SEMBILAN BELAS
Seperti merasakan dekapan hangat, Siera semakin merapatkan diri dari kehangatan itu. Kening Siera mengerut, merasakan aroma yang ia kenal. Dengan perlahan, Siera membuka matanya, di depan wajahnya terdapat dada bidang pria dengan deru napas teratur. Sedikit memberi jarak, ia mendongak dan mendapati suaminya sedang tidur terlelap.
Kapan dia pulang? Pikir Siera bertanya-tanya. Tiba-tiba saja sudah disuguhi pemandangan indah ini.
"Pagi, Sayang," sapanya saat melihat Kalandra membuka matanya.
Kalandra menunduk mendapati senyum hangat Siera yang menyapanya.
"Pagi juga, Sayang," balasnya. Bukannya melonggarkan pelukan mereka, Kalandra semakin menarik Siera ke dalam dekapannya.
Kalandra tak ingin melepaskan Siera karena ingin menyalurkan rindu lama tak bertemu. Hanya lewat telepon maupun video call, Kalandra masih tak puas jika tak mencumbu Siera.
"Aku masih rindu, rasanya seperti bertahun-tahun tak bertemu," ujar Kalandra berlebihan, sesekali mengecup kening dan pipi Siera. Dan mana mungkin Kalandra melewatkan bibir Siera yang menggodanya pagi ini. Tentu tak akan melewatkannya.
"Dasar pria, apa memang begitu pandai menggoda?" Wajah Siera merah padam, membenamkan wajahnya di dada Kalandra lalu memeluknya erat.
"Jika kamu mendengar seperti godaan, anggap saja seperti itu." Kalandra terkekeh ketika Siera mencubit pinggangnya. Tak begitu sakit, tetapi sedikit geli.
Siera tersenyum samar, mereka diam dengan posisi masih sama.
"Jam berapa kamu pulang, Sayang? Aku sama sekali tak merasakan kepulanganmu."
"Mungkin sekitar 12 malam. Aku cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku di sana demi bertemu denganmu. Semalam juga aku tak mau membangunkanmu, takut jika kamu juga lelah dengan pekerjaanmu."
"Tak heran kalau aku tak merasakan kepulanganmu."
"Sayang, lain kali jika aku ada pekerjaan di luar negeri, kuharap kamu ikut juga. Jauh darimu membuatku tak bertenaga," gumam Kalandra terdengar berlebihan.
"Baiklah, lain kali aku akan ikut ke mana kamu pergi." Siera langsung setuju.
"Aku senang mendengarnya."
Dekapan mereka akhirnya terlepas. Karena matahari makin naik ke atas, mereka memilih mandi bersama. Tentu, di dalam sana bukan hanya sekadar mandi saja. Suara ambigu terdengar saling bersahutan.
****
Siera dan Kalandra memakai pakaian setelah melakukan ritual mandi. Siera merasa deg-degan ketika ia akan memberi kejutan pada Kalandra.
Apakah nanti Kalandra bahagia dengan kabar kehamilannya.
Siera berharap begitu.
"Sayang, aku ada kejutan untukmu," ucap Siera dengan senyum bahagia.
"Kejutan? Apa itu? Apa hari ini ulang tahunku?" Seingat Kalandra, ulang tahunnya masih lima bulan lagi. Sangat jauh.
"Memangnya kalau memberi kejutan harus waktu ulang tahun saja?" Siera merajuk, semakin terlihat menggemaskan di mata Kalandra.
Dengan gemas, Kalandra menarik Siera ke pangkuannya dan memagut bibir Siera dengan dalam.
"Jangan bertingkah seperti itu, kamu tahu 'kan kalau suamimu ini tak bisa menahan diri, hm?"
"Dasar kamunya saja yang bernafsu." Siera tertawa.
Siera terdiam, menatap Kalandra yang sama-sama menatapnya. Tangannya mengelus rambut basah kalandra, menyisirnya dengan jemarinya. "Aku harap kejutan dariku membawa kebahagiaan untuk kita berdua."
"Aku jadi penasaran dengan kejutan darimu." Setelah mendengarnya, Kalandra semakin penasaran dengan kejutan dari istrinya. Entah kenapa Kalandra malah merasakan rasa berdebar dan gugup juga.
"Tunggu sebentar."
Siera turun dari pangkuan Kalandra, ia berjalan menuju ke laci di mana kejutan itu berada. Dengan senyum semakin lebar, Siera membawanya menuju ke arah Kalandra berada.
"Ini hadiah untukmu. Pertama kali yang kuberitahu padamu, lalu nanti kita beritahu pada Kakek, Mama, dan Papa."
Alis Kalandra naik sebelah, menggenggam kotak yang tak bisa dikatakan kecil, namun terasa ringan di tangannya.
"Apa sih ini? Kenapa rasanya aku yang berdebar tak karuan." Kalandra tertawa kecil. Perlahan tapi pasti, Kalandra membuka kotak itu dan terdiam setelah melihat dengan jelas.
Melihat keterdiaman Kalandra, Siera merasa was-was, apakah suaminya tak suka dengan kabar kehamilannya?
"Sayang? ada apa?" Wanita itu menggigit bibirnya, menunggu respon Kalandra dengan deg-degan.
"Ini... ini... " tangan Kalandra bergetar saat mengambilnya. Matanya memerah saat mendapati benda kecil itu di tangannya. Ia bukanlah pria bodoh yang tak tahu apa kegunaan benda ini.
Sieranya hamil.
Hamil anaknya.
Kalandra langsung menangis, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis bercampur sedih dan juga bahagia.
Sedih, karena di masa lalu ia tak mengetahui kehadiran anaknya sampai di mana Siera bunuh diri di depan matanya.
Bahagia, karena ia masih diberi kesempatan untuk melihat anaknya lahir ke dunia. Dan kini anaknya bersemayam di rahim istrinya.
Apa kamu kembali pada kami, nak?
"Sayang, kenapa kamu menangis? Apa kamu tak senang aku hamil, ya?" Siera menatap Kalandra penuh kebingungan, kenapa suaminya menangis layaknya perempuan.
Kalandra menggeleng dengan air mata mengalir, tak malu menangis di depan sang istri. Kalandra tersenyum, menarik Siera dan memeluknya. Wajahnya ia letakkan di perut istrinya seolah ingin merasakan kehadiran calon anaknya di dalam sana.
"Kata siapa aku tak senang? Aku senang sekali mendengar berita kehamilanmu. Aku senang, Sayang. Ini anugerah terindah dalam hidupku."
"Ini kejutan terbaik untukku. Aku... aku tak tahu harus berkata apa, tapi yang pasti aku bahagia dengan kehadiran anak kita."
Kalandra mengusap perut Siera, mengecupnya beberapa kali dan mendekap kembali.
"Hai, Nak, ini Papa," sapa Kalandra pada calon anaknya. "Papa bahagia dengan kehadiran kamu, secepat ini juga kamu hadir dalam hidup kami. Bertahan di sini ya, sampai Mama dan Papa melihat kamu lahir di dunia. Kami menunggu kehadiranmu."
Terima kasih telah kembali pada kami, Nak.
Siera tak tahu harus berkata apa, tapi ia bahagia melihat Kalandra menyayangi calon anak mereka.
"Kita beritahu kebahagiaan pada Kakek, dan orang tua, Sayang."
"Kamu benar, kita harus memberitahukan kehamilanmu pada mereka." Kalandra mengangguk setuju. "Tapi sebelum itu, kita ke rumah sakit, aku ingin tahu berapa umur anak kita."
Siang harinya mereka menuju ke rumah sakit untuk memeriksa kehamilan. Kalandra dan Siera mendaftarkan diri, setelahnya mereka menunggu antrean untuk memeriksa.
Siera melihat ke kiri dan ke kanan, banyak ibu hamil yang sedang memeriksa. Ia tersenyum kecil, seraya mengelus perut ratanya. Beberapa bulan kemudian perutnya pasti membesar seperti mereka.
"Ada apa, Sayang?" tanya Kalandra.
"Entah kenapa aku suka saja melihat mereka. Perut mereka membesar, seolah tak sabar menunggu kelahiran buah hatinya," jawab Siera sambil tersenyum manis.
Kalandra tersenyum tipis dan mengusap perut istrinya. "Nanti, kamu juga akan seperti mereka, Siera. Aku juga tak sabar melihatmu dengan perut besar. Pasti kamu sangat menggemaskan."
"Bagaimana jika tubuhku membesar, dan aku tak seksi lagi?"
"Memangnya kenapa? Kalau itu benar terjadi aku tak mungkin berselingkuh, karena aku tahu ibu hamil pasti pernah merasakan fase seperti itu. Ada yang tubuhnya membesar, ada yang tetap seksi, ada juga yang kurus," jelas Kalandra.
"Sayang, kamu bisa tahu masalah seperti itu juga ya?"
Kalandra terkekeh. "Aku membacanya di internet."
Hingga tak lama kemudian, giliran mereka tiba. Mereka masuk ke ruang dan menjalani pemeriksaan. Siera melakukan USG untuk mengetahui usia janin.
"Selamat ya, janinnya untuk sekarang masih berusia 6 minggu. Untuk ukurannya masih sangat kecil sekali, seperti kacang polong. Jantung janin juga mulai berdetak, berkembang dengan baik. Tolong jaga kesehatan dan minum suplemen kehamilan, ya." Dokter memberi arahan pada pasangan muda yang baru saja akan menjadi orang tua. Siera maupun Kalandra mendengarnya dengan saksama.
"Terima kasih, Dok," ujar Kalandra dan Siera secara bersamaan.
Kabar gembira kehamilan Siera sudah di dengar oleh Abercio, Adelia maupun Herry. Tentu saja disambut dengan suka cita oleh mereka.
Kebahagiaan itu dirayakan di kediaman Kalandra dan Siera dengan memanggil mereka untuk datang. Kakek, maupun orang tua Kalandra terkejut mendengar kabar itu dan memberinya selamat.
"Kakek tak menyangka akan mendapatkan cicit." Tawa Abercio membahana. Kebahagiaannya bertambah saat mendapatkan cicit dari cucu kesayangannya.
"Mama dan Papa juga tak menyangka kejutan kalian sangat berharga bagi kami." Herry dan Adelia terharu. Dengan kehadiran buah cinta Kalandra dan Siera, mereka berharap cinta keduanya semakin kuat dan tak tergoyahkan.
"Siera, jaga baik kandunganmu dan jika ada yang kamu tak tahu, kamu bisa menelepon Mama."
"Baik, Ma."
"Mama berharap kebahagiaan menyertai kalian."
"Terima kasih, Ma."
Kalandra menatap mereka dengan senyum bahagia. Helaan napas terdengar samar di dirinya, dengan mata menerawang. Andai ia tak kembali mengulang waktu, kebahagiaan ini pasti tak akan pernah ia rasakan.
Ia bersyukur masih bisa diberi kesempatan kedua untuk merubah segalanya.
Hingga pandangannya jatuh kepada Siera yang sedang berbicara bersama ibunya. Senyum itu, senyum yang pernah ia hacurkan. Ia memang tak pantas diberi kesempatan untuk bersama Siera, akan tetapi manusia tempatnya sifat egois. Dan ia memilih egois untuk tetap bersama Siera daripada melepaskannya.
....
28/01/25
Akhirnya bisa up juga.
Aku gak nyangka masih ada yang baca cerita ini padahal lama banget hiatusnya.
Lope² buat kalian yang masih stay dengan ceritaku.
See you next chapter yaa.. 👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top