CHAPTER 01

"Lihat apa yang terjadi pada Marigold Anneliese setelah berhibernasi selama satu tahun."

"Semakin nyentrik."

"Gila, ya? Kau ingin kuliah atau pergi ke kelab malam?"

"Atau hendak pergi ke pemakaman?"

Sekiranya seperti itulah lontaran beberapa komentar saat Marigold Anneliese datang ke kampus setelah dia pergi menghilang selama satu tahun perkuliahan. Bahkan Marigold belum benar-benar sampai pada ketiga perempuan sinting itu, tetapi suara mereka sudah menguar ke udara dengan begitu kencang. Sangat berisik. Tapi, sebab hal ini sudah biasa, Marigold tidak merasa terganggu sama sekali. Dia justru mulai mengibaskan rambutnya dan melanjutkan langkahnya bak supermodel.

Sedikit penjelasan mengenai komentar-komentar itu, Marigold memang telah melakukan cuti kuliah selama setahun. Dia mengambil cuti bukan sebab polemik finansial. Faktanya, Marigold adalah anak perempuan dari pemilik bisnis makanan klasik besar di Kanada yang tidak akan pernah kehabisan uang. Hal terakhir yang Marigold harus khawatirkan adalah kehabisan uang. Yang pasti, dia memiliki urusan personal yang bersangkutan dengan kewarasan jiwa dan raganya. Hari ini, pada tahun ajaran baru saat harusnya dia berada di semester tujuh, dia datang sebagai mahasiswa semester lima.

Selain soal cuti kuliah, komentar perempuan-perempuan sinting itu sesungguhnya merujuk pada penampilan Marigold. Ada perubahan signifikan atas penampilan perempuan itu. Marigold Anneliese biasanya membenci warna hitam, tetapi kini penampilannya penuh dengan warna tersebutㅡterkecuali surai emasnya. Lebih dari sekedar warna, manusia sinting jenis apa yang pergi ke kampus dengan gaun hitam pendek seperti hendak pergi ke kelab malam atau hendak menggoda para Papi Chulo?

Dasar orang sinting.

Seperti tak terlihat visioner, ya?

Sampai di hadapan ketiga temannya, barulah Marigold membalas setelah dia membuat blow kiss aneh seraya mengedip pada ketiga temannya. "Salah, Sweethearts?"

"Er, mengerikan, tidak biasanya Marigold begini," balas Ruho.

"Kenapa juga?"

Esme membalas, "Tidak seperti biasanya, kenapa bisa jadi begini? Kerasukan?"

"Aneh, kah, jika aku berkata kalau aku begini karena aku merindukan kalian semua? Plus, aku ingin menjadi lebih manusiawi." Marigold mulai memainkan rambutnya dan berekspresi terharu. "Don't you miss me?"

Ruho mengernyit aneh. "Ewh, today's joke."

"Itu agak membuatku mual," sahut vokal yang berbeda, bersumber dari salah satu yang termuda diantara semuanya, Alaska Haze. "Tapi lucunya, kehilangan satu personil orang sinting di sirkel ini agaknya kurang mengenakkan. Jadi selamat datang kembali, Marie." Tidak lama kemudian perempuan yang dikenal sebagai Kapten Cheers baru tim bisbol Saint Hallway ini mulai berteriak. "Not gonna lie, I miss you so much, Marie!"

Marigold terkekeh. "Ingatkan aku, seleramu masih Ralph, kan? Nanti aku belikan item favoritmu."

"Lho, kita berdua juga merindukanmu," ujar Ruho.

Esme menyela, "Asal kautahu, jika diuangkan, Alaska mungkin sudah mendapatkan total uang sebanyak $200,000 dari hadiah-hadiah yang diberikan oleh Sir Jamie Hayes selama setahun belakangan. Jadi, agak tidak adil."

Jelas, ucapan itu membuat Alaska terkekeh. Siapa suruh bersikap begitu pada Marigold, pikir Alaska; walaupun sebenarnya dia tidak mengharapkan uang Marigold. Namun, memang, siapa yang tidak kenal Sir Jamie Hayes, dosen dari program studi arsitektur yang juga merangkap sebagai arsitek prominen yang memiliki uang segunung? Alaska Haze adalah kekasih pria itu, dan dia memang sering dibelikan barang mewah.

Marigold mulai berdecak. Padahal teman-temannya ini kaya raya juga, tapi anehnya punya jiwa peminta-minta. "Dasar teman materialistik."

Untuk sementara waktu, suara tawa menggema di lorong yang cukup lebar ini. Namun, dalam beberapa sekon ke depan, atmosfernya tiba-tiba berubah kontras. Esme berubah serius dengan netra yang jelas-jelas menunjukkan rasa khawatir pada Marigold; dan sebab itu, Ruho dan Alaska juga beralih serius. "Kau menghindari kontak kita, Marie. Aku benar-benar tidak percaya kau cuti hanya karena bosan, justru aku nyaris berpikir bahwa kau depresi. Apalagi salah satu penghuni di Esclaire diwartakan bunuh diri."

"Sungguh, kami pikir itu kau," sela Alaska.

Marigold tahu informasi itu. Itu agak membuatnya risih dan merasa horor sebab penghuni bernama Nina itu tinggal di lantai yang sama dengan Marigold, bahkan persis bersampingan. Dia mendapatkan surel dari teman-temannya bahwa ada berita kematian dari apartemen itu. Pada saat itu, mereka mengira bahwa Marigold-lah yang mati karena identitas Nina memang tidak disebutkan. Sesungguhnya, Marigold hanya tertawa saat dia melihat pesan itu.

Realitasnya, pada saat itu Marigold tidak tengah berada di apartemennya. Jangankan di apartemennya, pada umumnya dia tidak tengah berada di Massachusets, melainkan sedang di kampung halaman keluarga besarnya, Kanada. Memang, pada awalnya dia cuti karena murni bosan, dan dia sempat menetap di apartemennya. Tetapi belum ada sebulan, Russel Francise dan Jovovich Ivanov menculik Marigold untuk kembali ke Kanada, menetap secara semi permanen di sana untuk fokus mempelajari bisnis, makanan, korporasi, dan bla-bla-bla. Ah, tapi, mereka ada benarnya, Marigold Anneliese memang depresi; tinggal dengan keluarga bendera merah yang sungguh gila dan tidak berperikemanusiaan membuatnya sangat depresi.

Kemudian, si Gadis Cantik Anneliese itu justru mulai bersikap aneh lagi. Dia mengibaskan rambutnya dan berpose. "Tapi di sinilah aku; hidup, sehat, cantik, dan siap untuk membuat kontroversi lagi."

"Orang gila."

"Tapi, Marie, aku tidak yakin kau akan lanjut hidup atau tidak." Ruho menanggapi intens.

Berikut, Esme memberi tambahan. "Dan faktanya kau sudah membuat kontroversi hanya dengan memakai baju semacam itu ke kampus."

Marigold tertawa singkat. "Kenapa memangnya? Biasanya Saint Hallway itu bebas. Sepertinya kalau aku pakai bikini pun tidak masalah."

"Itu sebelum kau cuti. Kini, Saint Hallway menjadi waras. Dan kau, terlalu nyentrik untuk kampus sewaras ini," sahut Alaska.

Jawaban Alaska membuat Marigold kembali memerhatikan teman-temannya, dan dia baru sadar jika orang-orang gila ini terlihat sangat waras. Pakaian mereka terlihat kasual dan cukup banyak menutup bagian tubuhnya. Misalnya Esme, dia biasanya tidak pernah memakai celana jeans panjang karena dia membenci jenis pakaian itu, kini dia memakai jeans.

"Yah, setelah Saint Hallway diinvasi oleh headmaster baru dengan karakter layaknya tiran itu, kebebasan mahasiswi untuk membuat ajang Met Gala di kampus menjadi hilang. Sialnya, dia tampan sekali, selayaknya anak dewa yang diutus oleh ayahnya untuk mengatur dunia yang kacau, sehingga sulit untuk memberontak."

"Horor," ujar Marigold. "Tapi apa aku terlihat peduli soal itu?"

"Ngomong-ngomong, dia juga mengajar di departemen Sastra Italia, dan sepertinya mata kuliah linguistik deskripsi yang kauambil diampu olehnya."

Esme mengumbang. "Hati-hati. Sekali terkena detensi, kau bisa menjadi botak karena diperintahkan untuk menjadi sepintar ahli linguistik."

Esme Primrose, satu-satunya pewaris korporasi real estate terkenal itu memang memiliki karakter yang penakut, mudah panik, dan mudah memberi ultimatum pada orang lain. Barangkali hanya ingin menyelamatkan eksistensi Marigold Anneliese dari tirani misterius itu. Berhubung beberapa hari yang lalu Esme mendengarkan warta bahwa beberapa mahasiswa dan mahasiswi diberikan hukuman skors sebab sulit diregulasi, dia khawatir. Dengar-dengar, mereka disuruh untuk menganalisa lima novel sekaligus dan membuat jurnalnya.

"Siapa memangnya? Aku tidak memerhatikan nama pengampu di jadwal," tanya Marigold memastikan.

"Seperti biasa."

Ruho balas, "Sir Ortiz. Ortiz Romano."

Marigold terdiam sejenak setelah mendengar nama itu. Wajahnya terlihat seperti kebingungan dan juga tertekan. Namun, tak lama kemudian, alis Marigold terangkat dengan bibir meloloskan senyuman. "Hm, menarik. Dia tirannya?"

Dan Marigold mendapatkan suara dehaman.

Namanya Ortiz Romano, orang dengan ras yang mudah tertebak, seorang latino. Seperti kata Ruho, Ortiz seperti dewa yang diutus secara langsung dari langit untuk menertibkan manusia-manusia tidak tahu diri di dunia. Bagi orang-orang, parasnya sempurna. Jika melihat wajahnya, mungkin tidak akan terdeteksi perkara keburukan dan kekejamannya, bahkan saat dia memiliki tipe wajah antagonis, sebab Ortiz Romano itu representasi galaksi yang cantik, menghipnotis, dan menenggelamkan. Namun, tidak bisa dimungkiri, bagi orang-orang kampus, Ortiz Romano lebih dikenal seperti tiran, galak dan semena-mena.

"Yang pasti, kau harus hati-hati. Untuk ukuran mahasiswi yang tidak niat belajar sepertimu, sebaiknya jangan mencari masalah dengan orang itu."

Marigold hanya menunjukkan kekehan selayang pandang.

"Selain ituㅡ" Pembicaraan berhenti tiba-tiba.

Lorong cukup besar ini menyambung ke area kelas-kelas, dan yang paling dekat adalah kelasnya Marigold. Pada saat itu, lorong yang ramai dibuat kondusif secara mendadak. Pun, rupa-rupanya, sosok yang dibicarakan, Ortiz Romano datang, dan itu mengingatkan mereka berempat bahwa jadwal kelas pertama akan dimulai. Kedatangannya membuat orang-orang segera masuk kelas, bukan hanya kelas yang akan diampunya, tapi kelas lain juga. Karena hal itu, Esme, Ruho, dan Alaska segera terbirit-birit pergi, sementara Marigold secara terpaksa memasuki kelasnya, kelas yang akan diampu Ortiz Romano.

Tidak lama, figur sempurna dengan jas formal itu memasuki kelas dan telak membuat atmosfer menjadi mendung, seolah akan ada banyak petir yang akan datang. Entahlah, tetapi memang benar bahwa orang-orang nampak submisif seolah pria yang di depan ini adalah orang nomor satu di dunia. Tapi, tentu saja, berbeda dengan mahasiswa lain, Marigold yang tidak terpengaruh justru malah tertarik mengambil ponselnya yang tiba-tiba bergetar, menandakan ada panggilan dari seseorang yang ternyata adalah Ajax Scheiffer. Karena bagi Marigold jam mata kuliah pertama belum benar-benar datang, masih ada sisa beberapa menit, jadi dia mengangkatnya.

Marigold memulai konversasi, membuatnya ditatap satu kelas. "Jangan bilang kau akan menagih buah tangan dari Kanada?" katanya, Ortiz Romano juga menatapnya, rahangnya menegas. "Paris Abelia, dia sudah mendapatkan kekasih, jadi tidak bisa kuculik untuk dibawa ke sini." Begitu seterusnya hingga Marigold pribadi tak sadar jika dia tengah diingatkan oleh orang yang berada di sampingnya. Namun, Marigold dungu secara mendadak.

"Ya, aku menebak kedekatannya dengan pria di sosial media."

Marigold terus melanjutkan diktumnya. Bahkan saat dia mulai sadar bahwa ada suara dengan register rendah datang masuk ke telinganya, Marigold tetap abai. "Daniella Lowry. Aku baru tahu kalau dia penyuka sesama jenis. Jadi, kau tidak akan mendapatkan buah tangan. Apalagiㅡ"

"Tunggu, sebentar, sebentar, kelas si Ortiz Romano, bukan? Ini terlalu sunyi untukㅡ"

"Iya, ada yang salah?"

Panggilan itu dimatikan oleh Ajax.

"Really?"

Oh, ternyata Ortiz Romano memang sangat berkuasa dan ditakuti.

Namun, alih-alih merasa takut, Marigold justru tersenyum, dia beralih memandangi Ortiz yang sejak tadi memanggilnya. Ortiz Romano bisa sangat berpengaruh dan ditakuti, tapi Marigold tidak peduli. Marigold tahu betul dan percaya jika pria itu memang galak dan semena-mena. Marigold hanya terlalu suka membuat kontroversi atau terlalu putus asa.

"Nona, selesai kelas, datang ke ruanganku."

"Bukankah kelas belum dimulai?"

"Sudah, jika mengikuti aturanku, Nona Marigold Anneliese."

Atensi para mahasiswa beralih ke Ortiz. Bisik-bisik kecil bermunculan, mempertanyakan pengetahuan Ortiz mengenai Marigold yang tidak diduga, berhubung Marigold tidak ada di kampus semenjak Ortiz menginvasi kampus, itu agak aneh. Tidak mungkin juga orang sesibuk Ortiz menghapal nama dan wajar ribuan mahasiswa dan mahasiswinya.

Tentu saja. Ortiz Romano dan Marigold Anneliese memang saling mengenal satu sama lain.

recovery

"Katanya Marigold Anneliese disuruh memasuki kandang singa, ya?"

"Kandang singa? Berlebihan. Tapi jika yang dimaksud adalah Sir Ortiz, maka benar," balas Marigold ringkas. "Kalian tidak ada kelas?"

"Harusnya ada. Tapi, ewh, ketuban Ma'am Grieselda pecah."

"Hah?"

"Goblok, memang," sahut Esme. "Harusnya dia cuti, tapi bebal. Aku tidak pernah berpikir jika aku datang kuliah untuk melihat orang nyaris melahirkan."

"Oke, terserah. Ngomong-ngomong di mana ruangan tiran itu? Aku hendak mengikutinya, tapiㅡ"

Ruho mendistraksi, "Dia cepat menghilang."

Kemudian, setelah Esme memberitahu Marigold mengenai ruangan Ortiz, Marigold segera pergi ke sana. Mendapatkan panggilan spesial dari dosen sudahlah biasa, karena Marigold memang seorang yang sensasional. Jadi, dia senang hati untuk mendatangi ruangan Ortiz Romano. Hingga akhirnya perempuan itu telak berada di hadapan pintu ruangan.

"Kunci pintunya."

Marigold menunjukkan wajah herannya. "Aku tidak pernah tahu jika kau mempunyai record sebagai pengajar. You look incompetent."

"Dan aku tidak pernah tahu jika kau kembali." Dia membalas begitu alih-alih tersinggung.

"Kau bisa menggali informasi ke bagian operasional bahwa Marigold Anneliese mengajukan permohonan untuk kembali aktif kuliah. Selain itu, aku yakin kau memiliki daftar nama mahasiswi yang mendaftar kelasmu, jadiㅡ" balas Marigold, belum selesai sebab Ortiz menyela.

"Kau memutuskan kontak."

Marigold meloloskan vokal kekehan kecilnya. Sejenak dia meraih kursi untuk dia duduki, persis di hadapan Ortiz dengan meja sebagai sekatnya. "Aku melakukannya pada semua orang. Bahkan terhadap kakakmu. Lagipula untuk apa juga aku mempertahankan kontak dengan orang gila sepertimu? Aku butuh kewarasan, Mister Romano Yang Terhormat."

Ortiz menunjukkan reaksi yang serupa. Dia terkekeh. Entah sebagai respon pada poin yang mana. Siapa yang tahu bahwa kejujuran Marigold mengenai fakta bahwa dia memutuskan kontak pada semua orang adalah sebuah kelakar bagi pria itu, sebab itu menentang karakter Marigold, dalam artian bahwa Marigold selalu ingin terhubung dengan orang-orang. Atau, bagian terakhir itulah yang menjadi bahan guyonannya. Orang gila membutuhkan kewarasan? Aneh sekali.

"Ada apa, Anneliese?"

"Rosemary," sahut Marigold. "Orang-orang menyayangi Rosemary, versi lain dari Marigold, Your Lovely Rosie, dan bla-bla-bla. Kau juga, bukan?"

"Fiore Mia." Suara Ortiz terdengar rendah, dan sialnya, terdengar romantis pula.

"Kau tahu seberapa bencinya aku dipanggil itu. You do love Rosemary, not me."

"Tidak. Rosemary bukan siapa-siapa bagiku."

Marigold menggeleng. "Tidak perlu mengelak." Dia menjeda, hanya punya niat memindai peroman Ortiz yang terlihat memberikan ekspresi yang tidak bisa diidentifikasikan maknanya. Sedikit mencurigakan. Lantas, Marigold menambahkan, "Meski setidaknya tadi kau mengingatku sebagai Marigold, tapi, Rosemary itu-"

"Berhenti, Anneliese. Ini soal kita, bukan Rosemary."

"Kita? Memangnya kita apa? Yang aku tahu hanyalah orang goblok yang berhubungan dengan orang goblok lainnya, dan hubungan itu adalah sebuah hubungan yang sangat toksik dan tidak waras."

Marigold tersenyum kecut. Ortiz Romano adalah galaksi syahda dengan impresi manis. Namun, di balik sisi cantik tersebut, kepercayaan Marigold pada Ortiz hanya terhitung nol persen, mungkin. Meski seratus persen ketololan tempo lalu itu ada di pihak Marigold sebab dia tetap melakukan relasi tidak jelas dengan orang gila itu, sementara Marigold sendiri tahu bahwa Ortiz menyukai Rosemary, saudari kembarnya sendiri.

"Jangan buang-buang waktu. Sebenarnya kenapa kau memanggilku ke sini, Ortiz?" tanya Marigold direk menuju poin utama.

"Anneliese."

"Karena penampilanku? Atau ketidaksopananku tadi?"

Tapi lagi, Ortiz menginterupsi, "Shut the fuck up, Anneliese!"

Marigold merotasikan bola mata. Dia beringsut bangun setelah mengetahui niat kosong Ortiz. Alih-alih memberikan peringatan sebab ketidaksopanan Marigold atau penampilannya, ternyata pria itu hanya ingin beromong kosong saja.

"Ortiz," panggil Marigold. "Don't get me wrong. I'm not her."

"Aku tahu, Marigold. Kau pikir karena kalian kembar, aku tidak bisa mengenali kalian berdua?"

Marigold terdiam, atau mungkin nyaris ingin menangis. Dia tidak tahu dan tidak yakin dengan apapun yang dikatakan oleh Ortiz. Perempuan itu mengingat suatu polemik besar mengenai keluarganya; keluarga Francise memaksa Marigold untuk menjadi seperti Rosemary. Bisa saja Ortiz juga bersikap seperti itu pada Marigold, bukan?

"Kenapa Saint Hallway?" Sejenak perempuan itu tertawa sarkastik pelan-pelan untuk mencoba menghilangkan impresi melodramatik, menatap langit-langit dan lagi-lagi mengimajinasikan ketotolan personalnya. "Benar, harusnya aku memilih keluar dari Saint Hallwat ketimbang melakukan jeda kuliah, biarkan si Francise itu menyiksaku hingga aku gila. Atau ... harusnya aku pergi dari bumi setelah orangtua gila itu membawaku ke rumah."

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi."

"Memangnya kau siapaku? Kau tidak punya hak untuk mengurusi preferensiku," balasnya. "Aku tidak akan menyebutkan sebuah kondisi di mana aku tidak senang melihatmu, atau ... mungkin sedikit tidak senang dan ketakutan. But, at least, you are fine. Tapi, tolongㅡ"

Ortiz mendistraksi dengan aksi kecil, ikut beringsut bangun demi menghampiri Marigold. Itu mampu membuat Marigold berhenti bercakap sebab Ortiz Romano memang pandai membuat Marigold takluk. Jadi, Marigold terdiam, sementara Ortiz dengan tergesa-gesa menghampiri perempuan tersebut, memegangi kedua tangan yang dibalut sarung tangan hitam itu dan memandangi wajahnya lekat.

"Anneliese, aku melihatmu sebagai Marigold, bukan Rosemary."

Tapi Marigold yang penuh dengan ketidakyakinan selalu merasa tidak percaya atas perkataan Ortiz. Dia lantas membalas, "Meski begitu, kau mereprepresentasikan Rosemary. Presensimu mengingatkanku pasal semuanya. Kedekatanmu dengan Rosemary mengingatkanku perkara Rosemary, segala ketololanku, dan kejahatan orang-orang termasuk dirimu."

Marigold selalu yakin bahwa Rosemary adalah orang paling spesial bagi Ortiz, apapun soal Rosemary. Sementara Marigold hanya dianggap sebagai pengganti dari sosok Rosemary, sama seperti yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. Marigold Anneliese dilahirkan ke bumi sebagai cadangan. Itulah fungsinya sebagai "kembaran".

"Anneliese ...."

Marigold menggeleng. Dia menatap Ortiz skeptis sembari menunjukkan garis harsa malang, sebuah ikon yang dulu selalu disukai Ortiz. "Rosemary tidak akan senang jika aku mengambil privelesenya soal dirimu." Ortiz menggeram tidak suka, hendak membalas tajam, tapi Marigold lebih dahulu menggaungkan kalimat adisionalnya. "Hubungan kita sekarang hanya karena pendidikanku. Aku tidak ingin berurusan denganmu lagi dalam urusan lainnya."

Namun, harusnya Marigold Anneliese selalu mengingat satu hal yang agaknya tidak bisa berubah. Marigold Anneliese selalu takluk oleh penakluk handal seperti Ortiz Romano. Selain itu, Marigold Anneliese yang selalu tidak mendapatkan afeksi dan kedekatan selalu rela untuk mendapatkan itu, bahkan jika itu melibatkan cara yang kasar atau cara yang membuatnya jadi sosok naif. Sialnya, otak Marigold juga sudah terlanjur berpikir jika Ortiz adalah pelindungnya, sehingga sulit untuk kabur. Lagipula, Ortiz Romano adalah orang yang egois dan semena-mena, dan dia sulit mengontrol dirinya sendiri.

Tidak aneh, ketika harusnya Marigold menulikan telinganya dan keluar dari ruangan ini cepat-cepat, dia justru dibuat kaku, sementara Ortiz Romano membawa tubuhnya untuk duduk di atas meja. Pria itu menatapnya lekat-lekat seraya melepas dasinya sendiri untuk mengikat tangan Marigold, dan anehnya perempuan gila dan skeptis ini terima-terima saja. Lebih dari itu, tidaklah aneh, alih-alih kembali berperang dingin, Marigold dengan perasaan melodramatisnya dan Ortiz dengan egoismenya, mereka justru mulai berperan sebagai sosok dominan dan submisif dalam sebuah skenario panas yang manis.

Saat itu, Ortiz Romano tersenyum, berbisik rendah saat dia tengah asyik bermain di atas tubuh Marigold, menggelitik telinganya dengan napas dan rambut-rambut wajahnya, persis saat perempuan itu tengah melayang dengan sejuta rasa nikmat. "Seribu kali kau berusaha pergi, seribu kali kau kembali padaku," katanya. "Marigold Anneliese, kau tidak bisa mengelak fakta bahwa kau memang masih mencintaiku."

Fiore: Flower

gimana? agak aneh, ya, lmao.

ini baru permulaan, tapi aku sudah taruh polemik utama dari stori ini, meski tidak mencakup keseluruhan konflik. pada intinya ada sesuatu yang kompleks antara ortiz, marigold, dan rosemary.

fyi, marigold dan rosemary itu diambil dari nama bunga. so that's why ortiz punya panggilan khusus, fiore mia, in short, my flower. tapi ... memang, ga jelas apakah itu khusus untuk marigold atau rosemary, jadinya marigold ga suka.

anyway, selamat datang di recovery. hope you enjoy this story.

sampai jumpa di bagian selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top