8. Blackcurrant Outmil

~ Sebuah perpaduan sederhana yang diramu menjadi cemilan nikmat untuk memperbaiki kualitas otak dan jantung.
Sama seperti kilasan yang kini muncul layaknya puzzle yang harus kurangkai untuk mengenali diri sendiri. ~

||

"Na ... lari!" Perintah seseorang yang sebaya denganku.

Ia tampak menahan sakit, wajah yang mulai memucat, dan napas yang memberat. Tidak! Aku tak boleh meninggalkannya.

"Nana! Kumohon selamatkan dirimu ...," pintanya kembali. Kali ini disampaikannya dengan suara merintih.

Ya Allah ... apa yang harus Na lakukan? Kenapa tidak ada orang lain di sini? Loh, loh! Gadis itu ... dia ....

Aku tergeragap pasca bayangan dari gadis itu menghilang. Tubuhku terasa kaku dan berat. Ya, aku tertidur! Dan saat ini, aku terbangun di tempat berbeda.

"Kamu pulang aja dulu, Gas! Biar Ayah yang nunggu di sini."
"Gak papa, Yah ... besok Bagas libur kok."
"Ya sudah. Ayah tinggal ke kamar Alrik dulu, Gas."
"Iya, Yah."

Dapat terdengar dengan jelas percakapan yang terjadi di luar kamar inapku. Tunggu! Kamar inap? Aku? Jadi sekarang, aku sedang berada di dalam kamar rawat Rumah Sakit?! Bukankah aku berada di dalam mobil? Bagas kan yang menjemputku di sekolah.

Kupandangi sekeliling ruangan serta apa yang memperberat pada tangan kananku. Sebuah selang bening dengan ukuran sepersekian milimeter tengah berpegang erat sebagai penyalur cairan bening untuk memberi asupan vitamin padaku.

Kiyek ... keekk ....
Suara deritan pintu yang terbuka sekilas lalu tertutup kembali, membuatku mengalihkan pandangan ke sumber bunyian tersebut.

"Nana! Baru bangun? Butuh sesuatu?" tanya Bagas saat mendapatiku tengah menatapnya. Sejurus kemudian, ia mengulurkan tangannya ke arah keningku seraya berucap, "Alhamdulillah! sudah ngga sepanas tadi. Mas panggilin dokter dulu, ya."

Kenapa cuma ada Bagas di sini? "Ayah sama Bunda mana?" tanyaku sambil menarik ujung bawah kemejanya.

"Ada di ruangan Alrik."
Aku terkejut mendengarnya. "Alrik! Alrik kenapa?"
"Gak papa, Na. Dia persis kayak, kamu!"
"Maksudnya?" Baiklah, Aluna gagal paham.
"Alrik ngga bisa makan sesuatu yang mengandung pengawet, secara terus-menerus. Makanya dia kena gangguan saluran cerna."

* Gangguan Saluran Cerna, bisa disebabkan karena reaksi alergi terhadap bahan pangan tertentu. Seperti : telur, susu, kacang-kacangan, makanan laut dll.
Sedangkan Alergi sendiri ialah, reaksi alami dari sel imunitas dalam tubuh yang bertujuan untuk melindungi tubuh dari zat-zat berbaya yang dikonsumsi.

Aku cukup lega, setelah mendengar penuturannya tentang kondisi Alrik, saat ini. Bunda memang sudah sering mengatakan, bahwa aku dan Alrik sama. Hanya umur dan jenis kelamin kami yang berbeda.

Banyak pertanyaan besar yang tersimpan dan ingin kulontarkan. Seperti; kenapa aku bisa sampai mengistirahatkan diri di tempat ini? Dan beberapa hal lainnya. Namun canggung jika harus memulai percakapan lebih dulu.

Akan tetapi, rasa penasaran ini .... "Ehm ... M-mas! eh maksudnya Bagas, kenapa Aluna bisa ada di sini?"

"Nana tadi pingsan ... dan Mas pikir, kamu memang butuh perawatan ekstra."
"Kenapa  ... Na, bisa pingsan?" Pertanyaan macam apa ini, Na?

Tak ada jawaban yang diberikan Bagas. Ia hanya terlihat memejamkan mata, seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Gas ... Bagas!" desakku.
"Iya, Na! Anggap saja beberapa bulan ini kamu sedang didera lelah berlebih, sehingga harus istirahat," tutur Bagas. Sejenak ia mendekat, lalu menaikkan selimut hingga menutupi tubuhku seutuhnya. "Istirahat, Na. Mas tidur di situ ya," sambungnya lalu menujuk pada kursi yang berada di seberang tempat tidurku.

Malam hingga pagi ini, aku tidur dengan cukup nyenyak. Kendati gadis itu selalu hadir di sepersekian menit dalam tidurku.

Menuju ke arah rumah, mobil ini kembali berada di bawah kendali Bagas. Ayah yang berada di kursi penumpang depan, sementara bunda dan Alrik, bersamaku di bangku tengah.

Alhasil, berbekal surat istirahat yang dikeluarkan oleh dokter, aku akan diistirahatkan di rumah beberapa hari.

~~~

Dengan masih berseragam putih biru, kami–aku dan seorang gadis yang sebaya denganku–mengayuh sepeda dengan semangat menuju sebuah toko buku.

"Na ... setelah ini, kita ke mana lagi?" tanyanya.

"Pulang saja, Tar! Kita kerjakan ini ... di rumahku saja, ya?" usulku.

Karena bunda yang sedang hamil besar tak ada yang menemani, akhirnya kami lebih memilih untuk mengerjakan tugas ini di rumahku.

"Punyaku sudah jadi! Tinggal diwarnai, Na." Ia mengangkat kertas gambar dengan panorama ekosistem laut, sebagai hasil karya miliknya.

Sepanjang kebersamaan kami, ia terus saja mengumbar senyum padaku. Seolah tak ada kesedihan yang tergurat di wajahnya. Namun seketika wujudnya tampak mumadar, lalu perlahan hilang dari pandanganku.

"Na! Aluna! Bangun sayang ... ini, Bunda."

Kurasakan tepukan yang berulang pada pipi kiriku, disertai suara bunda memanggil namaku. Lagi-lagi aku terbangun dengan keringat yang membuatku basah kuyup bak tertidur di bawah guyuran air.

"Na mimpi apa? Dari kemarin, setiap tidur Na pasti terbangun dengan kondisi seperti ini," cecar bunda khawatir.

Aku menggeleng sembari tersenyum. Aku sendiri pun tak tahu, apa yang sedang terjadi pada diriku? Pasalnya, sejak malam itu—saat rawat inap di rumah sakit, mimpi ini terus-menerus menghampiriku. Siapa gadis itu? Apa dia temanku? Jika benar, mengapa aku seolah melupakannya?

"Na ...," panggil bunda seraya membenarkan suraiku yang teracak. "mandi terus sarapan. Nanti Bunda telepon ke sek–"

"Jangan, Nda! Na masuk sekolah aja hari ini," pintaku yang membuat bunda berpikir sejenak.

"Na mandi dulu! Bunda tanya sama ayah solusi terbaiknya," petus bunda lalu beranjak meninggalkan kamarku.

🎒🎒🎒

Dikarenakan rasa khawatir yang teramat mendalam, akhirnya  sepasang kekasih halal yang tak lain adalah ayah dan bunda, mengantarkaku ke sekolah pagi ini.

"Na ...." Suara merdu milik bunda menghentikan sejenak aksiku memandangi jalan.
"Iya, Nda."

"Kalau nanti di sekolah ngerasa pusing atau gak enak badan, Na lansung telepon Bunda atau Ayah ya!"
"Iya, Nda."

Nasihat kali ini diberikan bunda dengan penuh keseriusan. Tumben banget! Biasanya dikit-dikit ngerajuk, dikit-dikit mang-

"Ih ... jangan iya, iya aja dong. Ayah! Bantuin Bunda, bilangin sama anak ayah ... supaya dengerin omongan Bunda," protes bunda meminta pembelaan dari ayah.

Ya ampun, Nda! Baru aja Na ngomongin dalam hati, sudah kambuh lagi kelakuannya. Lagipula Na harus jawab seperti apa? Huuh ... bisa ngga sih, manis-manisan sama ayah itu nanti aja, setelah Na turun dari mobil.

"Astagfirullah hal'azim! Anaknya Ayah, kan, anaknya Bunda juga. Kita kan patner dalam proses pencetakan Aluna," cetus ayah yang terdengar konyol. Sejurus kemudian menggema riuh tawa bunda mengisi mobil.

Ya Allah ... bolehkah Aluna berubah menjadi amuba sejenak? Agar telinga Na terhindar dari virus bahasa dewasa ayah dan bunda. Beruntungnya tepat usai mengamini do'aku sendiri, mobil ini sudah berhenti di depan gerbang utama Anugerah Persada.

"Ayah!" Kuraih lalu kucium punggung tangan ayah. Begitupun dengan bunda. "Nda. Aluna sekolah dulu, Assalamu'alaikum," pamitku.

"Wa'alaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh," jawab mereka bersamaan.

Kuayunkan langkah untuk menuju kelas yang berada di lantai tiga. Hingga terdengar sebuah suara menyapaku.

"Hai, Na! Sudah sembuh?"

Aku memberikan senyum serta anggukan kepada Saras–teman sekelas yang akhir-akhir ini dekat denganku.

👟👟👟

# Sementara itu di dalam mobil, pasca Aluna memasuki halaman sekolah.

Tampak bunda yang sedang memandangi sang putri, seraya menyusut air mata yang terjun bebas dari netra segarisnya.

"Kak Dhiaz ... kenapa anak kita harus ngalamin ini? Dosa apa yang sudah Lin perbuat ya, Kak?" gumam bunda Aluna yang kini menyandar pada jendela sambil mendekap Alrik.

"Lintang, ini ujian untuk kita semua. Kita harus kuat .... supaya mampu menjaga Aluna, sampai ia bena-benar sembuh dan kembali menjadi dirinya seutuhnya. Dan juga menjaga si kecil ini."

Tak menampik jika dalam hati kecilnya, Dhiaz pun merasakan gusar dengan kondisi sang putri. Akan tetapi, sebagai kepala rumah tangga, ia harus mampu menguatkan diri serta merengkuh keluarganya.

.
.
.
Assalamu'alaikum, Friends ....

Dhi kembali mengantarkan biskuit rasa terbaru milik Aluna. Semoga kalian juga menikmati kisah ini.

Dhi ingin baca kesan kalian tentang cerita ini dong! Plis ... kalian tulis ya🙏

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa VOTE dan juga KOMEN. Terima kasih 🙏😊🤗

8-18.04.20 -> 18.04.20 19:40

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top