ACT I: CHAPTER 02

[be wise: violence and fight.]

Aromatik esklusif menyeruak masuk ekuipmen penciuman. Stagnan menyerang seluruh sistem daksa. Jiya sepatutnya tidak pernah berpikiran untuk keluar asrama hanya demi dua kaleng minuman kola stroberi. Terutama Jiya nyaris tidak pernah keluar malam. Sial, rasanya horor. Refleksi bayangan tervisualisasi elok di aspal. Bagaimana bisa person itu memiliki refleksi yang similar perfeknya? Meski hitam, Jiya bahkan bisa merasakan pancarona kirananya. Dan secara harfiah, mengapa person ini eksis di mana-mana?

Oke. Itu Taehyung, bukan hantu. Namun, tetap horor.

Berhenti pada langkah ketujuh belas setelah keluar dari minimarket horor yang dijaga oleh perempuan tukang merokok, Jiya berbalik demi bersitatap dengan si pemilik raksi ekslusif yang Jiya yakini harga raksinya fantastis. Pupil obsidian jadi penyambut paling palamarta, mutlak menetap langsung pada pandangan. Jiya otomatis mendesah pelan. Kesialan macam apa lagi sekarang? Dikecupi lagi? Atau disuruh untuk menginjeksi?

"Aku kapabel membelikanmu kola," katanya.

Kenya tersebut memutar bola netra. Kapabel, katanya. Seratus persen Jiya tahu bahwa Jung Taehyung kapabel membeli apapun. Jangankan kola yang harganya tidak seberapa, menyewa gadis Madam Barbara atau membeli medikamen ilegal yang punya harga beli fantastis, Taehyung kapabel atas itu.

Jiya mengumbang pelan. "That's not important, is it?"

"Dalam artian, I'll buy it while you wait in your room, Mi Corazon, Su Majestad. Bukankah sirkumstansi horor jalan ini tidak cocok bagi perempuan inosen sepertimu?"

Batin mendecih kala mendengarkan sentens si paragon perfek itu. Jiya abai. Ia kembali fokus pada intensi awal yakni kembali pulang ke asrama dan kontinyu meratapi nasib tak mujur bersama citra jumantara yang sialnya gelap tanpa eksistensi bintangㅡmendukung sekali. Meski ia tahu, Taehyung mengikuti, menyejajarkan posisi daksa. Secara otomatis membuat Jiya berjalan dengan dobel kecepatan sebab takut dilirik oleh orang lain. Berjalan malam-malam berdua bersama Taehyung bisa menjadi topik terbaru di kampus jikalau betul-betul ada yang melihat ini.

Dersik angin menginvasi rungu sekaligus total memberikan rasa dingin pada daksa. Eksistensi Taehyung setidaknya membantu Jiya untuk adaptabel pada atmosfer seperti ini. Ia selayaknya mantari artifisial, tidak betul-betul menciptakan rasa panas, hanya hangat yang bisa diterima daksa. Selain itu, Jiya terkadang acapkali tidak menyukai suara dersik angin di kala suasana sepi begini, nampak horor dan Jiya termasuk ke dalam person paling payah di bentala ini. Bahkan kalau dipikir-pikir, Jiya tidak total berani berjalan di adimarga yang katanya selalu eksis orang-orang tukang mabuk, dan katanya, sih, stori hantu di daerah ini cukup kental. Entah ini buruk atau baik, ditemani Taehyung tidak terlalu buruk. Benar kata Taehyung, Jiya tidak cocok dengan sirkumstansi sekarang. Sialnya, yah.

Selayang pandang, Jiya melirik ke samping sebab intuisi. Memastikan sesuatu sebab ekor matanya visibel melihat paragon transenden itu menatapnya. Tetapi, realitasnya hanya pikiran tolol saja yang tengah mempermainkan. Jung Taehyung absolut fokus pada adimarga. Sama sekali tidak ada yang menatapnya. Kata Jimin, betul juga, overthinking selalu datang kala person tengah dipeluk ketakutan.

"Ketakutan, ya?" tanya Taehyung. Kurva asimetris muncul di iras rupawannya.

Jiya stagnan. Diam seperti kerangka hewan purba di museum.

"T-tidak, tuh," balasnya setelah setia terdiam selama lima sekon.

"Han Jaejoon, berandalan eminem merenggut nyawa di sekitar sini, dibelasah oleh sepuluh pemabuk yang secara general punya dendam kesumat padanya, kudengar jarinya juga sampai dipatahi. Lalu, kasus lainnya, mahasiswi yang namanya tidak dikenal diperkosa di siniㅡ" Ia berhenti bicara, melirik Jiya yang rupanya memberikan interes penuh pada Taehyung dengan raut iras kelewat absurd. Satu konklusi yang Taehyung dapatkan selain tidak pandai berbohong, kenya ini akan super lemah kalau ditakut-takuti. Lantas, Taehyung beri kelanjutan stori, "digunakan oleh lima laki-laki pemabuk sampaiㅡ"

Jiya menyela, "Taehyung, berhenti, t-takut."

Taehyung menahan senyuman asimetris demi membanggakan prestise tatkala ia menemukan perempuan ini mengeluarkan beberapa tetes fluida dari netra. Kim Jiya, kenya dari major kedokteran yang perfek dan sempat diincar nyaris delapan puluh persen kaum adam universiti Saint Hallway, kenya yang ekstraordinari ceria seperti budak kecil yang baru kenal dunia meski terkadang nampak anggun selayaknya putri di dunia dongeng ternyata penakut akut. Sebuah realitas baru yang bisa Taehyung manfaatkan untuk kesenangan, misalnya.

Konstelasi yang tercipta tentunya menjadi eksentrik. Jiya nampak eksesif.

"Mi Corazon," gumam Taehyung. Netra obsidian itu tertuju pada aksis hazel yang berpinar elok dan terlapisi oleh lapisan fluida netra. Jemarinya ia gunakan untuk menyelipkan anak rambut perempuan itu. "You're extraordinary lovely and cute. Jangan takut. Ada aku."

Jiya mendesis hebat selanjutnya. "Aku serius. Takut."

Sepersekian sekon mendadak Jiya mencengkram pergelangan tangan Taehyung seraya bersembunyi di belakang daksa adam itu. Kuriositi Taehyung membuncah, sempat berpikir bahwa Jiya terlalu eksesif dengan stori yang dipublikasikan oleh mulutnya. Namun, jauh dari apa yang ia pikirkan, di radius tujuh meter, dua orang berperawakan selayaknya mahasiswa biasa tengah berjalan sempoyongan dan satu person yang nampak waras seolah menuntun dua orang tak waras di sampingnya. Nyatanya, Jiya bukan hanya takut akan stori yang dipublikasikan Taehyung atau merasa risih dengan diktum manis Taehyung, tetapi juga takut akan eksistensi pemabuk di ujung jalan.

Area sekitar kampus memang bukan tempat aman bagi kenya polos, naif, dan penakut seperti Jiya. Taehyung yang secara personal tidak tinggal di sini saja sudah sangat tahu lantaran warta perihal kegelapan yang mendetonasi di sini kentara sekali. Banyak eksis pemabuk, barangkali memang dekat dengan bar prominen di ujung jalan. Kenapa Jiya nekat keluar malam-malam hanya demi minum kola stroberi?

"Fabulous! Pasangan kriminal rupanya tengah jalan-jalan malam, ya?"

Pasangan kriminal. Titel melekat perkara Jiya dan Taehyung.

"Aku yakin bahwa habis ini kalian akan bersanggama sangat panas."

Jungkook Scheiffer. Pria sinting yang tengah setengah tidak waras itu memberi pernyataan yang kelewat tidak etis sama sekali. Ia melangkah sempoyongan mendekati Taehyung dan Jiya. Sesekali terjatuh seolah tengah diguncang gempa dengan skala besar. Tindakannya mutlak membuat Jiya kembali meluluhkan likuid asin dari netra, antara takut serta tidak terima dengan diktum sinting Jungkook. Sementara, Taehyung diam dengan iras pongah.

Kenya tersebut meremat jaket eksklusif Taehyung, absolut membuat Taehyung melirik sekejap dan menemukan citra nelangsa seorang mantan primadona fakulti kedokteran Saint Hallway. Jiya mutlak ketakutan atas eksistensi Jungkook. Well, sekedar informasi, Jungkook Scheiffer adalah mimpi buruk Jiya.

Lantas Taehyung berbisik amat pelan dengan netra teduh. "Do you remember about what I said before? I'm your citadel, Mi Corazon. Jangan takut. Ada aku."

Jiya stagnan, sementara Taehyung kembali fokus pada Jungkook Scheiffer.

Jungkook mendadak terkekeh, "Gadis Madam Barbara tidak ada yang secantik Jiya dan aku pastikan Jiya lebih erat dan nikmat. Sial, aku ingin Kim Jiya, boleh aku pinjam kekasihmu semalam? Er, akan aku kembalikan meski nanti epidermisnya akan penuh dengan bercak biram yang sulit diabolisi dan tidak kapabel berjalan dengan baik."

Taehyung menggeram. "Bajingan." Ultimatum murni yang singkat untuk Jungkook Scheiffer. Bagi Taehyung, Jiya miliknya dan absolut tidak ada yang boleh menyentuh Jiyaㅡapalagi merendahkan secara tidak direk. Taehyung tidak terima.

Momen pergelutan konkret tak bisa disangkal. Taehyung mencapai limit amarah hanya karena diktum random Jungkook sehingga ia konfidens memberi balunan kasar pada daksa Jungkook yang notabenenya tengah setengah tak waras. Jungkook juga meski mabuk masih kapabel membalas, walaupun kelihatan payah lantaran terkadang salah sasaran. Dua teman Jungkook Scheiffer atau lebih tepatnya satu person yang tidak terinfluensi alkohol ikut menyerang Jung Taehyung, sementara satu yang lain sudah tergeletak di aspal lantaran mabuk berat.

Dua lawan satu. Lucu.

Jiya otomatis mundur beberapa langkah meski ingin menghentikan friksi. Geraman, suara pukulan, sedikit bahana eksentrik seperti balung retak, dan darah. Jiya bahkan menghindari diri untuk menonton film yang berisikan konten kekerasan, lantas kenapa ia selalu ditakdirkan menonton visualisasi seperti ini secara langsung? Bibir menganga minim, isakan makin tidak bisa tertahan karena takut dengan situasi seperti ini, dan tungkai bervibrasi hingga jatuh lunglai, berlutut di aspal.

Sialnya, teman Jungkook Scheiffer, seingat Jiya namanya Jang Namjoon, membelasah Taehyung seolah tengah kerasukan ifrit, meski Taehyung sendiri nampak bisa diandalkan lantaran melalui netra Jiya, Jiya melihat Taehyung berbeda dari biasanya: penuh dengan warna hitam. Gelut intens tak bisa dielakkan. Jungkook tumbang penuh fluida kental berwarna merah dari hidung dan mulut telak membuat Namjoon membabi buta seperti hewan savana. Katastrofe makin gila.

Hitam makin mencuat ke permukaan. Siapa yang tidak kenal Jang Namjoon? Berandalan sekaligus mantan mahasiswa Saint Hallway yang menjadi person dengan abiliti gelut nomor satu di daerah sini. Orang baru di klub kejahatan di distrik ini. Sehingga yang kapabel Jiya lihat, friksi gila ini, sesuatu yang disukai Namjoon, menjadi kelewat liar dan panas. Darah dan suara nyeri terproduksi. Taehyung terlihat kewalahan dengan kegilaan Namjoon.

Dan jiya ingin mati detik ini juga. Taehyung sekarat dan Namjoon masih setia memukuli Taehyung dengan seringai sinting.

Mau tidak mau Jiya berteriak sinting demi menghentikan lantaran tidak sanggup melihat Taehyung dihajar dengan totalitas luka yang sudah banyak eksis. Taehyung yang notabene menjadi pecandu obat-obatan ilegal yang mutlak membuatnya lemah tidak sepadan untuk Namjoon yang tidak waras.

Untuk sebentar saja, Jiya melupakan fakta perkara ia yang tidak menyukai presensi Taehyung, Jiya hanya tidak ingin Taehyung mati hanya karena ini.

Taehyung terjatuh sekarat sementara Namjoon terkekeh meremehkan. "Er, jangan mencari problematika dengan Jungkook Scheiffer dan Jang Namjoon jika tidak ingin berakhir jadi pecundang," tutur Namjoon mutlak membuat Taehyung nyaris kembali berdiri hendak menghajar lanjut pria arogan itu. Nyaris, lantaran Jiya segera menahan Taehyung. Gila. Bisakah person ini melihat keadaannya sendiri yang hampir mirip seperti mayat dan mengabaikan diktum tidak krusial dari mulut si berandalan sinting itu?

"Romantis sekali." Namjoon berucap lagi diakhiri kekehan tatkala melihat keintiman Jiya dan Taehyung. Perkara kenya penakut yang terisak ketakutan seraya menahan Taehyung yang masih punya karsa kontinyu menghajar Namjoon. Lantas, pria itu membuang ludahnya sembarangan, membopong Jungkook yang nampak seperti mayat. "Sayang sekali Jungkook tengah mabuk, kalau tidak, pacarmu yang cantik ini sudah diperkosa di sini. Er, dia benar, aku juga akan menunggu momen di saat kau berada di bawah adikuasaku, Mademoiselle," kata Namjoon seraya mengedip. Lagi-lagi mutlak membuat Taehyung mencapai limit amarah. Walaupun similar sebelumnya, gagal lantaran Jiya menahannya.

"Berhenti, Taehyung." Pelan, tetapi afirmatif.
Namjoon terkekeh pongah. Kemudian, ia pergi membawa Jungkook sekaligus teman lainnya yang barangkali telah mati atau masuk alam subkonsius.

Nyenyat mendominasi. Desibel rendah, hanya terdengar napas tidak stabil milik Taehyung. Tangan kenya kirana itu mencapai sisi wajah Taehyung, mengamati iras perfek yang kini sudah nampak hancur sebab eksistensi lebam-lebam mengerikan dan darah. Taehyung balas menatap intens, jemarinya menyusuri bawah netra Jiya yang lembab. "Selain penakut, kau cengeng juga, ya?"

Jiya mendengus kesal. Tidak punya interes untuk membahas sebab serebrumnya tengah diisi oleh hal lain. Jiya memang tipikal individu yang suka was-was dan selalu memproduksi pandangan dan pemikiran buruk. Eksistensi dadakan Jungkook Scheiffer membuatnya kembali diteror kengerian. "Kau bersedia menemaniku? Aku takut Jungkook datang ke asrama selayaknya person gila seperti dulu."

Katakan Jiya gila.

"Dulu?"

Jiya mengangguk. "Kau ingat pesta di restoran Blanc? Kau memang kapabel menolongku saat dia nyaris memperkosaku. Sialnya, orang gila itu tetap mengikuti sampai ke asrama. Menggedor pintu seperti kerasukan."

Taehyung mengernyit. "Lalu? Kau tidak diapa-apakan, kan?"

Kenya tersebut menggeleng konkret. Momen itu, Jiya sesegera mungkin menghubungi pihak keamanan asrama. Bukan hanya mengganggu kawasan, Jungkook saat itu mabuk berat hingga punya posibiliti membahayakan orang.

Taehyung terkekeh otomatis, "You invite the wrong person, Mi Corazon, Su Majestad."

Jiya menggigit bibirnya. Betul juga.

"Tapi aku akan mengantarmu ke asrama."

Jiya menunduk. Merasa imbesil sendirian lantaran inkuiri eksentriknya. Jiya mestinya mengingat perihal satu pasal. Taehyung adalah adam yang mungkin tidak ada bedanya dengan Jungkook Scheiffer yang bisa menghancurkan daksa ringkihnya. Bukan mungkin lagi, sih. Secara harfiah, Jiya sudah terlalu banyak mendengar warta perkara Taehyung yang memperkosa mahasiswi Saint Hallway, meski ujung-ujungnya korbannya terlena.

Lagipula, seratus persen Jiya heran dengan Taehyung yang seolah tengah berkelikat palamarta? Itu serius atau tengah membuat imej kirana di hadapan Jiya? Bukan bermaksud ingin Taehyung melakukan hal hina padanya, Jiya hanya merasa aneh.

Taehyung memasang wajah heran. Di sisi lain tengah memikirkan kemunafikannya sendiri. You invite the wrong person. Sial, berdekatan dengan Jiya membuatnya jadi tertular naif dan munafik begini. Padahal, dari sisi manapun inkuiri Jiya memberi banyak benefit, termasuk dirinya yang tidak punya energi untuk pulang ke apartemen fantastisnya, meski tidak terlalu jauh.

Lantaran konkret menyesal. Pinar hazel kirana gadis itu itu ia paksa untuk menatap netra jelaga miliknya. Menyentuh dagu kenya ekstraordinari itu, mutlak membuat Jiya stagnan. Jiya diam-diam menarik napas sebab mendadak alat pernapasannya minim oksigen, terutama tatkala si bedebah ini kembali menyambung konektivitas saliva seperti yang terjadi di bilik kecil universiti.

Sinting, pertama di bilik kecil, kini di tengah jalanan.

Seberapa bodoh dan gilanya pria ini?

Sementara Jiya terkena turbulensi, Taehyung semerta-merta memejamkan netra seraya merangkumi sisi wajah kenya tersebut dengan telapak tangannya. Membagikan saliva, rasa sedap, sekaligus rasa besi dari darah di ujung-ujung bibir Taehyung pada kenya naif itu. Poin esensialnya, rasa manis bekas minuman kola stroberi di bibir Jiya kapabel mendominasi, meski tidak banyak.

Beberapa sekon konstelasi membeku, membiarkan Taehyung menikmati keadaan semacam ini, sementara Jiya diam tidak membalas. Taehyung terlanjur menyukai rasa bagai heroin ini, sekaligus gemas merasakan hidung perempuan ini menyambut dengan ekuipmen penciuman miliknya sendiri. Sialnya, bisa dikatakan Taehyung super membenci tangisan Jiya tatkala Taehyung enggan menghentikan rasa candu atas eden mini yang sepihak ini. Terkadang Taehyung heran, apa susahnya bagi Jiya untuk menikmati ciuman dan membalas? Taehyung merasa kalau Jiya aneh lantaran sepanjang masa Taehyung hidup, perempuan tidak akan pernah mengabaikan ciuman Taehyung.

Mau tidak mau Taehyung melepas koneksi, kembali bersitatap dengan netra sayu yang kembali memproduksi likuid asin. Taehyung diam, masih kecewa.

Semerta-merta Jiya nampak hendak angkat bicara. "Darahnya tidak enak, Taehyung. Seperti besi."

Darah. Besi.

Taehyung beringsut bangun dengan tawa menguar. Alasan bagus untuk menghentikan ciuman. Meski Taehyung ingin sekali menghapus darah dari bibirnya lantas lanjut menciumi Jiyaㅡlebih liar dan menuntun dan basahㅡnamun, setidaknya Taehyung mengingat ketidaksukaan Jiya perkara kedekatan mereka. Mereka mesti pergi sebelum ada mahasiswa Saint Hallway. Taehyung selalu ingat bagaimana Jiya membenci dirinya yang digosipi tidak-tidak.

"Sial, darah." Taehyung menjeda. Mendadak meloloskan kurva penuh afsun yang jelas otomatis tidak bisa dihindari oleh Jiya sebab rasanya Jiya terkunci pada aksis itu. Taehyung nampak absolut konfidens dengan senyum itu, diadisi dengan jemari yang sengaja mendarat di bibir Jiya demi mengabolisi beberapa titik darah yang dibagi oleh Taehyung sebelumnya. "Er, maaf soal darahnya. But, how about the kiss, Mi Corazon? Meski tidak membalas, aku tahu kau suka." Taehyung mengedip.

Tidak. Sekon itu, Jiya malu. Memang betul, sialnya. Jika Jiya tidak suka, maka dari awal Taehyung mencuri cumbana, Jiya akan marah dan menampar Taehyung. Realitasnya, Jiya diam saja, seperti menikmati.

Bagus.

Taehyung is a poser and Jiya is nothing.

[TBC]

anw, aku memang fokus mendekatkan jiya dan taehyung dulu, sekaligus mengenalkan perkara tokoh-tokoh esensial di sini seperti jungkook scheiffer, jimin, dan prim nanti. namjoon juga actually.

well, that's all. jumpa lagi jumat depan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top