CHAPTER 08
Malam ini, tentu saja, tidak sesuai rencana biasanya. Marigold tidak datang ke acara makan malam keluarga Francise. Bahkan Marigold juga lupa soal Ajax Scheiffer, padahal Marigold sendiri yang memberi undangan. Akan sangat menyebalkan saat pria itu datang ke apartemen dan Marigold tidak ada, apalagi kunci apartemen sudah diubah. Paling tidak keinginan Marigold untuk tenang tanpa beban benar-benar dia dapatkan. Sejujurnya Ortiz Romano bukan benteng yang buruk untuk Marigold Anneliese yang rapuh dan membutuhkan tempat untuk bersembunyi.
Marigold berbaring menyamping, begitupula dengan Ortiz. Keduanya terdiam lebih banyak dalam beberapa momen. Seolah tengah melakukan refleksi, kontemplasi, evaluasi, atau hanya tengah mengambil waktu penuh untuk membuat atma dan raga stabil.
Keduanya kukuh seperti itu setelah Marigold meminta berhenti. Sebelumnya mereka sempat menonton ringkas hasil rekamannya, dan Marigold Anneliese rupanya memang tidak pernah keberatan untuk itu, dan justru menyuruh Ortiz untuk menyimpannya baik-baikㅡkarena dia merasa kalau dia sangat cantik di sana dan ortiz sangat tampan.
Kini, sisa satu langkah lagi untuk tidur, tapi agaknya Marigold tertarik untuk menginterogasi.
Ortiz Romano memiliki banyak rahasia. Rasanya sangat tidak adil saat adam tersebut mengetahui seluruh detail kehidupan yang Marigold miliki, sementara sebaliknya tidak. Namun, sayang sekali keberanian Marigold belum terkumpul. Dia mengurungkan intensinya secepat itu, hanya sekitar satu hingga dua menit setelah dia terpikirkan untuk bertanya. Mengingat bahwa Ortiz berbicara begitu afirmatif saat Marigold menanyakan basis kegilaan dan kekejamannya pada wanodya itu, Marigold akan selalu kalah. Ujungnya, dia mesti menunggu Ortiz membuka suara atau Marigold harus mencari tahu sendiri secara diam-diam.
Marigold melirik Ortiz dengan tatapan karamel yang polos. Jauh dari pemikiran sebelumnya, yang ada Marigold malah mendeklarasikan satu kebutuhan primernya. "Ortiz, lapar, mau makan."
Ortiz bangkit. Intuisi membuatnya refleks memakai pakaiannya terlebih dahulu, satu lapis mantel tidur berwarna hitam legam. Kemudian, dia mengambil ponsel pribadinya dan memulai transaksi daring di sana. Sama sekali tidak merespon Marigold dengan ucapan, tetapi langsung bertindak. Dia melakukannya dengan cepat. Tak tanggung-tanggung, dia juga melakukan aksi lain setelah memesan makanan. Ortiz berpindah ke walk-in-closet dan mengambil satu jubah tidur lainnya untuk Marigold.
"Pasti dari restoran Roman's."
Ortiz berdeham. "Untuk apa memesan makanan di tempat lain jika aku sudah punya sendiri?"
Marigold mendelik. "Sombong."
Pandangan Marigold telak melihat Ortiz yang sedikit membungkuk ke arahnya. Tangannya mengarah pada posterior dan belakang lutut Marigold, hendak mengangkat tubuh wanodya tersebut. Bukannya merasa aneh dan keberatan atas tindakan itu, Marigold justru memamerkan senyum kirananya. Mengingat bahwa dia tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini dari sosok Ortiz Romana, Marigold tidak akan menyia-nyiakannya.
Ortiz sendiri membawa Marigold ke ruang makan dengan eksistensi pantry bar yang memiliki interior minimalis dan elegan. Hingga akhirnya perempuan itu terduduk elok di kursi sementara pria tersebut mengambil beberapa buah apel, mencucinya, dan mengolahnya menjadi jus. Sementara itu, Marigold Anneliese kukuh terdiam memerhatikan Ortiz, seperti anak kucing yang menunggu semangkuk makanan dan semangkuk susu untuk dihidangkan dari majikannnya.
"Tadi pesan apa?"
"Lasagna, risotto, dan pizza," balas Ortiz.
"Gelato?"
"Lagi, Sayang?"
"Em."
Sebab itu, Ortiz kembali mengambil ponsel untuk memesan tambahannya.
Sepersekian menit, Marigold beringsut bangun. Mendadak dia ingin berhenti nampak tolol. Dia mendekati Ortiz, walaupun ujungnya dia hanya berdiri di samping Ortiz dan merengkuh aneh. Pipinya bersandar manis pada lengan bedegap pria tersebut dengan netra karamel jatuh memerhatikan buah apel yang tengah diproses oleh mesin. Tindakan Marigold saat ini benar-benar merepresentasikan antitesis atas apa yang dia tunjukan minggu-minggu lalu saat dia bertemu Ortiz untuk kali pertama setelah satu tahun lamanya.
Impresif.
"Kau menyebalkan, tapi jus apelnya terlihat enak."
Ortiz melirik Marigold kendati yang bisa dia lihat hanyalah surai emas dan profil wajah Marigold dari atas. "Apa hubungannya?"
Marigold balas begitu imbesil. "Tidak tahu, tuh." Sejenak dia berpisah dengan pemilik tubuh maskulin itu dan menggiring diri ke sisi kiri sedikit untuk mengambil dua buah gelas, memberi es ke gelas, lantas kembali ke posisi semula. "Kau multitalenta. Pantas saja tertarik pada Rosemary. Tipemu yang multitalenta juga."
"Jangan merusak perasaanku yang tengah baik. Kau tahu jika aku pemarah," hardik Ortiz.
"Maaf." Meski begitu, lagi-lagi Marigold merasa puas. Dia tidak tahu apakah sikap Ortiz ini asli atau tipuan. Namun, lama-kelamaan Marigold mencoba membawa dan memberi konsiderasi itu menuju sisi yang positif. Ortiz selalu mencoba menghindari topik soal Rosemary Cecilia dan menganggap Rosemary sebagai sesuatu yang buruk. Marigold merasa bahwa Ortiz tengah memberi bukti soal kesungguhannya. Mungkin dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan?
"Tapi, tetap saja, tak bisa dimungkiri aku semakin merasa cacat."
"My Anneliese."
Marigold suka itu. Suka dengan nada-nada bariton yang manis itu. Dan yang terpenting, panggilan My Anneliese.
"Maaf." Marigold merepetisi. "Aku tidak tahu kenapa aku sangat tidak stabil. Sangat mengganggu."
"Normal. Aku punya banyak kesalahan di masa lampau, terutama kepadamu. Kau melakukan apapun yang menurutmu benar dan nyaman. Meski benar, tidak menyenangkan, sungguh mengganggu," rapal Ortiz. Dia memberi satu gelas jus apel itu pada Marigold, demikian pula dirinya sendiri yang juga membawa satu buah gelas kristal dingin berisi minuman yang sama. Lantas kedua berakhir di meja makan, duduk berhadapan.
"Bibi Daphne pasti akan menghakimiku besok."
Sama seperti minggu lalu, Marigold tidak menghadiri acara makan malam, dan itu berakhir buruk di mana dia kembali tersiksa sebab lagi-lagi Marigold mendapatkan penghakiman, termasuk sabetan di punggung tangan. Bibi Daphne selalu bertindak laiknya Tuhan, walaupun Tuhan bukan terma yang pantas.
"Aku menabung, meski itu uang insentif dari ayah dan ibu. Aku punya mimpi untuk melarikan diri dengan uang itu. Sayangnya, bahkan mereka bisa tahu rekening rahasiaku dan mengambil seluruh isinya. I don't have a choice." Sejenak Marigold menjeda. Membicarakan keluarganya membuatnya kembali tak tenang. Jadi, seteguk likuid manis yang dibuat dari tangan maskulin itu dia minum sebentar. "Aku harus menjadi Rosemary Cecilia sampai aku mati. Seandainya kau memang betul-betul mengharapkanku dan mereka memaafkanmu, setiap saat pun kau harus melihat dan memanggilku sebagai Rosemary. Kau tahu seberapa sakitnya aku jika itu terjadi?" Marigold balas memejam, "tidak bisa dijelaskan."
Ortiz bangun dengan pergerakan pelan. Dia menggeser satu kursi demi bersebelahan di samping Marigold. Rasanya dia ingin merengkuhi Marigold setiap detik, membuatnya dipenuhi dengan ketenangan, walau itu tidak akan menyelesaikan masalah apapun.
Marigold Anneliese nampak kuat, superior, dan independen. Dan benar, dia itu biasanya seperti penjahat yang kadang-kadang rela melakukan kejahatan fisik. Tapi, bukan berarti jika tidak rapuh. Banyak orang berkata jika orang jahat itu dibentuk, dan kejahatan Marigold dibentuk keluarganya sendiri.
Marigold melirik tangannya yang digenggam erat Ortiz. Pria tersebut memberi banyak stimulasi hangat yang sangat menenangkan. Sensasi dingin akibat bulir-bulir di permukaan gelas yang dingin itu berubah hangat. Dari situlah Marigold sedikit demi sedikit merasa yakin atas kesungguhan Ortiz.
Lantas, Marigold berbicara lagi. "Aku tidak mau memberontak. Aku merasa pantas akan hukuman itu. Aku juga harus mendedikasikan sisa waktuku untuk menjadi Rosemary sebagai ungkapan permintaan maaf. Namun, aku tahu kalo itu munafik. Aku tidak mau."
"My Anneliese, you have your own choice."
"Tidak mungkin."
"Aku banyak menyakitimu di masa lalu, aku paham. Aku paham jika kau sulit mempercayaiku. Namun, aku akan membuktikannya sebanyak yang aku bisa."
Marigold suka itu. Suka walau itu hanya berupa tuturan, bukan bukti yang nyata.
"Bibi Daphne tidak akan pernah bisa mengambil Marigold, membuangnya, dan menggantikannya dengan orang lain. Kau lebih kuat dari apa yang kaupikirkan. Jangan terus membiarkan Bibi Daphne membuang identitas aslimu," ujar Ortiz. Marigold mampu merasakan bahwa kalimat-kalimat itu menyerap pada hatinya. "Aku akan menjaga, melindungimu, dan membuatmu sembuh." Sebab pada hakikatnya, cara mengungkapkan rasa maaf bukan dengan cara seperti apa yang dilakukan Bibi Daphne, dengan merenggut kehidupan Marigold demi menggantikan kehidupan Rosemary yang menurut mereka direnggut oleh Marigold, tetapi dengan cara sembuh, mengevaluasi, dan menjadi orang yang lebih baik.
Marigold balas dengan senyum relaks. "Kau juga, meski aku tidak tahu kau merasa sakit karena apa."
Ortiz terdiam, membuang-membuang waktu hanya untuk memainkan surai-surai emas Marigold yang lembut dan harum. Netra jelaganya tetap menatap wanodya tersebut. Perlahan-lahan dia tersenyum, ada banyak makna di sana. "Kurang jelas apalagi? Aku banyak menyakitimu. Even I called you Rose when we had sex."
"And do you think I can forgive you?"
"Terlalu goblok jika aku percaya itu, Anneliese."
Marigold Anneliese bersumpah, dia menikmati ini. Persetan soal pembahasan mereka, Marigold suka dengan gaya tubuh dan bahasa Ortiz Romano. Ulangi, dia selalu mendambakan ini. Ortiz memang sering begini dulu, tapi itu juga karena dia menganggap Marigold sebagai Rosemary. Kini, itu untuk Marigold Anneliese, dan dia sangat senang.
Namun, dia yang selalu dianggap jahat kembali berpikir jika dia memang jahat. Ada sesuatu yang menganggunya, yang membuat nafsu makannya hilang, dan yang membuatnya refleks menjauhi Ortiz. Dia berbisik sebelum akhirnya sembunyi di bawah selimut. "Aku tidak bisa mencintai laki-laki yang saudariku cintai."
Rosemary Cecilia bisa mencuri separuh cinta dari keluarga yang harusnya Marigold dapatkan, tapi Marigold Anneliese tidak bisa lagi-lagi mencuri pria yang menjadi hak Rosemary. Marigold tidak boleh mendapatkan apapun di dunia ini, baik cinta dari keluarganya atau pria yang dia inginkan.
hidup tenang emang susah. overthinking kayak jadi makanan sehari-hari, hiks. TT.
who likes apple juice?
kalian tuh baru main gila-gilaan sebelumnya. TT
Sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top