CHAPTER 20

DISCLAIMER :
Animasi Boboiboy dan semua karakternya adalah milik Monsta Studios.
Seluruh alur cerita ini merupakan imajinasi Author dan tidak berkaitan dengan cerita sebenarnya pada animasi Boboiboy.

WARNING!!!
Original character, out of chatacter, typo dan kesalahan kata dalam ejaan.
Mohon maaf jika ada kesamaan dengan cerita lain.

RECOMENDED SONG :
Victory - Two Steps From Hill
Memory Reboot - Narvent and VØJ
Everything Works Out in the End - Kodaline
Round and Round - Heize
Sumpah dan Cinta Matiku - Nidji

.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°.•°

Shiloh menutup pintu ruangan Kaizo, ia menoleh pada laki-laki itu lewat kaca pintu yang menembus ke dalam ruangan.

Sebenarnya Shiloh kasihan melihat Kaizo yang hanya bisa duduk di ranjang dengan satu tangan diborgol dan satu tangan di infus. Satu tangan dan satu kakinya terluka. Shiloh seperti melihat ibunya dulu.

Itu alasan kenapa Shiloh peduli dengan Kaizo.

"Nona Shiloh." panggil seseorang. Shiloh menoleh, terlihat seorang pria dengan pakaian tentara yang datang menghampirinya.

Pria itu berbisik padanya.

"Di markas militer?" tanya Shiloh, pria itu mengangguk. "Saya sudah membawakan seragam Nona."

Beberapa saat setelah Shiloh mengganti pakaiannya, ia bergegas ke ruang kerja ayahnya, dimana Theo berada.

Shiloh sempat ragu ingin memutar gagang pintu, untung saja pintu itu sudah dibuka lebih dulu dari dalam. Terlihat laki-laki muda dengan wajah murung yang baru saja keluar dari ruang kerja ayahnya.

"Aku sudah bisa menduga apa yang Ayah katakan." ucap Shiloh.

Theo menghela nafas lagi, mereka berjalan menjauh dari ruangan itu. "Ayah ingin aku tetap melanjutkan pendidikan militer lusa."

"Sudahlah, tidak apa-apa."

Theo diam, Ia menatap aneh pada kakaknya. "Kenapa kamu tiba-tiba memakai baju militer? Kamu bilang hari ini libur." ujar Theo.

"Ya, tapi seseorang ingin bertemu denganku di markas militer. Jadi aku harus memakainya."

Maa Theo hanya mengangguk paham, "Kalau begitu, temui aku di depan pasaraya sore nanti. Hari ini aku ingin melihat peragaan busana. Seandainya waktumu luang, mungkin kita bisa melihatnya bersama."

"Baiklah, maafkan aku, Theo. Tapi ini urusan mendadak."

"Tidak apa-apa, sampai bertemu nanti sore!" Maa Theo berjalan lebih dulu saat mereka sudah sampai di lobby.

Shiloh mengikuti tentara yang tadi menjemputnya, mereka akan pergi ke Markas Militer Angkatan Udara menggunakan mobil dinas.

Sepanjang perjalanan, Shiloh hanya diam sambil menatap jalanan lewat kaca jendela mobil.

"Sepertinya Nona akan terlibat lebih jauh terkait masalah Kapten Kaizo." tiba-tiba pria di sampingnya bersuara.

Shiloh menoleh.

Pria itu bernama Gutta Van Jick, teman dekat Marsma Niccolo Jason.

Shiloh tidak terkejut, ia tersenyum miring. "Kenapa begitu?" tanyanya.

"Seseorang yang ingin menemuimu adalah orang terdekat Kapten Kaizo." jawabnya.

Shiloh hanya diam. Ia kembali menatap ke jendela mobil. Apa itu Fang? batin Shiloh.

Setibanya di markas, Shiloh diantar oleh Gutta ke ruangan Jenderal Besar yang memimpin seluruh unit Pasukan Militer Angkatan Udara bangsa Euro. Ada Kapten Lee dan satu wanita yang bersama Jenderal Besar.

"Duduklah." perintah Jenderal Besar, Shiloh mengangguk dan duduk dihadapan Kapten Lee.

"Letda Shiloh, mereka dari TAPOPS ingin menemuimu." ucap Jenderal Besar.

Shiloh menoleh pada Kapten Lee, kemudian beralih pada wanita di sampingnya yang tampak menatapnya marah. Shiloh tidak mengenal siapa wanita itu. Ia hanya menatapnya, dan melihat perhiasan yang ia pakai.

Tampak seperti perhiasan yang dibeli Kapten Kaizo yang ia pilihkan. Apa wanita itu yang Kaizo bilang wanita anggun dan elegan? batin Shiloh.

Sejak tadi mereka hanya saling melirik dari atas sampai bawah. Dilihat dari pakaiannya, Shiloh merasa wanita ini adalah orang yang berpengaruh di tempat asalnya.

"Aku Kira'na, Ratu Planet Gur'latan."

.•°.•°.•°

"Wanita itu tidak punya etika." gumam Kira'na. Tangannya bersandar di pintu mobil sambil menatap lurus ke depan.

Mobil itu dikendarai oleh Kapten Lee berada di tengah mobil pengawal prajurit militer angkatan udara. Mereka akan diantar menuju Istana Presiden untuk menemui Alberto Moonstone.

Kapten Lee terkekeh kecil mendengar gumaman Kira'na.

"Untuk apa kami membebaskannya, dia juga ingin di sini, melawan bangsa ini. Bukankah Kaizo hendak melakukan perlawanan seperti yang dia inginkan tempo hari? Lagi pula jika Kaizo dibebaskan, dia akan kembali untuk melawan kami." itu jawaban Shiloh saat Kira'na memintanya membebaskan Kaizo.

"Sekarang tak ada gunanya berbicara dengan Presiden Euro." Kira'na bergumam lagi.

"Semua ada gunanya, aku yakin Presiden Euro akan memberi kita syarat yang berat jika Kaizo dibebaskan." ucap Kapten Lee.

"Ya, aku takut dia tidak bisa keluar hidup-hidup." balas Kira'na.

"Itu tidak mungkin, orang seperti Kaizo sudah sering menghadapi masalah seperti ini. Dia tahu apa yang harus dia lakukan." ujar Kapten Lee.

Tiba-tiba jam kekuatan Kapten Lee berbunyi, panggilan suara masuk dari Komandan Kokoci. "Bagaimana? Kalian sudah menemui Shiloh?" tanyanya.

"Sudah, tapi itu tidak berhasil." jawab Kapten Lee.

"Tentu saja tidak berhasil, dia hanya kaki-tangannya saja dan bukan orang bepengaruh di Euro." sambung Kira'na.

"Sekarang kami hendak menemui Presiden Euro, Komandan. Namun, mungkin ada sesuatu yang akan menjadi jaminannya agar Kaizo bisa bebas hidup-hidup." jelas Kapten Lee.

Komandan Kokoci tampak berpikir, "Aku sudah memprediksi, kita tidak akan bisa membebaskan Kaizo dalam waktu dekat. Mungkin bisa saja sekarang, tapi jangan pernah menggadaikan barang-barang berharga TAPOPS." ucap Komandan Kokoci, Kapten Lee mengangguk.

Panggilan itu terputus sesaat setelah mereka sampai di halaman Istana Presiden. Istana Presiden bangsa Euro itu tampak luas dan megah, suasana di sini tampak asri dan sejuk. Namun semua itu berbanding terbalik saat Kira'na dan Kapten Lee duduk di ruangan yang juga diduduki oleh Presiden Euro.

"Langsung saja, apa maksud tujuan kalian kesini untuk memintaku membebaskan Kaizo?" tanya Alberto.

"Arogan sekali." gumam Kira'na.

"Ya, sebagai gantinya aku akan memberikan lima puluh pesawat tempur." jawab Kira'na.

Kapten Lee membelalakkan matanya, ia menepuk bahu wanita itu. "Kira'na, kita sama saja membantu mereka." lirih Lee.

"Jika tidak, Kaizo tidak akan bisa bebas." balas lirih Kira'na.

"Tapi lima puluh pesawat tempur itu berharga bagimu." ujar Kapten Lee.

"Kaizo jauh lebih berharga bagiku." balas Kira'na menekankan kalimatnya.

Mendengar perdebatan kedua orang di hadapannya, Alberto hanya tertawa. Hal itu membuat Kira'na dan Kapten Lee menoleh menatapnya.

"Kalian pikir, lima puluh pesawat tempur itu sebanding dengan Kaizo? Dia jauh lebih berharga bagiku dari yang kalian pikirkan." seru Alberto.

"Aku ingin yang sama berharganya."

Alberto tersenyum miring, "Aku ingin kekuatan voltra milik planetmu, untukku."

.•°.•°.•°

Dari pagi sampai pagi, Kaizo hanya bisa diam dan berbaring di atas ranjang tanpa melakukan apapun.

Suatu ketika, seorang dokter beserta para pengawal yang berjaga di luar ruangannya datang. Mereka melepaskan borgol Kaizo dan memintanya duduk di kursi roda.

Mereka membawa Kaizo keluar dari ruangan itu, "Kalian akan membawaku kemana?" tanya Kaizo. Mereka tidak menjawab.

Satu-satunya yang Kaizo pikirkan adalah, Alberto akan mengeksekusinya. Alhasil Kaizo memberontak, ia melawan para pengawal itu dengan keadaannya yang sulit dan berakhir dirinya tidak sadarkan diri setelah salah satu pengawal menyuntikkan obat bius.

Sedangkan Shiloh, ia sudah mengganti pakaiannya untuk menemui Theo. Gutta menawarinya tumpangan untuk ke pasaraya, dengan senang hati Shiloh menerima tawaran itu.

"Kolonel Gutta, apa akhir-akhir ini Marsma Niccolo sangat sibuk?" tanya Shiloh.

"Setahuku, kami hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk menunggu radiasi fosfor di Kota Chidirn menghilang. Dalam waktu tiga hari itu, kami tidak ada agenda di Planet Cambela. Nona sendiri juga tidak ditugaskan dalam waktu tiga hari ini kan?" jelas Gutta sambil fokus mengendarai mobil.

"Ya, berarti seharusnya Marsma Niccolo tidak melakukan apapun hari ini." ujar Shiloh, ia menatap jalanan dari kaca jendela mobil.

"Memangnya ada apa?" kini Gutta yang bertanya balik.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya bertanya-tanya apa yang dia lakukan seharian ini, kenapa tidak membalas pesanku. Aku pikir dia terlalu sibuk untuk memberiku kabar." jawab Shiloh.

Gutta meliriknya, gadis itu sedang memainkan kedua jari tangannya diatas paha. Tapi bukan itu yang Gutta lihat, melainkan sebuah cincin yang terselip di jari manisnya.

"Niccolo pasti punya alasan sendiri, Nona harus percaya padanya. Kalian kan sudah bertunangan, komitmen yang dijalin harus lebih kuat."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top