Chapter 5 - Goodbye, Salvador!

Rumah itu terletak di tepi jalan berbatu, didirikan di atas panggung batu dengan bunga-bungaan menghias tepiannya. Harum lavender di pekarangannya sedikit mengaburkan aroma manusia yang menghuni rumah itu. Warna dindingnya hijau muda, sedangkan warna pintunya biru tua, Valentine rajin mengecatnya setiap tahun. Sebuah rumah keluarga bahagia, tak terpikirkan bahwa seorang detektif vampir tinggal di sana.

Orang bilang, sebagai penegak hukum sebaiknya tidak punya keluarga agar bisa lebih fokus pada pekerjaan. Namun Valentine benar-benar seorang deviant, tidak hanya dia menikah, istrinya seorang manusia pula.

Dua tahun lalu bayi perempuan yang cantik lahir bagi mereka. Begitu mendengar ada tamu datang ke rumah, anak perempuan itu muncul mendadak di depan Chipper, membuat lelaki tua itu hampir kena serangan jantung. Valentine tertawa terbahak-bahak melihat keisengan putrinya.

"Ashley, kau hampir membunuhku." Dengan gemas, Chipper menggelitik perut Ashley yang tergelak-gelak lalu menghilang dan berlarian ke dapur tempat ibunya berada. "Paman Chipper datang!!"

"Sayang, kamu tidak bilang akan ada tamu istimewa malam ini." terdengar gerutu Jeanne dari ruangan lain. "Kalau kamu bilang aku bisa masak lebih banyak."

Valentine langsung muncul di belakang istrinya dan menciumnya. "Maaf, sayang, kau tahu aku orang yang spontan."

"Ya sudah, tunggu, aku akan masak sayur kesukaan anda, Tuan Chipper."

Valentine melangkah ke kulkas dan mengeluarkan botol Blatter-Red AB baginya dan B bagi putrinya. Lalu dia menata meja makan, bersama dengan sup dan beberapa sayuran yang dimasak istrinya. Sejak menikah dengan Andrei Valentine, Jeanne tidak lagi memasak menggunakan bawang-bawangan. Kebetulan dia tidak terlalu suka dengan bawang jadi tidak sulit baginya untuk beradaptasi dengan sang suami.

Ashley berseru riang sambil tertawa-tawa saat naik di punggung Chipper yang berlarian seperti pesawat terbang. Lelaki tua itu meletakkan anak setengah vampir tersebut di atas sofa. "Nah. Duduk manis di sini yah. Paman mau ke toilet."

Masuk ke toilet, Chipper mengembuskan nafas lalu menggulung lengan pakaian hingga ke siku kemudian menyiram wajahnya dengan air keran. Sungguh anak vampir itu sangat hiperaktif dan dunia laksana taman bermain baginya, setidaknya bagi dia dunia ini damai dan menyenangkan. Dua puluh tahun lagi, mungkin anak perempuan itu bisa menjadi polisi yang baik. Berada di keluarga Valentine membawa kegembiraan sendiri bagi Chipper, terutama karena dia bisa mendapatkan apa yang tidak didapatkannya. Mungkin bila dia punya anak, anak itu sudah seusia Valentine, dan dia sudah punya cucu seumur Ashley.

Saat mengeringkan wajah dengan handuk, Chipper memijit rahang kanannya yang sudah gatal sejak tadi.

"Chipper. Bagaimana?"

Chipper berbisik dengan suara yang sangat pelan. Namun sepelan apapun, orang di sana tetap bisa menangkap gelombang suaranya dengan jelas. Sinyal selalu jelas, apalagi bila di atas gedung atau udara terbuka, tapi bila di dalam basement bisa-bisa hanya radio statis yang terdengar. "Aku baru pulang, Eugene. Sekarang ada di rumah Andrei."

Suara di seberang sana sangat tidak sabaran. "Ngapain kamu di sana? Kau tahu kemarin Hardy gugur? Cepat pulang! Shaheed dan Ferrett sudah menunggu di atap rumahmu!"

"Suruh mereka berdua ke sini dan mengambilnya sekarang. Aku ada di toilet rumah Andrei. Mereka tahu rumahnya, kan?"

Andrei Valentine mungkin tidak mengenal Spectreswarms, namun dirinya sudah terkenal di kalangan mereka.

"Baiklah. Tunggu di sana."

"Jangan sampai ketahuan, sejak awal aku tidak ingin melibatkan Andrei dalam operasi kita."

"Cerewet."

Sambungan terputus. Kini saatnya menunggu ketukan dari jendela, Chipper merobek coret-coretannya dan duduk di atas toilet seakan dia sedang sembelit.

Bukan ketukan di jendela, melainkan ketukan di pintu toilet yang terdengar.

"Paman Chipper cepat! Kita sudah lapar!" seru suara anak perempuan dari balik pintu.

"Sebentar lagi, Ashley, sepertinya aku sedikit diare." Chipper membuat alasan.

Dipikir-pikir, sudah lima belas menit dirinya ada di dalam toilet dan tidak melakukan apapun. Mereka terlalu lama. Chipper berdiri dan melongok keluar jendela tinggi, tidak ada apapun di sana.

Baiklah, daripada mencurigakan, lebih baik dia ke ruang makan sekarang, nanti dia akan masuk ke toilet lagi mungkin untuk cuci tangan setelah makan. Baru akan membuka knop pintu berwarna kuning itu, terdengar kaca diketuk dua kali. Chipper melirik keluar jendela, tidak ada orang.

"Ferrett?"

Segumpal asap masuk melalui jendela tinggi ke dalam toilet, kemudian terdengar suara Ferrett. "Mana catatannya?"

"Ini, ada tiga lembar. Kuharap teknik menggambarku mudah dipahami." Bisik Chipper sambil menunjukkan tiga carik kertas yang sudah dilipat menjadi satu.

Kertas itu terangkat kemudian menghilang seperti masuk ke dalam kain yang tidak terlihat. "Selamat makan malam, Tuan Chipper. Terima kasih banyak."

"Hati-hati, Ferrett."

Terlihat selubung asap mengalir keluar melalui jendela dan Chipper bisa makan malam dengan tenang.

Saat lelaki tua itu membuka pintu toilet, terdengar suara orang lain dari ruang tamu. Telinga Chipper sudah terlatih untuk membedakan warna suara tertentu dan dia tahu ini adalah suara yang beberapa jam lalu didengarnya.

"Tangkap semua, jangan sampai ada yang kabur sekalipun seekor tikus!" itu suara Baron Norvam, mau apa dia di rumah ini?!

Ditambah suara pergulatan yang terjadi di sana, tampaknya Valentine sedang mencoba untuk mempertahankan diri dari seseorang yang berusaha membekuknya. Chipper tahu tujuan Norvam ke sini bukan untuk ikut makan malam, tapi melihat ada botol Blatter-red O Bawang, jelas kedatangan mereka bukan untuk tujuan yang menyenangkan.

Chipper mencoba menuruni tangga, namun seorang vampir mutasi menangkap bayangannya. Dengan bengis vampir mutasi itu mengejar Chipper, lelaki tua itu bergegas masuk kembali ke dalam toilet lalu menggerendelnya.

"Ferrett!! Shaheed!!" lelaki tua itu berkeringat banyak, menekan rahangnya dengan keras. Dia menahan pintu kamar mandi yang berhasil digerendelnya. "Ferrett, Shaheed, kembalilah! Kami diserang! Mereka ingin melenyapkan Valentine!"

***

Seharusnya Shaheed dan Ferrett mengabaikan serangan itu. Berdua saja tidak akan mampu mengalahkan puluhan vampir yang mengepung rumah kecil berdinding hijau muda dengan pintu biru tua. Bahkan Ferrett tahu itu tidak mungkin bisa dilakukan, jumlah mereka terlalu banyak, mungkin ada tiga puluh vampir dan mereka semua adalah homo mutos nosferatu.

Tapi mendengar SOS Chipper, Shaheed kembali sambil melepaskan tembakan-tembakan peluru perak yang membunuh tiga vampir di luar.

"Teroris! Teroris!"

Para vampir itu benar-benar tidak membawa senjata apapun, mereka ingin datang ke rumah Andrei Valentine seakan menghadiri sebuah pesta. Mereka mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan teroris hantu. Mungkin pipa besi atau tongkat kayu bisa berguna, setidaknya untuk membentengi diri. Bulu roma merinding, aroma perak tercium, mereka mulai mengayunkan senjata mengibas udara kosong, berharap ayunan liar mereka menghantam musuh yang tak terlihat.

Saat sekepul uap terlihat melayang menuju ke sebuah gang gelap, seorang vampir mutasi memerintahkan tiga orang anak buahnya untuk mengejar.

Melalui goggle pendeteksi panas, Ferrett melihat Shaheed sudah sampai di sebelahnya, mereka sedang bertengger di atas atap berbeda dua rumah dari kediaman keluarga detektif Valentine. Pemuda berdarah India itu baru saja menghabisi tiga vampir mutasi yang mengejarnya menjadi arang dan debu.

"Kau gila, Shaheed."

"Chipper sudah lama jadi informan kita, dia mata kita di permukaan. Tidak mungkin kita biarkan dia mati," jawab orang itu dengan logat India yang kental.

"Kenapa mereka menyerang rumah Valentine? Bukankah berurusan dengan petugas hukum berarti berurusan dengan Count Allastair? Norvam sudah terlalu jauh!" Kata Ferrett.

"Aku tidak tahu soal itu. Tapi para vampir itu tidak membawa senjata apapun, bila Chipper tidak mengatakan mereka di sini untuk melenyapkan Valentine, aku tidak akan percaya."

Shaheed menyemprotkan spray light-bender ke tubuhnya lagi dan mengembalikan pada Ferrett. Gadis itu juga menyemprotkan spray light-bender ke seluruh tubuhnya dan setelah menyematkan ke dalam salah satu kantung di pakaiannya, ia menyusul Shaheed.

Karena persediaan peluru perak sudah habis, mereka mengistirahatkan pistol mereka dan bergerilya dengan pisau perak. Mengendap-endap di arah yang tidak terduga, kemudian menikam dari belakang langsung ke titik vital seperti jantung. Satu vampir mati, tidak boleh kalap, segera mundur bersembunyi dalam kegelapan untuk relokasi.

"Gang itu! Cepat! Cepat!" kapten pasukan vampir itu melepas tiga orang vampir ke gang lain. Sementara Shaheed mengandalkan aksi gerilyanya itu sendirian, Ferret masuk melalui jendela toilet yang terbuka.

Seorang vampir berhasil menerobos masuk ke dalam toilet yang sama dan mencekik Chipper. Lelaki tua itu sedang bertahan, mendorong kepala vampir mutasi tersebut dengan tangannya agar lehernya tidak tertembus dua gigi taring yang tajam.

Seketika, mulut vampir itu tersayat melebar dari sudut bibir kiri sampai ke telinga kiri, darah merembes keluar. Selera makan vampir itu menghilang seketika, menyadari wajahnya disayat pisau perak. Perlahan daerah tersebut terbakar api, namun yang membunuhnya adalah pisau Ferrett yang menghujam menembus jantungnya.

Lelaki tua itu memegangi lehernya dan mengatur nafas yang berat, wajahnya masih merah akibat dicekik dengan kuat beberapa saat lalu, "syukurlah, Ferrett, kau kembali lagi."

"Alex, aku akan menyemprotkan spray light-bender ini ke tubuhmu, setelah itu kau harus menyelinap keluar dari rumah ini dan pergilah ke markas. Kau mengerti?"

"Jangan pedulikan aku, Ferrett, keluarga Andrei dalam bahaya. Tolong selamatkan mereka."

"Tapi kamu lebih penting bagi kami. Selamatkan dirimu, pergi ke markas. Biar aku dan Shaheed menolong Valentine." Tanpa menunggu lagi, Ferrett menyemprotkan spray light-bender pada tubuh Chipper dan lelaki tua itu kini menghilang wujudnya. "Nah, kau punya 60 menit, bergegaslah!"

Ferrett membuka pintu toilet dan terdengar langkah Chipper di belakangnya mengendap-endap. Kelihatannya lelaki tua itu berjalan keluar dari rumah ini melalui pintu belakang. Jantungnya nyaris melompat keluar melalui mulut saat ia melihat dua vampir mutasi yang berdiri menjaga pintu belakang. Detik berikutnya, dada kedua vampir itu memuncratkan darah seakan ditembus pisau tak kasat mata, perlahan mereka terbakar menjadi arang dan abu.

Terdengar bisikan seseorang dengan logat india, "pergilah, Chipper. Hati-hati, bila kau bergerak terlalu banyak, uap akan keluar dari tubuhmu dan vampir itu bisa mengetahui keberadaanmu."

Lelaki tua itu mendengarkan nasihat tersebut dan melaksanakannya. Berhasil melewati tiga blok dari kediaman Valentine, dia berhenti sebentar untuk mengambil nafas.

"Aku sudah terlalu tua untuk ini ..." keluhnya sebelum lanjut berjalan menuju distrik selatan.

***

Setelah menuruni tangga dari lantai dua, Ferrett berjalan hati-hati menuju ruang makan. Di ruangan itu, keluarga Valentine sedang dikepung oleh tiga vampir, seorang vampir berambut platinum dan seorang lagi pemuda yang menggunakan kaus hitam tanpa lengan. Pada punggungnya terselempang sebuah shotgun, dan salah satu tangannya memegang sebotol Blatter-red O Bawang.

Valentine didudukkan di atas kursi makan, kedua tangan terikat borgol perak. Pasti gara-gara borgol perak itu, Valentine tidak bisa berteleport untuk melakukan perlawanan atau kabur. Perak terhadap vampir mirip seperti bagaimana kryptonite terhadap Superman; terutama terhadap vampir yang usianya belum mencapai dua ratus tahun.

Seorang vampir dengan rambut platinum duduk di atas meja makan dengan salah satu kaki naik ke atas. Botol Blatter-red AB milik Valentine kini berada di tangannya dan Norvam tersenyum, "kau aneh, Valentine. Ingin menjatuhkanku, tapi tetap menjadi pelanggan setiaku."

Wajah detektif itu berasap dan terbakar sedikit, rambut hitamnya yang licin kini terurai satu-satu di depan dahinya. "Bila aku ingin menjatuhkanmu, aku sudah melaporkan semua pada Charlotte Allastair."

Norvam meletakkan botol AB di atas meja, jenis darah itu bukan seleranya. Ia memungut sepotong nugget ayam dan mengunyahnya, "hm! Minyak dan lemak, sudah lama sekali aku tidak menyantap mereka. Sejak menjadi vampir, indera pengecapku berubah fungsi; dulu ini semua terasa gurih, sekarang hambar. Siapa manusia di sini? Istimu kah?"

Seorang vampir mutasi anak buah Norvam terkekeh bengis lalu menarik istri Valentine yang sedang menangis sambil memeluk anak mereka di pojok ruangan. Dipisahkan ibu dan anak itu dengan tega.

"Jangan sentuh istriku, atau ..."

"Atau? Atau apa?" ejek Norvam dengan kedua gigi taring terekspos.

Anak buah Norvam itu mengendus leher Jeanne yang gemetar ketakutan, "hmm, A, ini favoritmu." Kemudian dia melemparkan istri Valentine pada temannya yang menyukai golongan darah A. Wanita itu menjerit memanggil nama suaminya, namun dia tidak berkutik dalam cengkraman vampir.

Valentine berteriak, mereka menarik rambut istrinya sehingga leher putih manusia itu terekspos dengan pembuluh darah yang berdenyut pada pangkal leher. Dengan tidak sabar vampir penyuka darah A itu membenamkan kedua taringnya mencabik pembuluh darah tersebut. Darah merah segar memuntah keluar, vampir itu menghisapnya dengan rakus. Vampir lain menarik pergelangan tangan wanita itu dan menggigit pembuluh darah yang masih berdenyut lalu menghisapnya juga.

Tangisan Ashley nyaring, anak perempuan itu berurai air mata menangisi ibunya yang disantap vampir beramai-ramai. Mendadak mimpi buruk terasa lebih baik daripada pemandangan ini.

"Jangan sentuh istriku, kau vampir sinting tak beradab!! Terkutuk kau Norvam! Kau dan gumpalan-gumpalan tengik yang mengikutimu!!"

Norvam menarik rambut Valentine dan berdesis bengis, "salahmu sendiri ikut campur bisnisku! Kalau bukan gara-gara kamu, istrimu masih hidup sekarang. Kau lah yang membunuh istrimu!! Ini salahmu!"

"Demi Tuhan, aku belum melaporkanmu pada Charlotte Allastair! Aku memberimu kesempatan untuk menarik pasukanmu dan membatalkan niat kudetamu itu!!" Valentine menginjak lantai kayu dengan sepatunya, frustrasi akibat gagal melepaskan ikatan di pergelangan tangannya. Wajahnya yang pucat kini memerah padam dengan kedua mata berlinang air mata.

"Ah, bukan, bukan itu. Aku tahu siapa kau, Valentine, vampir berhati domba. Tapi kau tidak tahu siapa aku; aku benci diancam."

"Aku tidak mengancam! Kau tidak mungkin bisa mengalahkan mereka hanya karena kau punya otak manusia!"

"Aduh, kamu baik sekali, Valentine! Berhati domba, berjiwa malaikat! Untuk itulah aku datang membawakan pemeriah untuk makan malammu hari ini. Salvador!"

Lelaki dengan menenteng shotgun di punggungnya itu mendekati Solo Valentine, pada salah satu tangannya tergengam sebotol Blatter-red O Bawang. Saat ia berhadapan dengan Valentine, Ferrett bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Pupil mata Ferrett melebar melihatnya, dia tidak akan lupa dengan wajah teman-temannya. Mukanya panjang, dengan wajah yang suram. Dia masih ingat wajah itu! Itu wajah yang menghilang lima tahun lalu, ternyata dia masih hidup!

... sebagai peliharaan vampir.

Salvador menarik rambut Valentine hingga kepalanya yang dipenuhi luka bakar itu menegadah ke langit-langit ruangan. Vampir berkumis tipis itu tertawa. "Terserah kau, Norvam. Kau salah langkah! Bila aku hidup, aku jelas akan melapor pada Charlotte Allastair. Tapi bila aku mati, Charlotte sudah pasti akan curiga padamu. Kau sudah mati! Kau dengar aku? Kau sudah mati, Norvam!!"

"Terima kasih, Valentine, tapi aku tidak percaya ramalan." Norvam memiringkan kepalanya, sebagai aba-aba bagi Salvador untuk melakukan tugasnya.

Salvador membuka paksa mulut Valentine dan menahan mulut itu terbuka dengan sebuah benda seperti corong sehingga isi Blatter-red O Bawang masuk langsung ke tenggorokannya. Perlawanan Valentine tidak berarti , kedua tangannya diborgol dengan besi perak, demikian pula dengan kedua kakinya. sehingga botol Blatter-red O Bawang itu masuk dengan bebas ke dalam tubuh Valentine.

"Itu adalah O Bawang. Rasa besi dan bawang. Kau benar, seperti manusia yang terus meracuni diri dengan bir, whisky, vodka ... yang ini mungkin rasanya seperti ... hmm ..."

Valentine berusaha memuntahkan cairan darah panas itu keluar, namun Salvador memasukkannya sedikit demi sedikit sehingga si polisi malah tercekok. Sesekali Salvador berhenti agar semua yang masih ada di mulut Valentine tertelan sebelum mulai menuang lagi. Kedua bola mata vampir itu dipenuhi urat merah, dan keringat yang keluar dari pori-porinya berubah menjadi asap.

Sebagai pihak yang merasakan langsung kerasnya darah tersebut, Valentine tidak yakin kalau minuman ini benar-benar murni disedot dari tubuh manusia. Aroma bawangnya terlalu kuat! Sangat kuat sehingga tenggorokannya terbakar dengan cepat. Ia seperti merasakan ada lava atau belerang dari letusan gunung berapi mengalir masuk ke dalam tubuhnya. Begitu panasnya hingga terasa dingin. Jangan-jangan Norvam mencampurkan bubuk bawang ke dalam minuman ini untuk meracuninya!

"Ah! Seperti kalau manusia meminum bensin yang terbakar."

Asap mulai keluar dari tubuh Valentine, yang pertama-tama menghitam adalah kedua bola matanya. Setelah itu dia seperti kertas yang terbakar perlahan dari dalam. Salvador berhenti menuangkan minuman tersebut dan menonton vampir itu hangus mulai dari organ pencernaannya dulu.

"Papa!! Papa!!" tangis Ashley Valentine sekencangnya hingga suaranya pecah.

"Anak vampir itu juga harus mencoba." Norvam tertawa santai.

Bagi para vampir, jeritan bocah yang tangisannya menyayat hati itu terdengar seperti embikan domba sebelum dipotong. Mungkin karena setelah menjadi vampir, jantung mereka berhenti berdetak dan membeku. Tapi Salvador masih manusia, Blatter-red O Bawang di tangannya hanya menganggur.

Ini sudah kelewatan, Ashley hanya anak kecil.

"Tunggu apa lagi? Kau sudah bunuh bapaknya, sekalian bunuh anaknya!" desak Norvam.

"Ashley!!" jerit sang ibu yang masih mencemaskan keselamatan putrinya saat seorang vampir mulai menghisap darahnya dengan rakus.

"Mama!" jerit bocah itu dengan wajah yang basah.

"Goblok!" Norvam mulai menampar wajah peliharaannya. Didorong-doronglah kepala Salvador sampai nyaris jatuh ke lantai. "Kau tahu kenapa aku tidak menjadikanmu vampir? Karena kau goblok! Kau pengecut dan penakut, tidak berguna!"

Salvador memejamkan mata, dia sudah tidak tahan lagi. Dengan cepat dia meraih apapun yang bisa diraihnya dan mengayunkannya untuk membunuh Norvam. Dia ingin Norvam mati! Apapun yang diambilnya itu mengenai tangan Norvam yang sedang melindungi diri, dan tangan itu terpotong jatuh ke tanah. Tangan si rambut platinum itu berasap dan terbakar, dia melangkah mundur sambil mengeluarkan sumpah serapah.

Vampir lain maju untuk mengamankan Salvador yang menggila, namun dia menyemburkan cairan O Bawang ke wajah para vampir itu dari dalam mulutnya. Setiap vampir di ruang makan itu menjerit dengan asap keluar dari wajah mereka yang meleleh.

Melihat Norvam hendak melarikan diri, Salvador melemparkan benda yang masih tergenggam di tangannya tadi, pisau daging itu berputar dengan cepat menancap dalam menembus tulang tengkorak vampir itu. Lubang di kepalanya mengeluarkan asap, terbakar. Tanpa ampun, Salvador melesakkan botol Blatter-Red O Bawang langsung ke mulut vampir berambut platinum itu sambil menginjak tubuh vampir tersebut dengan kedua lututnya. Bibir botol itu masuk begitu dalam langsung ke dalam tenggorokkan Norvam.

"Habiskan tahimu!! Habiskan!!" Salvador mengemeletakkan giginya penuh dendam. Sudah cukup atas semua hinaan selama lima tahun! Sudah berapa kali dia memimpikan untuk melakukan hal seperti ini pada vampir yang sudah mematikan harga dirinya sebagai manusia ini. Salvador tidak peduli yang dia lakukan kejam atau jahat, dia ingin melakukan ini sejak terakhir kali melihat Reynold Xabat.

Rasa panas yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pikiran Norvam mulai kabur. Hanya ada rasa sakit yang dirasakan disekujur tubuhnya. Mendadak semua kekuatannya seperti menghilang entah kemana, Norvam lupa betapa luar biasa dirinya sebagai manusia sekuat vampir, atau vampir secerdas manusia. Hanya ada rasa sakit yang membara.

Vampir lain dari ruang depan mendengar suara keributan yang janggal dan bergegas maju untuk menangkap Salvador, pada saat itulah Ferrett menghunus pisau peraknya untuk melindungi Salvador. Satu persatu jantung-jantung vampir itu terbakar dan tubuh-tubuh vampir mutasi itu berjatuhan ke lantai sebagai arang dan debu.

"Mati kau sampah!! Bagaimana rasanya, hah?? Bagaimana rasa tahi kentutmu ini?!" bentak Salvador, menyeringai.

Saat Blatter-Red O Bawang sudah habis, seluruh tubuh Norvam sudah berubah menjadi arang dan debu.

Salvador meninggalkan mayat itu dan meraih yang tersisa dari Norvam. Potongan tangan itu masih terbungkus kain jas hitam, Salvador menarik serpihan kain tersebut hingga lepas.

"Ferrett, cepat, regu polisi vampir yang lain sudah dekat!" terdengar suara lelaki berlogat India dari depan pintu.

Salvador mencoba untuk melihat ke sekitarnya, jantungnya melonjak menyadari bahwa dia tidak sendirian di ruangan ini. Pada pintu depan, dia melihat sekelebat bayangan putih melompat pergi. Ada Spectreswarms di sini!

"Ben, ayo!"

Salvador hampir saja melompat karena kagetnya mendengar suara seorang perempuan dengan jarak kurang dari satu meter. Kini di ruangan itu hanya ada Ashley Valentine berlumur darah ibunya yang menangis di sisi mayat yang membujur kering. Ada aliran darah yang menyembur keluar dari dua lubang di lehernya seperti air yang memuncrat dari keran rusak.

Abu dan arang, sisa-sisa dari tubuh Norvam berserakan di bawah sol sepatu Salvador. Seketika peliharaan itu sadar bahwa dia sudah tidak punya tempat untuk pulang lagi.

"Ben!" panggil seseorang dari lantai dua.

Dia menaiki tangga, mengejar suara itu. Di lantai dua dia melihat sebuah jendela bergeser dan sekelebat uap bergerak pergi melompat meninggalkan rumah kediaman keluarga Valentine. Pemuda itu mengejarnya, mengikuti kelebatan itu merayap di atap.

Lima tahun membuatnya lupa jalan kembali ke markas, ia telah berusaha sebaiknya untuk tutup mulut mengenai Spectreswarms sehingga Norvam tidak menyangka bahwa dia adalah bagian dari para Hantu. Namun setelah pertemuan mereka di Duck Avenue, keraguan muncul pada pikiran Ben, ada rasa takut Spectreswarms akan menolaknya. Seseorang memegang tangannya dengan erat, tangan yang kecil dan lembut seperti tangan perempuan. Kemudian ia mendengar suara spray disemprotkan dan tubuhnya perlahan menghilang.

"Ayo, Ben. Kita pulang."

Saat ia mengikuti teman lama ini melompati atap demi atap hingga sampai ke lingkungan yang sangat dikenalnya, kulitnya serasa merinding. Ia tidak percaya hari ini ada, ia tidak pernah percaya. Bahkan tidak pernah berani memimpikannya.

Sejak pertama kali dia berhadapan dengan Baron Norvam di Distrik Timur, ia kencing di celana, mengira dirinya akan mati saat itu juga. Setelah menjadi peliharaan vampir, ia cemas mereka akan mengetahui latar belakangnya. Selalu terpikir, mungkin suatu saat Norvam akan membunuhnya saat dia sedang kesal, atau mungkin dia akan dibunuh teman-teman lamanya dalam sebuah konflik.

Tapi inilah kenyataannya sekarang; dia bebas.

Tak ada lagi Salvador.

Ben Xabat telah kembali.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top