45. Keresahan

INI adalah kedua kalinya Jade berhadapan dengan Caspian yang seolah kehilangan akal. 

Secara panik dan gegabah, dia melompat ke sisi kiri sehingga sisi perutnya membentur meja makan. Adrenalin membuncah dalam dadanya, sehingga yang dia pikirkan saat ini hanyalah cara untuk membuat Caspian sadar.

Sudah Jade duga, pertemuan makan malam kali ini adalah alasan belaka yang sengaja Caspian lontarkan untuk menutupi niat sebenarnya. Jelas pria ini menyimpan dendam kesumat pada Cordelia―yang Jade sendiri tidak tahu apa. Dia merasa lega karena tidak jadi membawa Cordelia kemari, tetapi di satu sisi, dia ragu sampai kapan dapat bertahan dari serangan pisau. Apakah dia harus menembak Caspian dengan pistol yang sejak tadi disimpan di celananya? Itu gagasan paling efektif, tapi untuk saat ini dia harus membaca situasinya terlebih dahulu.

“Cas, sadarlah!” Jade meneriakkan namanya selagi masih berupaya untuk menghindari sabetan. Dia memanjat naik ke meja makan, memecahkan semua peralatan makan, bahkan melempar gelas dan piring kepada Caspian―tetapi orang itu memiliki ketangkasan yang hampir sama dengan Jade. Caspian mampu menghindari semuanya dengan mudah, dan pastinya bergerak lebih cerdas; dia merengut kain penutup meja, lalu menariknya sekuat tenaga sehingga Jade yang sedang berdiri di atasnya jadi tergelincir. Tubuh pemuda itu berguling ke bawah dan jatuh ke lantai dengan bunyi gedebuk menyakitkan.

Caspian yang berdiri di dekat Jade praktis menyambutnya dengan ayunan pisau tajam yang melesat dari atas. 

Namun Jade berhasil menahan gerakan tangan Caspian. Pemuda itu mencengkeram kedua pergelangan tangan Caspian dengan jemarinya, menahan ujung pisau yang tajam menembus ke dalam matanya. Seluruh ototnya kejang dan bergetar. Jade menggertakkan gigi dan berupaya berkata, “Cas, kumohon ... sadarlah ... ini aku....”

“Kau sudah mengecewakanku, Nak. Aku bilang kau harus membawa gadis sial itu ke rumahmu.” Suara Caspian bernada berat dan penuh kemarahan. Jade mengernyit mendengar kalimatnya, sebab dia merasa kalimat itu bukan ditujukan untuknya. 

“Tidak, aku tidak mau melakukannya,” Caspian lagi-lagi berkata, kali ini dengan nada merengek. Sekejap saja, ekspresi wajahnya pun ikut berubah―dari murka luar biasa menjadi berkerut penuh permohonan. Jade menyadari ada yang salah dari situasi ini. Selagi masih menahan pegangan pisau Caspian, dia mendengarkan kata-kata yang dilontarkan pria di atasnya ini.

“Kau harus mematuhi perintahku kalau kau tidak mau mati!” Caspian meracau. Suaranya berubah kembali menjadi bengis. “Bukankah kau sudah berjanji untuk jadi budakku, dasar berengsek! Kalau kusuruh kau menjilat kaki, kau harus menjilat kakiku!”

“Aku tidak mau membunuh orang yang tidak bersalah!” Sedetik kemudian, Caspian berteriak protes lagi, seolah sejak tadi dia memang sedang bersahut-sahutan dengan sosok di dalam pikirannya. Sementara Jade perlahan dapat merasakan pegangan Caspian pada pisaunya semakin melonggar, jadi dia berupaya mendorong ujung pisau itu agar tidak menusuk matanya.

“Cas,” Jade berjengit. “Cas, aku tahu kau di dalam sana! Sadarlah!” 

“Kau bocah berengsek!” Caspian mendorong pisau lebih ke bawah. Ujung pisau nyaris mengenai pipi Jade, tetapi pemua itu cepat-cepat memalingkan wajah ke kanan sehingga bilah pisau yang tajam malah menggores telinganya. Jade berdesis, terjepit di antara keadaan panik dan resah. Kalau seperti ini terus, dia bisa mati. 

Maka Jade mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyingkirkan Caspian. Di detik-detik terakhir, dia berteriak seraya mendorong pisau itu menjauh. Usahanya akhirnya berhasil; pisau itu terpelanting jatuh bersama Caspian yang tersungkur ke samping. Jade buru-buru mendamprat pria itu dan menyikut wajahnya agar menghalanginya terbangun. Kedua kakinya dijepitkan di perut Caspian, yang melolong dan berteriak layaknya iblis. Jade menekan kedua pundak Caspian di atas lantai, berteriak tepat di mukanya; “SADARLAH, BERENGSEK!”

Namun Caspian benar-benar kehilangan akal. Satu tangannya yang terbebas diam-diam menyambar pecahan piring di lantai, lalu dia menyabetkannya pada paha Jade, membuat pemuda itu meraung tidak terima. Jade turun dari tubuhnya, dengan tenaga yang tersisa, menyeret dirinya menjauh. Dengan panik, tangannya dilesakkan ke dalam kantong celana untuk menggapai pistol.

Sementara Caspian bangkit lagi. Sosoknya yang jangkung dan besar kini terlihat seperti geliat monster yang mencoba menelan mangsanya hidup-hidup. Pria itu menyeringai lebar sambil melangkah mendekati Jade. Di tangan kirinya, ada pisau yang tadi sempat terpelanting.

“Aku seharusnya tidak ingin membunuhmu, bocah. Karena kalau kau mati, artinya gadis itu juga akan mati sia-sia.” Suara Caspian, parau dan keji. Dia melangkah mendekati Jade yang menggelesot di lantai dengan paha yang mengucurkan darah. Wajah pemuda itu pucat, matanya bergetar gelisah ketika menatap tubuh Caspian yang menjulang bagaikan prajurit iblis.

“Cas, apa yang kau mau sebenarnya?” Jade berusaha berkata, sementara punggungnya sudah membentur dinding. Tidak bisa lagi berkutik apa-apa. Sekarang yang dia miliki hanyalah kesempatan untuk meletuskan peluru.

“Mauku? Aku ingin mengambil Cordelia darimu,” Caspian berkata dengan suara yang bukan miliknya sendiri. Di antara keremangan ruangan yang berguncang, dan lampu yang dalam bayangannya berkedip lemah seolah kehilangan daya, Jade menyaksikan samar-samar wajah Caspian berubah. Mula-mula matanya berkilat merah, lalu sekarang kulit di wajahnya tampak keriput seperti pria tua.

Apakah itu adalah wujud roh yang merasuki tubuh Caspian?

Jade berusaha mengulur-ngulur waktu untuk menggali informasi. Walau begitu, tangannya sudah menggenggam gagang pistol yang dingin dan berat. 

Sebentar lagi, kalau waktunya sudah tepat, dia akan menembak.

“Kenapa harus Cordy? Kau tidak kenal dengannya!” Jade memberontak.

“Dia adalah abare yang kucari-cari selama ini,” kata Caspian, terengah seperti diliputi nafsu. “Aku harus bisa mendapatkannya untuk mencari tahu dimana keberadaan si berengsek Gustav.”

“Jadi kau mau mencari Gustav dengan memanfaatkan Cordy?”

“Dia adalah satu-satunya navigator yang kubutuhkan. Tidak ada yang lain.” Caspian menunduk dan nyaris mendekati Jade. Jarak keduanya hanya beberapa langkah saja. Jade bisa merasakan jemarinya yang memegang pistol berkeringat. Kalau sampai pria ini berani menyentuhnya, dia benar-benar akan menembakkan senjata ini....

“Cordy tidak tahu apa-apa mengenai Gustav,” kata Jade, entah bagaimana pandangannya semakin berguncang dan buram. Barangkali darah yang mengalir di kakinya terlalu banyak. Rasanya dia ingin menyerahkan diri ke dalam kegelapan, tapi pikirannya menolak. Caspian terlalu berbahaya. Bisa-bisa dia akan mengambil Cordelia saat Jade lengah.

“Gadis itu tahu di mana Gustav,” kata Caspian, lalu mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan jari. “Jawabannya ada di ingatannya.”

Lalu tanpa peringatan, Caspian tahu-tahu menyambar leher Jade. Dia mencekiknya dengan kuat sehingga kulit wajah Jade memerah kehabisan napas. Pemuda itu memberontak dan menggelepar, tetapi saat menatap mata Caspian yang bersinar merah, sesuatu di dalam kepalanya seolah memaksanya untuk tunduk. Jade tidak tahu sihir macam apa yang menyelinap masuk ke dalam relung memorinya, tetapi mendadak saja dia melihat bayangan-bayangan masa lalu berkelebat melintasi alam bawah sadarnya yang kelabu. Ibu dan ayahnya ... pertengkaran di ruang keluarga ... dirinya yang menangisi jasad ayahnya yang tergilas di aspal jalanan ....

Sementara itu, Caspian berdesis dan gemetar ketika mencekik pemuda malang ini. Tanpa sepengetahuan Jade, Dia menyalurkan sihir asing untuk membobol seluruh kepingan memori di kepala Jade, dengan harapan dapat mencari tahu ke mana Cordelia dan apa yang sedang dilakukan gadis itu. Efek ini membuat Jade mengalami kesakitan yang tidak terperi.

Jade mengejang dan terbatuk darah, meregang napas seolah jiwanya ditarik keluar. Matanya berputar di dalam rongganya seiring kesadarannya perlahan tersapu ke kegelapan.

Namun, tanpa Caspian sadari, tahu-tahu saja dia merasakan sensasi logam dingin menekan perut. Caspian menunduk lalu melihat, tangan kanan Jade yang menggenggam pistol telah siap teracung untuk menanamkan timah panas di perutnya. 

Kemudian, kejadian berikutnya berlangsung secepat kilat. 

Dirudung panik, Caspian melepaskan cekikan pada leher Jade bersamaan dengan bunyi pistol yang meledak. Peluru itu meleset di detik-detik terakhir tepat ketika Caspian menyingkir ke samping. Akan tetapi, dia tetap merasakan perutnya tergores karena daya ledak peluru yang besar. Pemuda itu tersungkur ke lantai dengan posisi tengkurap, terengah-engah mencari napas di antara kekacauan yang berlalu-lalang.

Caspian mengedipkan mata berkali-kali. Iris merahnya tahu-tahu saja lenyap, digantikan dengan iris biru es yang memancarkan kebingungan.

Dalam keheningan itu, Caspian membeku. Benaknya berputar mencari apa yang salah. 

Apa yang sedang kulakukan?

Kenapa aku di sini?

Caspian bangkit berdiri seraya terhuyung-huyung, sekonyong-konyong panik dan bingung karena melihat telapak tangannya bersimbah darah dari luka gores di perutnya. Pria itu berputar dan melihat keadaan ruang makannya telah kacau balau―piring-piring terlempar, kursi jungkir balik, dan kain penutup meja berserakan ke lantai. Lalu darah, memercik di mana-mana.

Caspian menyusuri seantero ruang makan, dan langsung terperenyak ketika menatap Jade terkapar tidak bergerak di lantai. Darah merah pekat berkubang di lantai di dekatnya, membekas di dinding dan membercak di sekujur kemeja putihnya.

“Jade!” Caspian menghampiri pemuda itu, lalu berlutut di dekatnya. Dia mengguncang-guncang tubuh Jade yang tidak memberi respons apa pun. Wajah Jade pucat dan berkeringat. Caspian menekankan telinganya di dada Jade dan tidak menemukan denyut jantung. 

“Sial―bertahanlah.” 

Lalu Caspian memberikan resusitasi dengan cara menekan dada Jade. Selama beberapa saat, tampaknya tidak menghasilkan apa-apa. Pemuda itu berbaring tak bergerak sementara tubuhnya berguncang karena tekanan dan guncangan. Caspian memberi Jade napas buatan, kemudian memberikan resusitasi lagi. Sesaat―hanya sesaat saja, dia mengira Jade benar-benar tewas. Akan tetapi asumsinya terpatahkan sebab Jade pada akhirnya menunjukkan tanda-tanda sadar; pemuda itu mendadak meraup napas dalam-dalam seperti baru saja keluar dari kubangan kolam.

Caspian langsung menekan pipi Jade dan berseru, “Jade, Jade, kau tidak apa-apa? Bertahanlah sebentar!”

Jade tidak menjawab apa pun selain memejamkan mata dan menunjukkan raut kesakitan. Dia mengerang dan menggeliat kecil, lalu kesadarannya tersapu untuk kali kedua.

Saat Caspian kembali mengecek napasnya, tiba-tiba saja Lula muncul dari ambang lorong ruang tengah sambil membawa ponsel, “Cas?”

“Lula?” Caspian menegapkan punggung dan menatap Lula dengan sorot kebingungan disertai takut. “Lula, aku tidak tahu―apa yang terjadi sebelumnya? Kau ke mana saja?”

“Aku―aku baru saja menelepon polisi. Mereka sebentar lagi akan datang.” Lula merasakan tubuhnya gemetar dilalap panik saat melihat Caspian, takut kalau-kalau pria itu akan menyerangnya seperti caranya menyerang Jade. “Maaf, aku panik―kalian berdua tiba-tiba bertengkar, dan aku tidak tahu harus menelepon siapa―”

“Cepat batalkan panggilanmu!” Caspian berteriak. “Kalau polisi datang kemari, mereka akan memeriksa seluruh rumah ini―mereka akan menemukan jejak jasad Noah!” 

“A-aku ....”

“BATALKAN PANGGILANMU, LULA!”

Lula tersentak kaget, lalu cepat-cepat menghubungi nomor polisi tadi. Dia pergi ke luar ruangan dan mengarang-ngarang alasan agar polisi itu tidak jadi datang, sesuai perintah Caspian. Beberapa saat kemudian, Lula kembali. Caspian masih duduk di lantai dengan wajah kelelahan, seolah seluruh tenaganya telah terkuras. Wanita itu akhirnya menyadari bahwa keadaan yang tersaji di hadapannya lebih kacau dari yang dia duga. 

“Cas, kau sudah kembal normal?” Lula bertanya ragu. Dia melihat luka di perut Caspian, tetapi tidak berani bertanya lebih jauh.

“Ya,” Caspian menjawab lemah. 

“Apa yang terjadi dengannya?” Tampaknya Lula mulai penasaran dengan keadaan Jade. Dia memberanikan diri maju untuk melihat kondisinya. “Apa dia baik-baik saja?”

“Barusan saja napasnya berhenti, tapi sekarang sudah kembali.” Lalu Caspian mendorong dirinya bangkit sambil terhuyung. Lula akhirnya membantunya berdiri tegap. Wanita itu secara ragu menyentuh sisi perut Caspian dan bertanya apakah lukanya parah, tetapi sang kekasih hanya menggeleng. 

“Kita harus bawa Jade ke rumah sakit,” kata Caspian.

“Apa aku harus memanggil ambulans?”

“Tidak, bawa saja dengan mobilku.” Akhirnya Caspian mulai menunjukkan tanda-tanda lebih pulih daripada tadi. Dia membungkuk, lalu memanggul Jade di punggung, sementara Lula memosisikan kakinya dengan benar. Wanita itu mengernyit melihat darah menetes-netes dari luka di paha Jade yang tersabet pisau. Dia berkata cemas, “Dia bisa mati kekurangan darah.”

“Aku tahu, aku tahu.” Caspian menyusuri lorong sambil menggendong Jade. Selagi benaknya masih mencerna apa yang terjadi, Lula membantu Caspian untuk mengumpulkan ingatan sebelum ini yang tercecer. Wanita itu menceritakan semua hal sebelum insiden pertengkaran itu meledak, dan Caspian samar-samar teringat lagi atas tindakan iblis yang menguasai pikirannya. 

“Bukan aku yang melakukannya, Lula,” Caspian berkata lirih, sementara dirinya memasukkan Jade ke dalam mobil. Lula berputar untuk membuka pintu di sisi satunya untuk membetulkan posisi rebah Jade. “Kau tahu aku tidak mungkin melakukan perbuatan keji itu.”

“Apa yang melakukannya adalah sosok yang sama yang telah membunuh Abbey dan Noah?” tanya Lula.

Caspian mengangguk.

“Jadi itu benar, huh? Kau kena kutukan Kalung Evangeline.”

“Apa maksudmu?”

Lula masuk ke dalam mobil dan menduduki bangku sopir, sementara Caspian masuk dari sisi seberang. Perutnya masih terluka, jadi dia duduk dengan hati-hati. 

“Sebelum kau datang, Jade bercerita padaku bahwa Kalung Evangeline membawa semacam kutukan bagi orang yang memilikinya. Aku merasakannya padamu, Cas. Belakangan ini kau berubah seolah sedang dirasuki sesuatu. Lalu kau membunuh dan melukai tanpa alasan jelas. Aku sudah berusaha mendekatimu dan bertanya apa yang terjadi, tapi kau selalu mengabaikannya. Kau selalu menutup-nutupi dariku. Jadi apakah itu benar? Selama ini kau dirasuki sesuatu yang asalnya dari Kalung Evangeline?”

Sementara Lula menginjak gas dan melajukan mobil ke jalanan utama, Caspian menggeleng berat. “Bukan, Lula. Liontin itu tidak memberi efek apa pun padaku ....”

Lula menatapnya dengan berang. “Lalu apa? Kenapa kau berubah menjadi binatang buas?”

Caspian ingin sekali memberitahu Lula bahwa yang merasukinya selama ini adalah Dominic, iblis laki-laki yang sejak dulu bersemayam di belati kristal. Namun pria itu tidak sanggup mengatakan kebenarannya, sebab dia takut Lula akan menyelidiki belati itu dan melakukan sesuatu untuk membuangnya. Belati kristal itu tidak boleh dibuang atau dijauhkan darinya, sebab arwah Dominic yang akan bersemayam di dalamnya bisa mengamuk dan melakukan segala cara untuk bertahan.

Caspian hanya tidak mau kekasihnya terluka.

“CAS, JAWAB AKU!” Lula kepalang marah sehingga rasanya dia ingin menyumpah dan berteriak terus. Namun, Caspian tidak menjawab apa-apa. Pria itu hanya menyandarkan kepala di jok mobil dan berpaling ke samping, menghadap jendela. 

Di tengah jalanan kota Ruswer yang berkelbat oleh lampu-lampu kota dan lalu lalang mobil yang lewat, Lula mendesau frustrasi. Kedua tangannya yang mencengkeram kemudi kini gemetar.

Wanita itu memanggil Caspian dengan nada tertahan, “Cas, jawab aku. Apa yang sebenarnya merasukimu? Caspian?”

Caspian tetap tidak menjawab apa-apa. 

Lula melepaskan satu tangannya dari kemudi dan mengusap kepala Caspian. Sesekali pandangannya bergeser untuk memeriksa kondisi Caspian. Di detik itu, dia menemukan Caspian telah memejamkan mata.

“Cas? Kau baik-baik saja?”

Tidak ada jawaban. Pria itu pingsan.[]

-oOo-

.

.


.

Hai gaissss! PAGIII 🔥🔥

Gais, aku mau ngasih info dikit. Untuk yang mau baca LIP di karyakarsa, di sana ada perubahan harga ya. Lebih murah kok. Jadinya cuma 5000 untuk 5 bab.

Maaf yang kemarin itu aku salah ngasih harga karena sebelumnya aku nggak pernah upload langsung 5 chapter. Setelah dibilangin teman cara main di KK, aku jadi ngerti kalau harga chapter yg langsung banyak itu biasanya lebih murah dari single chapter 😅

Sekali lagi maaf yaa kalau kemarin ada yang ngerasa kemahalan. Untungnya tadi aku cek masih belom ada yang beli sih awkwkw 🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top