Chapter 1
Pikiran Neya melayang pada suatu kejadian yang tak pernah ia inginkan. Helaan napas terdengar begitu mencekat. Sesaat kemudian, ia tersadar dari hal sia-sia.
"Aku mungkin sudah gila. Tidak-tidak, ini bukanlah diriku," ucap Neya pada diri sendiri sembari menepuk-nepuk kedua pipinya. "Apa yang kau pikirkan, Neya? Fokus dan kerjakan semua dengan benar!"
Tumpukan makalah kakak tingkat yang harus ia pelajari dilihat sepintas. Ia salah satu mahasiswi di Korea Selatan. Kim Ne Ya itulah nama aslinya, hanya saja teman-temannya biasa memanggil dengan sebutan si pucat. Tebak saja kenapa bisa dijuluki si pucat? Yeah, itu karena ia keturunan vampir. Ayahnya adalah ketua vampir yang jatuh cinta pada ibunya yang hanya seorang manusia biasa. Mungkin jika dulu ayahnya menjadikan ibunya bagian dari vampir, ia tak akan terlahir di dunia dan ibunya masih hidup sampai saat ini.
Neya mengetahui bahwa ia keturunan vampir dua tahun lalu sebelum nenek yang telah merawatnya meninggal dunia. Sebelum neneknya meninggal, wanita itu terlebih dahulu menceritakan kejadian silam padanya. Bagaimana ibunya meninggal saat melahirkannya dan sang ayah menitipkannya pada nenek dan kakek sampai ia akan tinggal bersama ayahnya. Kini Neya berada di antara anggota vampir.
Neya masih manusia, tetapi terkadang berkekuatan vampir. Anggota vampir lainnya tidak ada yang berani untuk menyentuh ataupun menyakitinya. Meskipun terkadang darah manusianya selalu menggoda dahaga mereka.
"Dor!" Sebuah suara membuyarkan lamunan. Ia mengelus bahu yang terasa sakit akibat dipukul oleh seorang lelaki.
"Kau ingin mati?" ancam Neya pada seorang lelaki yang baru saja duduk di sampingnya.
"Ayo, pergi! Lebih baik kita bolos saja, anak-anak sudah menunggu di luar aku belum siap untuk presentasi hari ini."
Lelaki itu menarik lengan Neya membuat lengan yang terbalut perban dalam kemeja panjang gadis itu terasa sakit.
Neya tidak akan bisa menyembunyikan rasa sakitnya pada lelaki yang saat ini menatap tajam ke arahnya.
"Kenapa? Kenapa merintih?" Lelaki itu menarik ke atas lengan kemeja Neya membuat gadis itu semakin merintih. "Kenapa dengan lenganmu?"
"Lepaskan, Daeho! Aku tidak apa-apa. Ayo, pergi! Kau bilang anak-anak sudah menunggu, kan?" Neya berdiri berusaha mengabaikan pertanyaan Daeho.
Lelaki bernama Daeho malah menarik tangannya membuatnya terduduk kembali.
"Apa dia yang melakukannya? Bawa aku ke ayahmu dan suruh dia menggigitku!"
Neya memukul kepala Daeho dengan sangat keras. Memang hanya Daeho satu-satunya teman yang mengetaui identitas Neya; keturunan vampir.
"Kau gila? Jika ayah menggigitmu sampai di situlah jantungmu akan berdetak. Apa kau mengerti? Jangan coba-coba memintanya untuk menggigitmu!" Neya kembali berdiri lalu meninggalkan Daeho di dalam kelas. Tak lama kemudian sosok lelaki itu sudah berada di sampingnya.
"Hei, si pucat, Neya! Cepatlah!"
"Berhenti memanggilku si pucat!" perintah Neya sembari menaiki mobil milik Soomi.
"Kim Dae Ho, Kau saja yang menyetir mobilnya!" Insoo menuruni mobil lalu berpindah tempat duduk di samping kursi pengemudi. Sedangkan Neya, Soomi, dan Park Jeong Hoon duduk di belakang.
Saat ini mereka tengah berada di tempat pengisian bahan bakar. Daeho dan Insoo mengganti posisi mereka. Insoolah yang kini kembali mengemudikan mobil.
"Kita akan ke mana?" tanya Jeonghoon sembari merangkul lengan Neya, membuat gadis itu sedikit merintih kesakitan.
Sepintas Daeho melirik tajam ke arah Neya dan seketika gadis itu berhenti merintih agar teman-temannya tak mencurigainya.
"Kau kenapa?" tanya Soomi. Gadis itu asyik melihat diri sendiri di kaca mobil, sedangkan yang ditanya hanya diam tak menjawab.
Neya mengarahkan pandangan pada deretan pemandangan yang dilalui oleh mereka. Ia menikmati meskipun sebenarnya tidak. Mereka berlima akan menuju Pulau Jeju, pulau indah yang mungkin akan mengobati sedikit luka di hati Neya.
Sesampai mereka di sana, Neya melihat Soomi menuruni mobil lalu memakai kacamata hitamnya. Gadis itu merentangkan kedua tangan sembari menikmati segarnya udara.
"Cepat masuk kita harus memarkir mobil lalu bermain di pantai!" perintah Insoo.
Dengan kesal Soomi melepas kacamata kemudian mendekatkan wajahnya memasuki kaca mobil tepat di samping Insoo.
"Apa yang kau lakukan?" Insoo menjauhkan wajahnya dari wajah Soomi hanya saja gadis itu malah semakin mendekatkan wajahnya ke arah Insoo.
"Lalu kenapa kau menghentikan mobilku di sini bodoh?" Soomi menoyol kepala Insoo sembari berdecak kesal.
Entah kenapa dengan Neya, gadis itu membuka pintu mobil kemudian menuruninya dan mulai melangkah mendekati pagar pembatas jalan. Ia menghirup segarnya udara pada sore hari.
"Aah, benar-benar gadis yang menyebalkan," ungkap Insoo kesal.
Soomi menyandarkan tubuhnya pada body mobil. Ia menghadap ke arah pantai. Sesekali gadis yang satu itu akan melihat ke arah Neya.
'Kau kenapa?' tanyanya yang mungkin hanya akan di simpan dalam hati.
Akhir-akhir ini Soomi sering mendapati Neya tengah melamun. Sepertinya ada sesuatu hal yang belum diceritakan kepadanya, atau mungki Neya tidak akan pernah cerita. Melihat Neya mengelus kedua lengan dengan kedua tangan serta menghirup udara kuat-kuat membuat Soomi yakin jika sahabatnya itu sedang memiliki masalah. Angin segar menghantam seluruh tubuh Neya membuat tubuh ramping gadis itu sedikit kedinginan.
"Kau masih mengingatnya?" Pertanyaan Soomi membuyarkan lamunan Neya.
Soomi hanya menebak. Jika memang karena hal itu, ia tidak akan bertanya lagi. Biarlah Neya yang menyelesaikan rasa kalut dalam hatinya. Soomi hanya akan ikut campur jika diminta, jika tidak maka dirinya hanya akan menjadi penonton.
'Ini bukan berarti aku tidak peduli, hanya saja Neya tidak begitu suka jika aku dan teman-temanku membahas atau berusaha ikut campur dalam masalahnya yang satu ini.'
"Tidak ... aku hanya menikmati indahnya pantai." Neya menyunggingkan senyuman pada sahabatnya. Sungguh, ia benar-benar cantik saat tersenyum. Namun, di mata Soomi, senyum Neya hanya kedok untuk menutupi segala beban.
Daeho berjalan mendekati Neya. Ia berdiri di samping gadis itu yang juga diikuti oleh Jeonghoon.
"Kau tidak ingin turun?" tanya Jeonghoon.
Dengan perasaan terpaksa Insoo menuruni mobil, kemudian membanting kasar pintu.
"Ayo, kita berfoto dulu!" ajak Soomi.
"Miss selfie," ledek Insoo yang sontak membuatnya mendapat tatapan tajam dari Soomi. Insoo gemar sekali menggoda dan meledek Soomi. Terkadang sampai membuat Soomi benar-benar marah dan seharian tidak mau berbicara padanya.
Soomi mulai menghitung, ia tidak akan menghiraukan Insoo. "Satu, dua, tiga." Gadis itu melirik sepintas lalu berdecak. 'Mengataiku tapi juga ikut berfoto!'
Beberapa kali Soomi mengambil gambar diri bersama teman-temannya. Hanya Neya satu-satunya yang tak fokus, seperti memiliki masalah. Berkali-kali juga Soomi menyuruhnya agar mengarahkan pandangan ke arah kamera.
"Sudahlah simpan batraimu untuk di pantai nanti!" Daeho mengamati Neya, lelaki yang sedari tadi terdiam itu akhirnya membuka mulut.
~Tbc~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top