Chapter 2 - Pasca Serangan Teroris

Tepat setelah menutup pintu gorong-gorong, efek spray light-bender yang membuat tubuh mereka tidak terlihat itu habis. Satu persatu anggota operasi malam ini menampakkan diri, sekalipun beberapa bagian tubuh masih terlihat transparan. Tiga orang terluka ringan dan satu orang hilang.

"Mana Ryan?"

Tidak ada yang tahu kemana Ryan pergi. Bila dia dihisap vampir, entah dia akan menjadi vampir juga, atau mati kering kehabisan darah. Tapi mungkin juga beberapa hari kemudian dia akan ditemukan sedang berjalan-jalan di kota sebagai zombi.

"Kerja bagus, prajurit. Mari makan malam dan tidur." Kolonel Bollevar melangkah masuk melalui lorong gelap dan becek. Gogglenya tidak dilepas, bahkan dia masih memasang tabung oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya. Mau bagaimana lagi? Dia sendiri tidak tahan bau bawang yang kuat di sepanjang lorong ini.

Makan malam terdengar gaduh karena para anggota operasi malam ini ramai menceritakan bagaimana mereka membunuh vampir. Tapi tak seorangpun yang membicarakan Ryan. Mengetahui gelagat ini, Amber Ferrett mengerti bahwa Ryan mungkin tertangkap oleh para vampir atau terbunuh dalam tugas. Mereka baru menang malam ini, membicarakan kehilangan seperti itu akan mengacaukan suasana gembira yang ada di antara mereka.

Dulu, banyak anak-anak yang orangtuanya mati terbunuh vampir dikumpulkan oleh Kolonel Bollevar dan dibawa ke sebuah desa di atas bukit tak jauh dari Cox. Nama desa itu, Sunshine Valley. Tempat itu juga menjadi penyedia bahan ransum bagi mereka yang sekarang berada di Cox, berjuang untuk memenangkan kejayaan manusia di atas bumi sekali lagi.

Gadis berkacamata itu pergi ke kulkas untuk mengambil sebotol bir. Setelah itu dia mengambil pelindung telinga dan berjalan seorang diri ke sebuah ruangan untuk berlatih menembak. Ia tidak punya masalah dengan membidik, hanya saja recoil pistol yang ia gunakan masih merepotkan kredibilitasnya sebagai penembak jitu.

"Springfield tidak pulang." Ucap seseorang dari belakangnya. Hanya dengan mendengar logatnya, sudah ketahuan dia orang India. Satu-satunya orang India di gorong-gorong ini adalah Shaheed Singh.

"Semoga dia hanya tersesat." Jawab Amber Ferrett. Lima tahun lalu Xabat bersaudara juga hilang. Banyak orang bilang Ben sudah meninggal, walau mereka hanya menemukan Reynold.

"Setidaknya dia tidak menjadi peliharaan vampir."

"Ryan tidak akan jadi peliharaan vampir." Gadis berkacamata itu menembak lagi.

"Yah, Springfield memang berisik, tapi dia bukan Xabat."

Gadis itu sebenarnya akan menarik pelatuk sekali lagi, dia sudah fokus pada bidikannya. Namun ucapan Shaheed yang terakhir itu mengusiknya. Gadis itu tidak bisa berkonsentrasi lagi sekarang, dia meletakkan pistolnya dan penutup telinga lalu mengejar Shaheed yang kembali ke barak.

"Apa maksudmu, Shaheed?"

Seorang lelaki yang alisnya sangat tipis yang sedang tiduran di atas kasur melihat Ferrett masuk ke barak pria, kemudian bersiul. "Wow, Ferrett masuk barak. Ayo duduk sini."

Ini bakal lama. Shaheed tahu itu, dia mengajak Ferrett keluar dari barak untuk berbicara tanpa diganggu. Mereka menemukan tempat yang sepi lalu berbicara dengan suara pelan.

"Aku melihat Xabat."

"Ben? Dia masih hidup?"

"Dia anjing pemburu sekarang."

"Hah? Siapa?"

"Baron Norvam. Itu majikannya."

Amber Ferrett seperti kalah taruhan dalam pertandingan antara Manny Pacquiao melawan seorang petinju amatir yang kakinya gemetaran saat naik panggung. "Kok bisa? Apa yang dia pikirkan?"

"Mana kutahu. Aku tidak pernah kenal Xabat secara dekat."

"Kau tidak pernah kenal siapapun secara dekat."

"Ya, dan itu saja yang bisa kukatakan padamu mengenai operasi hari ini."

Saat Shaheed hendak kembali ke barak, Ferrett menahannya. Ini belum selesai. "Mungkin kau salah lihat. Dia hilang selama lima tahun, kalau dia menjadi peliharaan vampir, kenapa kita baru tahu sekarang?"

"Mana kutahu. Para vampir itu berburu sebulan sekali, kadang dua bulan sekali. Tidak hanya Norvam yang suka berburu, dan tidak setiap kali dia membawa peliharaan. Baron Norvam itu psikopat, dia menganggap perburuan manusia sebagai sekadar hobi seperti manusia berburu kijang di hutan. Kadang dia berburu dengan rekan bisnis, kadang sendirian, kadang bersama keluarga, kadang dengan anak buah atau siapapun, suka-suka dia yang penting senang."

"Bisakah kita mengambilnya kembali? Mungkin Ben hanya terpaksa bersama Norvam."

Itu adalah usul terkonyol yang pernah didengar Shaheed seumur hidup. "Ferrett, hadapilah ini. Pada detik dimana seseorang menjadi peliharaan vampir, dia harus setia pada vampir itu apapun yang terjadi. Bila masternya mati, dia harus ikut mati juga atau dibunuh vampir lain."

"Tapi Ben benci vampir."

"Kenyataannya dia menyebut Norvam 'master' sekarang. Dan kau tahu? Kolonel nyaris bolong perutnya gara-gara dia. Ben Xabat sudah mati, terimalah kenyataan itu atau kau juga ikutan mati nanti."

Shaheed kembali ke barak untuk beristirahat. Dia tidak banyak bergaul dan lebih suka menyimpan energinya untuk persiapan menghadapi para vampir. Mungkin itu sebabnya Shaheed menjadi prajurit favorit Kolonel Bollevar saat beroperasi. Dia ditemukan Kolonel Bollevar saat usianya tiga belas, sedang melarikan diri bersama ibunya. Mereka dikejar ayah mereka yang berubah menjadi zombi, Kolonel terpaksa meledakkan kepala si ibu saat tuan zombi Singh memakan istrinya. Setidaknya Nyonya Singh tidak menderita lama.

Shaheed tidak punya masalah dengan kedisiplinan, ayahnya seorang anggota keamanan khusus sejak sebelum langit Cox ditutupi awan mendung abadi. Selama sepuluh tahun Tuan Singh mengubah rusun mereka menjadi benteng pertahanan penuh mesiu dan aroma bawang yang kuat. Suatu hari mereka menyelamatkan seorang teroris yang terluka dan mendengar tentang Sunshine Valley dan Spectreswarm, Tuan Singh tertarik untuk bergabung. Namun saat Kolonel Bollevar menjemput keluarga Singh, para vampir mengendus gerakan mereka dan terjadilah tragedi itu.

Ferrett tidak ingat lagi apa bunyi nama asli Shaheed sebelum dia mengubah namanya dan bersumpah untuk memerangi para vampir sampai umat manusia merdeka. Sudah terlalu lama nama itu dibuang.

Saat Ferrett kembali ke ruang makan, tempat itu sudah menjadi meja judi tanpa barang taruhan sekarang. Situasi sudah membuat manusia tidak lagi membutuhkan sesuatu yang bernama uang, mereka hanya menggunakan kepingan botol bir sebagai uang bohongan. Katanya agar tidak kehilangan atmosfirnya, entah atmosfir apa. Dari obrolan mereka, Ferrett pun mendengar mereka membicarakan Xabat sebagai peliharaan vampir.

Satu suara bergema dalam batinnya, "tidak mungkin! Mereka pasti salah lihat!" namun suara kecil dalam hatinya pun mengatakan bahwa kabar menggelikan itu benar. Tidak mungkin mereka semua bersekongkol untuk mengarang cerita seperti itu tentang Ben. Sampai benar dia menjadi peliharaan vampir, kelak Ferrett harus menghadapi Ben, mungkin harus membunuhnya. Lebih dari itu, ada sesuatu yang mencelos terasa dalam dirinya. Sesuatu seperti pengkhianatan.

Perempuan itu gusar, dia mengambil sebotol bir dari dalam kulkas dan meneguknya hingga ketiduran.

***

Aliran listrik masuk ke dalam tubuh Salvador sejak dua jam lalu. Air liurnya jatuh berceceran di atas lantai dan kulitnya sudah menghitam. Kesadarannya menghilang, nafasnya jadi sesak dan orang itu pun jatuh pingsan.

"Anjing tidak berguna!" Baron Norvam menginjak kepala orang pingsan itu.

"Manusia bisa berguna bila kamu memanfaatkannya dengan tepat. Tapi secara keseluruhan, mereka memiliki inteligensi tinggi dan kemampuan adaptasi yang sangat baik. Itu sebabnya sesungguhnya manusia dan vampir itu imbang, tak ada yang lebih superior." Seorang lelaki dengan kumis tipis menuangkan scotch ke dalam sebuah gelas. "Kalau kau ingin dia berguna sedikit, gigit saja. Siapa tahu tubuhnya toleran dan bisa menjadi vampir sepertimu."

Baron Norvam meringis dengan wajah bengis. "Aku tidak mungkin melakukan itu sembarangan, Declan."

Lelaki berjas putih dengan kumis tipis itu meminum scotch nya. "Aku juga tidak akan mengubahnya jadi vampir bila aku adalah kau. Sudah lama kau menyiksanya, bila dia jadi vampir bisa-bisa dia membalas dendam padamu."

"Aku tidak takut pada siapapun yang baru saja berubah jadi vampir. Aku bisa menggigit peluru, aku cerdas, aku lebih berpengalaman! Vampir lain pun tunduk padaku!"

Seketika, lelaki berjas putih itu menghilang dan tahu-tahu sudah berada di belakang Baron Norvam. Kuku-kuku jarinya menghujam ke dalam tubuh Norvam, mengelilingi dinding jantungnya. Norvam tidak sempat mengelak atau menghindar. Tapi dia sadar jantungnya bisa remuk seperti jeruk peras bila Declan berniat untuk mencengkram tangan kanannya. "Jangan sombong begitu dong, Norvam. Ingat, sebagai homo mutos nosferatu tetap ada beberapa fasilitas yang tidak akan pernah bisa kau dapatkan seperti homo nosferatu."

Norvam berusaha melepaskan diri. Nyerinya luar biasa di jantung, dadanya serasa terbakar. Namun semakin dia berjuang untuk melepaskan diri, semakin besar luka dalam yang ia dapatkan dari cakar Declan. "Evolusi, sihir, teleportasi ... misalnya."

Norvam merasakan kuku-kuku Declan mulai bergerak meremas jantungnya. Ia menjerit penuh rasa sakit. "Baik, baik, aku akan ingat itu. Maafkan aku, Declan! Manusia tengik itu membuatku kesal aku tidak bisa mengendalikan ucapanku, aku tidak bermaksud."

Declan menarik tangannya dan mengembuskan nafas penyembuh sehingga lima lubang di punggung Norvam perlahan menutup, seperti lubang pasir yang dialiri air di pantai.

Declan Allastair tingginya seratus delapan puluh dengan postur tegap. Seperti vampir pada umumnya, ia memiliki tatapan tajam misterius dengan warna mata biru terang. Rambutnya yang hitam tertutup sebagian oleh topi fedora putih seperti jas dan kemejanya yang elegan. Sekalipun bukan tipe orang yang suka bertelanjang dada, namun Declan memiliki banyak sekali tato pada permukaan kulitnya. Pada kedua punggung tangannya, terlihat tato salib yang terukir dengan aliran art nouveau.

Ia mendekati sosok manusia yang sedang tak sadarkan diri dengan air liur keluar dari mulutnya, benar-benar persis anjing sekarang. Terlihat genangan darah merah keluar dari perutnya yang masih terbuka, oleh-oleh perburuan tragis kemarin. Luka ini setidaknya telah menggores ususnya, pemuda ini bisa mati dalam hitungan hari atau mungkin malah jam. Karena kasihan, Declan menyentuh luka itu dan darah kotor merembes keluar. Setelah itu perlahan luka mengering dan menutup dengan cepat.

"Kamu kan peternak, Baron, sebaiknya kamu fokus pada bisnismu saja. Masalah Marja, serahkan pada hukum. Cepat atau lambat, gembong teroris itu pasti akan tertangkap." Dalam sekejap mata, Declan sudah berada di ambang pintu, meletakkan gelas scotch nya lalu berjalan menuju pintu ruangan dan menghilang tanpa repot membuka pintu.

"Dasar deviant!" desis Norvam pada sosok yang baru saja pergi dari kediamannya. Jantungnya masih terasa nyeri. Kadang dia lupa bahwa keluarga Allastair berbeda dari vampir murni pada umumnya, terutama Declan. Mereka pandai berdeduksi.

***

Emelinda Vladovic menelusuri jalanan distrik selatan Cox, segala yang ada darinya meneriakkan warna ungu. Ada feather boa ungu melingkar di lehernya, menutup bagian atas dada montoknya. Riasan eyelinder pada kelopak matanya cukup tebal, kontras dengan lipstik ungu di bibirnya di atas bedak tebal. Emelinda menggunakan pakaian one piece dress bermotif macan tutul dengan warna ungu. Dia seperti lampu neon berjalan.

Suasana hatinya sedang baik hari ini, serangan teroris kemarin-kemarin membuat tugasnya jadi serasa wisata kuliner. Di antara distrik lainnya, distrik ini yang paling banyak dihuni oleh manusia.

Di sebelahnya, berjalan seorang lelaki botak dengan jas dan dasi. "Menurut analisis tim forensik, Spectreswarms datang dari arah selatan. Diperkuat dengan temuan darah manusia menuju sisi selatan."

"Ya, ya, ya. Kerja bagus. Sudah kau lakukan apa yang kuperintahkan tadi?"

"Kami telah menangkap 70 kepala keluarga di distrik selatan. Sebelah sini, Master." Lelaki botak dengan jas dan dasi itu mengantarkan tuannya menuju sebuah lapangan yang dipenuhi puing-puing bangunan. Dulu sebelum awan mendung abadi menyelimuti Cox, tempat ini adalah lapangan golf.

Memasuki daerah itu, Emelinda mengendus udara dalam-dalam, betapa lapar perutnya saat ini. "Hmm ... lezat sekali."

Sampailah mereka pada kerumunan manusia yang kotor, berminyak dengan wajah ketakutan dan rambut kusut. Count Allastair telah memberikan kebijakan untuk tidak menyantap manusia-manusia liar dengan berlebihan. Hal ini dikarenakan jumlah populasi manusia mengalami penurunan tajam dalam dua dekade. Namun bila terjadi serangan terorisme, penyantapan diizinkan asal tidak berlebihan.

"Selamat siang, makanan malam." Sapa Emelinda Vladovic, mempertontonkan wajah cantiknya yang putih oleh bedak dengan mata ungu muda yang tajam. Sepasang gigi taring yang tajam mempercantik seringainya. "Aku tahu kalian semua tidak bersalah. Kalian semua terlalu bodoh, dungu dan penakut untuk menjadi teroris. Baru kemarin, kedamaian kita terusik oleh ulah sekelompok manusia yang jahat. Mereka mematikan, tidak terlihat, tapi bisa berdarah. Dari mengendus darah mereka saja aku tahu mereka manusia biasa, dan mereka melarikan diri ke arah distrik selatan. Maka dari itu demi keamanan nasional, sebaiknya kalian bekerja sama dengan pihak keamanan dan jangan melindungi para teroris. Katakan, di mana teroris itu bersembunyi?"

Para warga tidak ada yang tahu, sekalipun sudah memohon dan mengatakan sejujurnya bahwa mereka tidak tahu bahkan sampai menangis-nangis, Emelinda tetap tidak percaya. Seorang vampir bisa membedakan golongan darah manusia berdasarkan aromanya, kebetulan Emelinda suka yang asam. Mudah saja, dia memilih seorang pemuda kurus menggunakan sweater lusuh.

"Hmm ... darah kamu asam, sedap sekali."

"Ahh!! Ahh!! Lepaskan! Lepaskan aku! Ampuni aku, Master! Ampun ..!"

"Kamu tahu gak dimana markas para Hantu?" tanya Emelinda dengan gemas, tidak sabar untuk menghisap darah manusia ini.

"Tidak, aku tidak tahu, Master. Aku warga yang taat hukum, tidak mau ikut-ikutan mereka!"

"Ckckck ... ya sudah, aku akan berbaik hati membuat kamu jadi makhluk yang berguna sedikit." Gigi taring Emelinda menghujam masuk menembus kulit leher pemuda itu tepat di pembuluh darah besar. Pemuda itu berteriak saat darahnya memuncrat keluar dengan deras, sebagian masuk ke dalam mulut Emelinda dan sebagian lagi lolos menetes ke atas rerumputan. Lidah Emelinda bergerak menjilat di sekitar lubang hasil coblosan kedua taringnya untuk mencegah lebih banyak darah kesukaannya ini mubazir.

Bila ingin menjadikannya vampir, manusia itu cukup dihisap darahnya sedikit saja. Setelah itu bila dalam 24 jam pemuda ini bisa selamat dari demam akut, maka dia akan bermutasi menjadi vampir. Tapi Emelinda sedang kelaparan saat ini, dan makanan yang ditemukannya ini sangat sempurna. Golongan darah asam, tidak mandi tiga hari dan sepertinya orang ini tidak suka makan bawang. Maka dia menghisap semua darah pemuda itu sampai kering.

Sekarang rombongan manusia yang meringkuk ketakutan itu berharap pemuda itu tetap mati dalam 24 jam. Atau akan bertambah satu zombi merepotkan yang harus mereka urus di lingkungan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top