benci Ortiz Romano. Dan yang penting, dia benci saudarinya.
Apakah orang-orang percaya jika Marigold Anneliese jahat? Iya.
Apakah orang-orang percaya jika Rosemary Cecilia jahat? Tidak.
Namun, sial, mengapa orang sejahat keluarganya dan Ortiz Romano bisa termanipulasi oleh Rosemary Cecilia?
Benar bahwa Marigold kerapkali membahayakan Rosemary, terutama setelah saudarinya itu mendapatkan kecacatan. Faktanya, sebaliknya pun begitu. Mereka saling menyakiti.
Apa yang dilakukan oleh Marigold, rasanya cukup normal karena itu merupakan agresinya sendiri untuk membuatnya tak terlihat menyedihkan. Dia dirundung satu keluarga besar, tidak mungkin dia diam saja. Selain itu, bohong jika dia berkata tidak cemburu dengan kasih sayang keluarga, terutama orangtuanya. Sudah dibilang, Marigold banyak berbohong.
Berbeda dengan Marigold, Rosemary jahat tanpa sebab, memang hanya terlalu suka merundung Marigold. Sialnya, tidak ada yang tahu itu. Sepertinya, jika Rosemary membunuh seribu orang, orang juga tidak akan tahu. Namun, harus Marigold akui, peran Rosemary sebagai gadis tertindas cukup baik.
Tragedi kecelakaan Rosemary, misalnya, kecelakaan apapun itu lantaran anehnya Rosemary seringkali mendapatkan itu. Semua orang tidak akan sadar bahwa Marigold Anneliese yang dianggap sampah tak berguna ini faktanya sangat berguna untuk Rosemary. Marigold sering melakukan donor untuk sesuatu yang sebenarnya tidak perlu, seperti donor darah, tapi Rosemary selalu merasa jika dia sangat malang. Saudari gila itu suka menyakiti Marigold.
Marigold Anneliese membenci Rosemary Cecilia, dan dia tidak sudi menjadi orang itu.
Marigold hanya ingin pulang dan bebas.
Marigold menghela napas. Meskipun dia muak berada di kamar, dia memilih berada di sana, duduk bersandar pada headboard. Dia memejam, hendak memikirkan hal baik, hal apapun yang dapat membuatnya merasa tenang. Sialnya, itu tidak bisa.
Ortiz datang.
“Terlihat kelelahan. Habis melakukan apa?”
“Sakit.”
Dia datang pelan-pelan seraya membuka jasnya, telak menyisakan setelan turtle neck hitamnya. Pria itu naik ke permukaan tilam demi bergabung dengan Marigold. Marigold sempat menghela napas kasar hingga Ortiz memberikan tatapan tajam, meski beruntung Ortiz tidak melakukan apapun yang terasa aneh dan jahat. Namun, kontras dengan itu, Ortiz mulai tersenyum, “Ah, benar, kau selalu seperti ini, Rosie. Gadis manis yang rapuh.”
Marigold mengangguk tidak stabil. Persetan soal siapa yang Ortiz panggil, dia tak berbohong. Sekujur tubuhnya tremor, kepalanya pening, dan anehnya sekujur tubuhnya sensitif. Merasa sakit lagi, terutama saat Ortiz menyebut nama Rosemary.
“Aku akan memanggil dokter pribadi.”
“Tidak perlu. Aku tidak memerlukannya,” balas Marigold, singkat dan sedikit dingin.
Tetapi Ortiz nampak menggeleng. Bahkan faktanya dalam sekon yang ringkas, dia nampak melakukan transaksi tertentu di ponselnya, barangkali menghubungi salah satu dokter personalnya, lantas dia kembali terpusat pada figur Marigold. “Aku kurang memperhatikanmu sebelumnya, sekarang aku tidak ingin seperti itu lagi.”
“Kau selalu peduli. Kenapa bilang begitu?”
Ortiz diam. Sejenak netranya kosong. Tetapi dia tersenyum mendadak. “Kenapa?”
Marigold menggeleng, tidak ingin berkomentar lebih jauh. Konversasi semacam ini membuatnya terus tidak stabil. Itu sangat tidak baik sebab Marigold tidak ingin terpancing menjadi eksesif dan kembali emosional, apalagi hingga menangis nelangsa. “Em, lupakan. Ceritakan sesuatu yang menarik.” Dan bodohnya, Marigold refleks menguarkan diktum semacam itu.
Ortiz pula malah menanggapinya seolah itu merupakan guyonan. Dia tertawa kecil, meski tahu-tahu selalu bertransformasi jadi tawa yang menyeramkanㅡmenurut bayangan Marigold. Pria itu melepaskan alas kakinya, lanjut memposisikan diri bersandar seperti Marigold dan membawa Marigold duduk di depannya. Torso dan punggung otomatis bersinggungan.
“Tentang?”
“Apa saja,” balas Marigold.
“Saudarimu, sisi jahat Anneliese.” Marigold terdiam, turbulensi.
Bajingan sekali, bukan?
“Aku yakin banyak intrik yang dia berikan padamu, membuat kita salah paham.”
Marigold mengakui. Dia sering memberikan intrik pada Rosemary untuk membuat hubungan Rosemary dengan Ortiz kacau. Namun, apa fungsinya Ortiz menjelekkan Marigold? Apakah dia ingin Marigold membencinya? Bukankah dia memiliki misi untuk mencari jawaban tentang gadis mana yang dia sukai?
Marigold sadar, dia bahkan diperlakukan layaknya binatang saat berelasi dengan Ortiz. Hanya saja apa esensi dari perkataan tersebut sementara Ortiz sendiri kerapkali mengejar Marigold untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan Rosemary? Ortiz ingin menjelekkan dan merendahkan Marigold secara langsung, Marigold paham, namun harusnya Ortiz tidak perlu mengutarakan kebodohan jahat yang membuatnya semakin terlihat goblok.
Marigold menahan diri lebih banyak untuk tidak melodramatis. Netranya fokus ke depan pada objek acak. Intensi hati untuk bersikap tidak peduli seperti biasanya, seolah perkataan Ortiz hanya angin lalu saja.
Marigold ingin tahu tentang mengapa Ortiz memperlakukannya seperti ini.
“Merundungmu dan menyakitimu. Dia bahkan tak pernah melakukan hal baik padamu, terutama saat kau sakit-sakitan,” katanya, memperpanas, mutlak membuat Marigold merasa lebih sakit hingga tak aneh jika satu atau dua tetes air mata mulai jatuh. “Sungguh, tidak pernah terpikirkan olehku tentang eksistensi orang jahat yang berusaha mati-matian menjatuhkanmu.”
Marigold mengigit labium. Matanya terpejam rekat.
“Aku bahkan tak bisa menahan diri untuk membayangkannya saat melihat sampahㅡ”
Marigold menyela, menginstruksikan Ortiz untuk berhenti. Tetapi itu keluar tanpa suara sehingga Ortiz tidak akan mendengarkannya. Yang ada, Ortiz kembali menghancurkan atma dan raga Marigold. “Menarik jika aku bisa membunuh—”
Titik.
Marigold final memberikan agresinya. Dia memaksakan diri untuk melepaskan rengkuhan Ortiz yang merekat elok di perutnya hingga finalnya berdiri menjauh. Sementara Ortiz tersenyum dengan senyum jahat. Marigold ternyata sudah eksesif dengan air mata dan sekujur tubuh yang tremor. “Berhenti berkata itu.” Marigold bersuara.
“Mengatakan apa?” Ortiz berlagak polos.
BAJINGAN.
“DIAM!” Marigold menjerit gila dengan perintah yang terucap panjang. “Kau bahkan tidak tahu tentang perhatian apa yang aku lakukan untuk Rosemary dan tidak tahu tentang kejahatan apa yang Rosemary lakukan padaku!”
Sebenarnya Marigold tidak peduli jika orang tidak melihat satu titik kebaikan yang telah dia lakukan. Dia bukan narsistik sejati yang ingin komplemen atau hal semacamnya. Namun, Ortiz tidak tahu apa-apa soal dirinya dan Rosemary. Menghakimi Marigold seburuk itu bukanlah hal yang bisa diterima oleh Marigold. Bahkan seandainya keluarganya tidak menutupi banyak hal soal usaha Marigold untuk menyenangkan Rosemary, harusnya Ortiz bertekuk lutut pada Marigold karena dialah yang selalu berada di sisi Ortiz.
“Menyakitinya, hanya itu.” Ortiz berlagak santai.
“Sekarang pikirkanlah, ke mana kau saat Rosemary Cecilia berulang kali memasuki rumah sakit karena tragedi mencurigakan yang selalu menyelakainya, bahkan saat dia bunuh diri? Bisnis dan bisnis sehingga kau tak memiliki satu detik waktu pun untuknya. Yang bisa kaulakukan hanya menyalahkanku tanpa tahu kondisi yang sebenarnya.” Marigold lebih eksesif. Imajinasinya langsung kembali pada momen-momen di mana gadis sampah tak berguna berkali-kali berusaha menjadi nyawa cadangan untuk gadis kebanggaan. Itu membuat sakitnya berkali-kali lipat. Ortiz menyakiti, dan ditambah oleh fakta lampau di mana tidak ada satu pun sanak keluarga yang menghargainya, itu membuatnya semakin rapuh. “Hatimu tertutup, tidak akan pernah menerima fakta satupun tentang usaha Marigold untuk Rosemary. Kau hanya akan melihat bagaimana malangnya Rosemary Cecilia yang disakiti olehku, tetapi tidak sebaliknya. Kau mungkin harusnya tahu jika Rosemary Cecilia yang lugu itu sama liciknya sepertimu.”
Ortiz tertawa, “Seputus asakah dirimu hingga mengarang cerita? Kautakut tidak dipilih, Anneliese.”
Marigold menunduk. “Untuk apa mengarang cerita di saat diriku sendirilah yang merasakan penindasan Rosemary?”
Tapi Marigold tahu, Ortiz buta, bahkan jika Marigold punya bukti.
“Sangat mustahil.”
“Dulu, kau pernah bertanya kepadaku, bukan, tentang mengapa aku tidak ada di rumah setelah Rosemary pulang dari rumah sakit karena insiden ketiga?”
“Berpesta.”
“Dan otak berpendidikanmu itu tidak bisakah mencerna dengan normal tentang mengapa Marigold berpesta nyaris satu bulan tanpa pulang ke rumah?” Jelas saja bahwa sangat tidak berguna bagi Marigold meloloskan bukti lisan semacam itu. Ortiz tidak akan mempercayainya sebab hatinya dibutakan oleh Rosemary. Tetapi, setidaknya Marigold berusaha untuk membela diri. “Pacar lugumu itu mengambil darahku lagi, memaksa saat dia sendiri tahu bahwa dua bulan sebelumnya aku baru saja memberikannya sebab insiden kedua, saat dia tahu bahwa ada darah orang lain yang memasuki persyaratan, dan saat dia tahu bahwa dia tidak terlalu membutuhkannya. Aku sekarat karena itu, Sialan!”
“Kaupikir aku percaya saat kau secara tidak langsung mengatakan bahwa korban kecelakaan parah sempat terbangun untuk mengintimidasi saudarinya? Jika ingin mengarang ceritakan, gunakanlah akal sehat.”
Marigold terkekeh kendati air matanya semakin menggenang. “Seperti yang kukatakan, kau tidak tahu apa-apa karena kau lebih mencintai bisnis ketimbang Rosemary.”
Tetapi hati Ortiz terkontaminasi dengan warna hitam.
Ortiz tertawa. “Sampah.”
“Oh, aku sampah. Kau tahu Rosemary Cecilia itu apa?” Marigold mengangkat dagu, berlagak superior seolah tidak peduli dengan air mata nelangsa yang menunjukkan kelemahannya. Menahan desisan nyeri karena rahangnya digengam kuat oleh Ortiz, tetapi dia mencoba tersenyum dan melepaskan diri, lantas melanjutkan diktum sebelumnya. “She is a fucking naive bitch and junker I’ve ever know.” Marigold lihat Ortiz membara dengan amarah. Marigold mengulang, berteriak sekaligus menangis sinting karena ketidakstabilannya memuncak drastis, “A FUCKING NAIVE BIㅡ"
Ortiz yang ringan tangan menampar Marigold, murni meninggalkan bekas merah di sisi wajah, bahkan berhasil menimbulkan sedikit darah merah di sudut bibirnya. Lantas, seolah tak cukup puas, dia refleks mencengkeram leher kecil Marigold, mencekik dan otomatis mendorong daksa perempuan itu ke belakang hingga menabrak tembok. Setidaknya hingga Ortiz puas dengan reaksi Marigold yang seolah nyaris mati. Lantas, dia lanjut membuat Marigold polos hingga menyisakan dalamannya saja. Pun, terakhir, dia memasangkan borgol di tangannya.
Marigold pikir, Ortiz akan menjamahinya lagi, tetapi Ortiz memberikan agresi baru. Faktanya, pria itu mengangkat tubuh Marigold. Berhenti di area kolam, pria goblok ini melemparkan tubuh Marigold ke sana seperti tengah melempar pelampung. Ortiz agaknya tidak lupa jika Marigold Anneliese memiliki trauma berat, dia pernah ditenggelamkan oleh keluarganya sendiri, Bibi Daphne.
Setelah itu, Ortiz berbicara, “Kau tidak memerlukan dokter, bukan?” Ortiz berjalan melangkah untuk pergi dengan lagak frustrasi layaknya orang gila, meski berhenti sejemang sebelum kembali melanjutkan untuk pergi, mutlak meninggalkan Marigold yang kelabakan di dalam kolam. “Kau akan membutuhkannya setelah ini, Anneliese.”
ah, fyi, syarat donor setidaknya setelah tiga bulan. cmiiw. dan rosemary ini maksa kalau dia hanya mau marigold yang donor. impaknya riskan. rosemary sendiri sering dapat kecelakaan. kecelakaan yang buat dia cacat adalah salah satu dari banyaknya kecelakaan.
jangan pikir rosemary itu baik.
Sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top