summer [END]

Panas.

Sepanjang Juni musim panas tahun ini sangat menyengat.

Bahkan lebih panas dari tahun-tahun sebelumnya.

Ruang kelas yang ricuh akibat tak ada guru yang mengajar di dalamnya membuat suasana semakin gerah.

[Name] uring-uringan memainkan handphone-nya.

Sedari tadi gadis itu hanya mengamat-amati sebuah akun. Akun twitter lebih tepatnya. Dengan gambar tampilan seorang pemuda bermahkota merah terang yang tampak tersenyum lebar.

[Name] menggerung layaknya kucing, menutup jendela aplikasi dan beralih ke akun lain. Kali ini bermain-main di akun yang bergambar tampilan empat orang pemuda berambut pelangi-yang sebenarnya tidak sebanyak itu.

"[Name]!!!" sebuah seruan spontan membuat [Name] terkejut.

Gadis yang disebut menyipitkan mata kala melihat sosok gadis berambut sebahu dihadapannya, "Hm? Ada apa Rin? Sampai berteriak di depanku seakan aku tidak mendengarnya begitu?"

Gadis bernama Rin meringis kecil mendengarnya, "Nee, ayo kita datang ke summer tour USSS!"

Bletak.

"[Name]! Kenapa kau menjitakku?!" keluh Rin mengusap dahinya yang baru saja sang sahabat jitak.

"Kau bodoh? Album terbarunya saja aku tidak bisa beli apalagi datang ke konser summer tour-nya! Uang dari mana?!" oceh [Name] menuding Rin.

Rin mengerucutkan bibir, "Kan hanya usul."

Perempatan berwarna merah menghiasi kepala gadis berambut [h/c] tersebut, "Usul yang menyakitkan."

Cengiran tergambar di wajah Rin, "Tidak berniat menabung untuk beli albumnya?"

"Ada, pastinya,"

"Lalu kenapa tadi bilang tidak bisa beli?"

"Karena mama pasti tidak akan mengizinkanku membelinya, dia bilang itu termasuk barang yang tidak diperlukan dan akan membuang-buang uang saja,"

"Kasihan."

"Kau ingin kupukul ya, Rin?"

[Name] kembali meletakkan kepala diatas meja, memejamkan mata. Bayangan pemuda bernama Sakata menghampirinya lagi.

"Jadi fans modal kuota itu memang sulit ya~"

"Modal kuota, padahal kita sudah ada di kota yang sama dengan idola kita, miris,"

"Mungkin lebih tepatnya ngenes,"

"Rin, kau akan benar-benar kupukul."

"Ayolah [Name], itu hanya kenyataan yang sedikit jahat," Rin tertawa, menghindari layangan tangan [Name] yang ingin memukul dirinya.

"Hanya soal waktu aku pasti bisa bertemu dengan Sakatan." Dengus [Name].

Rin menjauh, melambai-lambaikan tangan, "Dan hanya soal waktu aku akan membawa Senra-san ke pelaminan!"

"Mimpimu ketinggian bodoh." Decak [Name] lantas kembali memutar list lagu album pertama USSS di handphone-nya.

[Name] adalah fans berat sebuah unit Utaite yang cukup terkenal dengan nama USSS atau UraShimaSakataSen. Dan dari mereka berempat, [Name] paling menyukai Sakata, sosok ber-avatar pemuda dengan rambut merah terang dengan suara serak beratnya.

Gadis yang kini tengah duduk di bangku kelas 2 SMA itu telah mengenal mereka berempat bahkan sejak SMP. Dan beratnya, yang tentu dirasakan oleh para pengidol di seluruh belahan dunia adalah, ketika mereka tidak bisa seutuhnya menjadi seorang fans. Kendala keuangan dan jarak biasanya menjadi masalah utama.

Tapi [Name] tahu, masalah yang dihadapinya bukan itu, melainkan sang mama yang selalu saja melarangnya untuk membeli berbagai macam merch, album, lightstick, sampai tiket konser-ah tidak, itu wishlist tertinggi [Name], belum berhasil ia mengumpulkan uang sebanyak itu-akibat menganggap semua itu tak penting.

"Please mama, aku janji! Sekali ini saja, biarkan aku beli album barunya USSS, ya? Boleh ya? Pakai uang sendiri kok!" begitulah usaha gadis berusia tujuh belas tahun itu setiap harinya pada sang mama tercinta.

"Tidak [Name], daripada itu, lebih baik kau gunakan uang tabunganmu itu untuk persiapan masuk universitas. Lumayan bisa membantu."

[Name] hanya bisa uring-uringan jika mengingatnya. Selalu saja begitu. Pada akhirnya, walaupun sudah bersusah payah menabung menyisihkan uang jajan demi membeli sesuatu yang berkaitan dengan hal itu, pasti ujungnya tidak akan pernah terbeli.

Satu-satunya yang ia punya adalah sebuah pin bergambar Sakata yang kini selalu terpasang di sisi dada kanan sweaternya. Itupun izin membelinya [Name] dapatkan setelah ia mogok makan seharian.

"[Name]-chan! Temani aku ke animate yuk, nanti akan kubelikan sesuatu disana!" tepat saat [Name] selesai membereskan peralatan sekolahnya, seorang gadis yang diduga adik kelasnya datang.

Jangan tanya kenapa ia memanggil [Name] yang notabenenya adalah sang kakak kelas dengan kata 'senpai'.

"Aira, sudah berapa kali kubilang, panggil aku 'senpai'!" gerutu [Name] sambil menaruh tasnya di bahu.

Aira, si gadis pirang hanya cengengesan, "Habisnya kan, kata papa anggap [Name]-chan seperti saudara sendiri. Nah, ya sudah, Aira panggil saja [Name]-chan!"

[Name] sudah malas menaggapinya, gadis itu orangtuanya adalah atasan dari ibu [Name]. Dan kebetulan keluarga mereka berdua memang sudah cukup dekat.

"Kau mau membeli apa lagi ke animate? Dan tumben mengajakku, kenapa tidak dengan papamu?" selidik [Name].

Aira memainkan rambutnya, berucap, "Habisnya 'kan, papa sibuk, katanya suruh minta [Name]-chan yang temani, dan ah iya, aku kesana mau membeli solo albumnya Shima-chan, temani ya?" pintanya.

[Name] dalam hati merutuk, 'Sial, anak ini garam.'

"[Name]-chan mau tidak nih?" ulangnya.

Namun gadis itu memikirkan manfaat dari acara menemani sang anak konglomerat ini saja, bahwa dia akan dibelikan sesuatu nanti. Siapa tahu dapat beberapa merch, 'kan lumayan.

"Ya sudah, ayo."

Akihabara adalah tujuan mereka. Surganya para pecinta hal-hal berbau video game, komik, anime, dan sebagainya.

Saat Aira sibuk melihat album para Utaite yang telah rilis dengan antusiasme tingkat tinggi, [Name] hanya bisa menatap bosan.

Aira akhirnya mengambil salah satu album solo milik Shima juga album SISTER yang diketahui adalah solo album pertama milik Luz, lantas menoleh kearah [Name], "Sudah! Sekarang [Name]-chan ingin sesuatu?"

[Name] menunjuk album V-enus disamping album milik Shima, "Aku mau itu." Ucapnya enteng.

Aira nampak kaget, "Ah! Aku tidak menyangka kalau [Name]-chan akan meminta album juga, aku tidak bawa uang yang cukup untuk tiga album," katanya agak panik.

"Atau albumnya Luz-kun nanti saja ya-"

Gadis brrmanik [e/c] itu tertawa pelan, "Bercanda, tidak usah panik begitu, aku minta belikan komik saja ya?"

Lawan bicaranya menghela napas lega, "Baiklah!"

Kini [Name] sendirian.

Menenteng plastik berisi tiga buah komik dengan tangan kanan yang sibuk memegang sebuah es krim yang masih utuh.

Masih di Akihabara. Ia dan Aira memutuskan berpisah disini saja. Aneh sebenarnya padahal Aira lah yang awalnya minta ditemani.

[Name] mengangkat handphone-nya tinggi, berusaha menangkap sorot Akihabara yang padat diteriknya siang ini lewat lensa kamera.

Tepat saat lensa kamera terfokus, [Name] dapat melihat sosok seorang pemuda dari sana. Pemuda tersebut tengah menengadah melihat kearah langit musim panas di antara kerumunanan sibuk Akihabara. Helai cokelatnya sesekali berhembus ditiup angin semilir.

[Name] membidik sekali, berpikir ia beruntung mendapatkan pemandangan aesthetic semacam itu.

Cukup lama [Name] memandanginya dari layar handphone tanpa membidik lagi, hingga diri sadar dan menurunkan handphone.

Manik [e/c] gadis itu kini serius memandangi pemuda disana, yang sesekali tertutup orang yang lalu lalang. Pemuda berpakaian atasan putih dengan bawahan celana panjang gelap itu kini nampak betah melihat papan iklan yang terpajang tepat di depan animate store yang tadi ia dan Aira masuki.

Entah apa yang membuat [Name] betah melihatnya, namun yang jelas gadis itu tak bisa mengalihkan pandangannya barang sedetikpun. Jarak mereka dekat, hanya sekitar limapuluh meter kedepan.

Hingga tibalah satu tetesan es krim yang meleleh, membuat [Name] sadar. Kala pemuda itu mulai bergerak hendak pergi, barulah [Name] mengetahuinya. Dari samping terlihat jelas, patri wajah berbalut masker polos itu-

-Adalah seseorang yang selalu ingin ditemuinya.

[Name] mulai berlari, mengikuti jejak sang pemuda yang dengan cepat menghilang ditelan keramaian. Sang gadis bahkan tak peduli dirinya yang terus-menerus bertabrakan bahu dengan orang lain mebuat seruan-seruan marah, tersandung hingga nyaris tersungkur, atau komiknya yang terguncang hebat dalam kantong plastik.

Ia ingin sekali berteriak, memanggil orang itu. Pemuda yang masih ia usahakan tetap dalam jangkauan netranya. Namun ia sadar, hal itu bukanlah ide bagus dalam keadaan seperti ini.

"Sakatan onegai ...," masih beberapa meter lagi, [Name] mulai kepayahan. Terlalu ramai dan panas.

Ayolah [Name] ... sedikit lagi pasti ...,

Pasti ....

Tap.

"Sakatan!"

Bagus, pemuda itu menghentikan langkahnya, berbalik untuk melihat siapa yang baru saja berteriak.

Jarak pemuda itu dan [Name] tinggal dua meter lebih sedikit barangkali. Dapat dilihat dengan jelas, netra disana melebar kaget.

[Name] berusaha mengatur deru napasnya sesaat. Menyeka keringat di kening dengan punggung tangan sebelum kembali fokuskan atensi pada pemuda disana, yang kini nampak menurunkan maskernya.

"Kau memanggilku?"

Mata [e/c] itu bergetar mendengarnya, mengangguk kuat-kuat, "Ternyata benar Sakatan ...,"

Bruk.

"E-eh?!" Sakata, pemuda bermahkota cokelat itu kaget ketika tiba-tiba gadis yang berada beberapa meter didepannya itu memeluk diri erat.

Cukup lama hingga [Name] melepaskan pelukan itu. Dengan wajah memerah antara senang, ingin menangis dan malu, ia mengakui bahwa diri adalah fans berat Sakata.

"Sakatan ... aku selalu ingin bertemu denganmu loh,"

"Aku sangat menyukai suara Sakatan! Suara Sakatan selalu membuatku dalam mood yang bagus!"

Sakata tertawa mendengarnya, "Terima kasih [Surname]-san, aku merasa sangat senang mendengarnya." kata pemuda cantik itu sungguh-sungguh.

[Name] mengangguk cepat, mengamati es krim rasa matcha di genggaman. Kini mereka tengah duduk di pinggiran toko sambil menikmati es krim juga sibuknya Akihabara.

[Name] sendiri masih tak percaya, siapa menduga ia akan bertemu sang idola di tempat seperti ini? Apa yang ia ucapkan tadi pada Rin, apa ini tidak terlalu cepat?

"Sakatan tahu? Selama bertahun-tahun aku selalu saja menabung untuk membeli bermacam merch, album, lightstick bahkan tiket konser kalian berempat, tapi tidak pernah sekalipun aku mendapatkannya."

Sakata nampak terkejut mendengar penuturan [Name], "Eh? Memangnya kenapa?" berbagai macam kemungkinan menghampiri pikiran pemuda berumur duapuluh enam tahun itu.

[Name] menggumam sejenak, "Karena mama bilang tidak boleh."

Sakata menganggukkan kepala paham, memejamkan mata sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu, [Surname]-san,"

"Iya?"

"Maukah [Surname]-san datang pada konser summer tour kami?"

"Tentu saja-Eh? Apa?!" gadis itu membelalakkan mata kaget kearah Sakata yang tersenyum.

"Kalau begitu ayo kita bertemu lagi disini minggu depan,"

"Ta-tapi Sa-Sakatan, a-apa kau serius?"

"Tentu saja," balas Sakata cepat.

"Untuk seseorang yang sudah menyukaiku sejak begitu lama, itu pantas bukan? Bahkan sampai bisa mengenaliku seyakin itu diantara sekian banyak orang dan padatnya Akihabara, hanya dengan melihat setengah wajah dan postur tubuh," tambah Sakata tersenyum pede.

"Ku-kurasa tidak juga ...," balas [Name] canggung dengan keringat mengucur dari pelipisnya. Sungguh, gadis itu harus menyuruh jantungnya diam jika bisa agar tak terlalu keras berdentum atau sang idola bisa-bisa mendengarnya.

Sakata menatap wajah [Name] penuh perhatian, "Ah, tidak, tidak, bukankah [Surname]-san itu terhitung ...,"

"A secret admirer, right?"

Dan setelahnya [Name] yakin, kali ini, musim panas akan membawa sebuah euforia paling tak terlupakan dalam hidupnya. Bukan sebuah keindahan cahaya matahari belaka.

FIN.

APAINI. MASO LU GBLK. WWWWW //diinjek.

Intinya Utaite×IdolishSeason project adalah self project yang temanya adalah gimana saat fans dinotis idolanya /ha?/dalam empat musim yang berbeda. And yeah, USSS mewakili project kali ini :).

Utaite×IdolishSeason Project complete, check my reading list.

Thank you for y'all support!

Sincerely
えい。

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top