(♡︎) - DAY 03. b. koutarou
Kata orang-orang, Bokuto Koutarou adalah entitas manusia yang tak dapat dipahami dari segala sudut pandang.
Namun sebenarnya tidak.
Memang kepribadiannya yang bombastis dan dramatis tidak menutup kemungkinan tingginya probabilitas dirinya menjadi sosok yang teramat emosional, layaknya seorang anak kecil jika mengalami perubahan suasana hati, sehingga sulit untuk orang lain memahami dirinya. Tetapi dia selalu menjadi sosok yang adil, baik, dan ekspresif begitu membentuk pola interaksi pada waktu tertentu, membuat presensi lawan merasa bahwa Bokuto Koutarou ini bukanlah sosok yang teramat buruk.
Sejauh ini hanya hal itu yang bisa aku deskripsikan tentang dirinya.
Seperti saat ini dengan bilah pipi memerah alami, dan seutas senyum pada birai yang lebar nan tulus saat aku membukakan pintu. Mataku menalaah torsonya yang melipat kedua tangan di sebalik punggung kekarnya.
Kejutan apa lagi yang akan dia berikan padaku?
Sementara itu di sana dia masih tersenyum, kemudian sekilas dapat kudengar kekehan tepat darinya. Kulihat ada kepulan uap yang keluar dari bibirnya, mengingat laporan cuaca pada berita yang disiarkan, temperatur suhu perlahan menurun di sebagian daratan Jepang. Musim dingin kali ini terasa lebih cepat menyebar ibarat tak sabar memenuhi daratan pada bumi manusia dengan saljunya.
Lantas aku meneriakinya dari ambang pintu, "Kakak! Cepat kemari!"
Titahku menjadi pembuka pembicaraan antara kami. Tepat selepasnya dia berlari, menerobos asal pada salju-salju yang memenuhi alas berinjaknya.
Kak Koutarou masih bertahan dengan lengkuk pada birai, kini berdiri tepat di hadapanku sebelum akhirnya menangkap tanganku pada salah satu tangan sang dominan. "Aku rindu kamu!" ujarnya.
Terbesit satu inisiatif dari anganku, syaraf-syaraf tanganku tertarik tatkala lengan merentang, merangkup Kak Koutarou. "Sangat rindu atau hanya rindu?" tanyaku berniat menggoda.
"Sangat sangat sangat sangat rindu!" Kendati berkata demikian, Kak Koutarou beringsut mendekat, membalas dekapan.
Gemas. Tawa lepas begitu saja dari bibirku begitu Kak Koutarou memberi tanggapan selayaknya tadi. Aku akui memang valid kala orang lain mengatakan tingkah Kak Koutarou sama seperti tingkah anak kecil.
Dan itulah salah satu hal manis yang aku cintai dari seorang Bokuto Koutarou.
"Masuk dulu, kak. Pasti kakak kedinginan, malam-malam seperti ini mengunjungi rumahku."
"Bukan masalah besar, deng! 'Kan jarak rumah kita tidak jauh!"
Dia, yang kini mendudukkan diri di sofa dan masih melipat satu tangannya di sebalik punggung, terdiam sejenak sembari menelaah langit-langit ruangan.
Hal yang biasa memang bagiku bila mengetahui Kak Koutarou diam seperti ini, namun anganku merapalkan pertanyaan.
Kali ini Kak Koutarou menginginkan apa?
Faktanya, saat kendati diam seperti ini pasti ada sesuatu yang dia sampaikan—lebih tepatnya ia ingin keinginannya didengar olehku, atau bahkan dikabulkan.
Salah satu alisku terangkat. Selanjutnya, mengembangkan birai seraya menilik kekasihku itu. "Kakak mau apa?" pertanyaan lepas begitu saja.
Jeda singkat yang hadir diisi dengan gumam yang terdengar ragu-ragu dari Kak Koutarou. Menghadirkan firasat gugup dan kegilaan pada dadaku, khawatir bila permintaan Kak Koutarou adalah permintaan absurd yang selalu distereotipkan permintaan yang mutlak.
Satu detik, dua detik, kemudian tiga detik Kak Koutarou memintaku duduk di sebelahnya, lantas aku menjejalkan kaki mendekati sosok sang kekasih.
"Kakak mau apa?" kuulang pertanyaan ini sekali lagi setelah menghempaskan diri pada sofa.
Kak Koutarou terdiam sebelum akhirnya menunjukkan sesuatu yang tersembunyi pada tangan semenjak tadi. Sebuah kotak hadiah mungil bernuansa merah muda, lengkap dengan pita yang melilit menambah kesan feminim pada kotak hadiah dari Kak Koutarou.
"Buka saja sekarang, [Name]!"
Antusiasme menerjang pelipis, secercah rasa bahagia membuncah hebat dalam sanubariku. Awalnya, aku dibuat cukup terkejut menapaki Kak Koutarou memberiku sebuah hadiah sederhana seperti ini. Dasarnya tangan Kak Koutarou lihai dalam permainan voli, membuat kekuatan pada tangannya melampaui batas dan kerap kali membuat suatu benda yang semula rapih menjadi rapuh.
Dengan kelihaian dan ketelitian yang kulihat dari hasil kali ini membuatku ingin berteriak, mengungkapkan pada sudut-sudut ruangan bahwasannya bayi besarku telah berkembang.
Perlahan-lahan jemariku melepas lilitan pita yang melingkupi kotak, beralih membuka kotak dan dalam sepersekian detik aku dibuat terpaku sejenak dengan isi hadiahnya.
Dua buah kreasi origami menggemaskan mengisi kotak hadiah, salah satu dibentuk menjadi bunga mawar, dari mahkota bunga hingga tangkai dibentuk sedemikian rupa. Detail yang membuatku kagum untuk kedua kalinya. Dan yang satu ialah sebuah kreasi cincin bergambar hati tepat pada bagian tengah.
"Kak Koutarou yang membuat ini?!" ujarku menginterupsi rapalan pujian dan kekaguman atas hadiah dari dalam benak.
Sang lelaki mengangguk, "dibantu sedikit oleh Akaashi, sih!"
Ah, ya, benar juga, ya.
"Tapi aku yang mengerjakan sebagian besar." lanjutnya.
Senyum miring terukir tatkala kendati menuturkan jawaban, "benarkah?..."
Alis Kak Koutarou mengernyit, lantunan suaranya menjadi keras, "t-tentu saja! Aku yang mengerjakan, kok! Cuma untuk [Name]!" kendatinya membantah ekspetasiku—yang sebenarnya valid— layaknya seorang anak kecil.
Kak Koutarou yang selalu ekspresif dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Dia memberiku lonjakan antusiame dan berbagai hal positif lainnya. Semua yang dilakukan bersamanya terasa begitu menyenangkan.
Inilah yang memberikan kesan hangat jikalau menyangkut Kak Koutarou di mataku. Namun, tetap ada kalanya Kak Koutarou menjadi sosok yang lebih dewasa dibandingkan diriku. Ada kalanya dia diam, ada kalanya dia fokus, dan ada kalanya pula dia manja.
Tak meluputkan fakta Kak Koutarou tetaplah manusia biasa pada umumnya.
"[Name]!"
Kembali pada saat ini, aku mengerjap saat Kak Koutarou berada pada jarak yang sangat dekat denganku, menyisakan sedikit jarak hingga hidung kami bersua.
"Iya? Kenapa, kak?"
"Kenapa melamun? Kamu tidak suka hadiahnya, kah?..."
Aku menggigit bibir dalam. Menahan birai yang hendak mengukir senyum karena salah tingkah pada keadaan seperti ini. Menggeleng adalah pilihanku, lagipula mana mungkin aku bilang kalau aku berpikir dia seperti anak kecil, teman-temannya bahkan tak pernah terang-terangan mengatakan hal itu, ucapku dalam benak.
"Aku suka hadiahnya, kok! Terima kasih sudah membuatkan origami ini, ya, Kak Koutarou!" jawabku sembari memasang cincin pemberian pada jemari tengahku pada tangan kiri.
Si pemilik rambut dua warna itu lantas tersenyum, mimik wajahnya nampak sangat antusias dan puas atas frasa pujian dariku.
"Aku boleh meminta satu hal lagi, [Name]?"
"Apa?"
"Mau cuddle."
Satu menit dia bungkam, selanjutnya pemuda itu membicarakan sesuatu yang membuatku membulatkan mata sempurna. Seketika aku melemparkan tatapan heran tepat di depannya, "kakak minta apa?" tanyaku memastikan.
"Aku ingin seperti orang-orang yang menjalin hubungan di luar sana, aku dengar dari orang-orang mereka suka cuddle saat hendak tidur..."
Mendengarnya, aku mengerjap. Menatapnya terkejut akan permintaannya, perasaan gugupku menghasilkan buah, ucapku dalam benak untuk kedua kalinya.
"Tidak masalah, sih. Tapi ini pertama kali kita melakukan cuddle, loh."
"Apa cuddle itu hal yang sulit?" tanyanya.
Lantas aku menggidikkan bahu, "aku tak tahu, kak. Sebelumnya aku tidak pernah melakukan ini."
"Oh! Memang cuddle itu sebenarnya apa, sih?"
Astaga...
· · · ・ • 𓆩♡𓆪 • ・ · · ·
"Baiklah! [Name], kemarilah!" titahnya selepas terduduk di atas kasur di kamarku, kemudian menepuk-nepuk sisi kosong kasur yang tepat di sampingnya untuk segera kutempati.
Embusan napas keluar dari penghiduku, sejujurnya aku gugup mengingat ini pertama kalinya aku melakukan hal seperti ini dengan Kak Koutarou. Memang kami sudah cukup umur, namun tetap fakta itu tak menghilangkan adanya sepenggal rasa gugup yang menggerogoti batin.
Aku terduduk tepat di samping Kak Koutarou, dan lihat pemandangan yang kudapatkan kali ini. Kak Koutarou nampak tertunduk, menghentak kecil pada lantai kamar.
Apa ada yang membuatnya gundah?
"Kak Koutarou berbaring dulu, aku akan merebahkan diri di sampingmu." ia menurutiku, tampak mimik wajahnya sendu dan gundah setelah merebahkan diri.
"Kakak kenapa?" lanjutku bertanya, menyusul Kak Koutarou yang terbaring lurus menghadap langit-langit kamar.
Beberapa saat Kak Koutarou tak buka mulut, sekarang dia merubah posisi rebahnya kemudian menarik pundakku. Membuat seluruh badanku redam dalam dekapannya.
"Pikiranku tak beraturan, [Name]."
Aku diam, sudah aku tebak ada yang salah dengan pikirannya. Kupilih untuk tetap mendengarkan dalam peluk seraya mencoba menenangkan diri dari dentuman keras dalam dada.
"Baru saja aku teringat, kalau ada saatnya aku jauh dari kamu, nanti aku harus bagaimana? Beberapa hari yang lalu klub voli Fukurodani melakukan reuni, dan saat itu Konoha mengatakan akan ada waktunya aku dan kamu mendapat masa berjauhan, seperti LDR katanya. Aku takut, [Name]."
Tangan kananku merentang, sedikit kutekuk untuk balas merangkul Kak Koutarou. Aku berusaha untuk menangkis apriorinya dengan sebuah usapan pada pundaknya. Berharap emosi negatif dan firasat tanpa kejelasan itu menghilang dari kekasihku.
"Aku tahu itu, itu adalah sebuah fakta, kak. Tak semua akan berjalan indah sesuai ekspetasi. Tapi sekarang aku ingin tanya pada kakak, Kak Koutarou jawab dengan jujur, ya?"
Walau rupanya tak dapat kulihat, aku merasakan adanya pergerakan dari dagu Kak Koutarou, menandakan bahwa dia setuju.
"Kakak sayang aku, 'kan?" Ia mengangguk.
"Kakak percaya padaku, 'kan?" Kembali ia mengangguk.
Seutas senyum kukembangkan mendapat afirmasi yang sebenarnya memang sudah kuketahui kepastiannya. "Lalu apa yang kakak takutkan setelah mengakui kedua hal penting itu?" lanjutku. "Aku sudah berjanji pada diriku sendiri sejak kita memulai hubungan spesial ini, aku berjanji aku tak akan meninggalkan kakak dan bertanggung jawab atas nama kakak, Bokuto Koutarou. Kewajibanku ialah menepati semua yang telah dijanjikan, jangan khawatir."
Kini Kak Koutarou menenggelamkan wajahnya pada pundakku, membuat penciumanku disemibutakan dengan aroma maskulin khasnya.
"Aku akan tetap menggenggam janji ini hingga takdir sendiri yang menentukan nasib kita. Selama kita masih bersama seperti saat ini, tak perlu mengkhawatirkan yang seperti itu. Hal yang bisa kita lakukan adalah menguntai memori sebanyak mungkin." lanjutku memejamkan mata perlahan menikmati peluk dan wangi dari sang dominan.
Damai bila dikata. Untuk saat ini aku yakin Kak Koutarou sudah merasa aman, namun dia memilih tetap diam. Diamnya yang kali ini tak membawakan firasat khawatir dari deretan kemungkinan yang telah kuhafal di luar kepala.
Bokuto Koutarou hanya seorang manusia biasa yang ada kalanya menjadi pendiam kala dilanda pikiran negatif yang berkecamuk.
"Ingat selalu, ya. Aku sayang kakak."
"Aku juga sayang kamu."
· · · ・ • 𓆩♡𓆪 • ・ · · ·
—DAY 03: FIN
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top