Lembar 148
Pagi itu, Hwagoon keluar dari kamarnya ketika ia berhasil mengendalikan perasaannya sendiri. Dan tepat di samping pintu, di sanalah Dayang Utama Han berdiri menatapnya dengan sebuah tuntutan yang terlihat dalam sorot matanya.
"Apapun yang kau lihat dan kau dengar hari ini, anggap semua itu tidak pernah terjadi." perkataan yang terucap dengan begitu dingin.
"Ye, Agassi... Mari, Nyonya sudah menunggu."
Keluar dari Paviliunnya, meninggalkan Hoseok yang masih terduduk di tempat sebelumnya. Hanya berdiam diri sebelum helaan napasnya terdengar menyapu ruangan kosong yang kini ia tempati.
Satu tangan kosong yang berada di atas lututnya mengepal kuat, mencoba mengendalikan perasaannya yang berkecamuk sejak ia menginjakkan kaki di Istana Gyeongbok. Bukan karna Hwagoon, melainkan karna sesuatu yang lain yang tak mungkin bisa ia bagi kepada siapapun.
Hari itu, Istana mulai tampak sibuk untuk mempersiapkan pernikahan Putra Mahkota. Hwagoon harus menerima pendidikan Istana dalam waktu singkat, lalu bagaimana dengan Jungkook?
Putra Mahkota itu pun juga terkejut akan apa yang ia dengar pagi itu dari Kasim Seo. Baru semalam ia bertatap muka dengan calon istrinya, dan dua minggu lagi mereka akan saling mengikat diri dengan hubungan suami istri. Jungkook gelisah, bukan karna Hwagoon. Melainkan karna sang Rubah yang tak kunjung kembali.
Meski dia meragukan bahwa Changkyun akan kembali, namun di sudut hatinya menyimpan harapan yang besar bahwa Changkyun pasti akan kembali padanya. Dan sangat di sesalkan apabila Changkyun tidak ada di hari pernikahannya nanti.
Kesibukan yang terjadi di dalam Istana dengan cepat merebak ke seluruh penjuru Joseon. Sebuah berita mengejutkan yang tiba-tiba terdengar di antara kabar kesehatan Baginda Raja yang memburuk selama beberapa tahun belakangan ini. Tak khayal jika banyak rakyat Joseon mensyukuri berita bahagia tersebut, tak terkecuali dengan para Kelompok Pedagang.
"Ketua... Ketua..." dari luar terdengar lantang suara seseorang memanggilnya, namun Taehyung tak ingin beranjak dari tempatnya hingga pintu perpustakaan terbuka dan derap langkah kaki mendekat ke arahnya.
"Ketua..." seru salah satu anggota Kelompok Pedagang yang terlihat lebih muda dari Taehyung.
"Ada masalah apa? Kenapa kau terlihat begitu panik?"
"Agassi, pernikahan Agassi dengan Putra Mahkota akan di laksanakan dua minggu lagi."
Terkejut? Tentu! Namun tak ada yang bisa di tunjukkan dari raut wajah yang selalu terlihat tenang namun terkesan dingin tersebut. Taehyung tidak menyangka bahwa Ayahnya mengambil keputusan secepat ini, atau mungkinkah itu di sebabkan oleh surat yang ia tulis sebelumnya.
"Beritanya sudah menyebar, sebentar lagi Agassi akan menjadi Putri Mahkota."
"Kau senang?"
"Tentu saja, ini adalah hal yang patut untuk di rayakan."
"Kalau begitu, pergilah dan rayakan hal ini bersama dengan yang lainnya."
Bukannya pergi, pemuda itu malah terdiam di tempatnya dan membuat Taehyung tak bisa mengabaikannya begitu saja.
"Kenapa masih berdiri di situ?"
"Ee... Apa... Ketua, tidak ingin pergi ke Istana?"
Salah satu sudut bibir Taehyung terangkat. "Jika aku pergi, maka Baginda Raja harus membatalkan pernikahan Agassi."
"Kenapa? Kenapa bisa seperti itu?"
"Akan lebih baik jika kau tidak tahu, sekarang pergilah!"
"Ye, ye."
Pemuda itu lantas segera meninggalkan Taehyung, dan tepat setelah pintu kembali tertutup, saat itu pula terdengar suara kekehan ringan Namgil yang sedari tadi duduk di antara barisan rak yang terdapat di dalam perpustakaan. Sedangkan Taehyung saat ini tengah duduk di balik meja dengan pandangan yang mengarah pada tempat sang Ayah meski ia hanya bisa melihat kaki sang Ayah.
"Dua minggu, ya? Bukankah itu terkesan begitu terburu-buru? Apa yang sebenarnya kau tulis untuknya? Dasar bodoh!" cibiran yang keluar sebagai gumaman.
Tak ingin menanggapi sang Ayah, Taehyung menaruh kedua tangannya di atas meja dan menaruh kepalanya di atas salah satu lengannya. Kembali berdiam diri tanpa harus peduli dengan apapun yang berada di sekitarnya meski hatinya mengatakan hal lain.
Untuk beberapa waktu setelahnya, tak ada lagi yang bersuara selain hanya deru napas keduanya. Hingga Taehyung yang perlahan akan kehilangan kesadarannya, saat itu pintu tiba-tiba terbuka. Tak begitu keras namun pendengaran Taehyung yang sensitif mampu menangkap hal itu.
Taehyung pun kembali menegakkan tubuhnya dan mendapati salah satu pekerja di sana.
"Ada apa?"
"Saudagar Kim datang untuk mengunjungi Ketua."
Sedikit kaget akan berita yang di bawa oleh si pekerja, tidak menyangka bahwa Hwaseung akan mengunjunginya secepat itu. Dia lantas berucap, "bawalah dia kemari!"
"Ye, Ketua."
Si pekerja kemudian pergi dan Taehyung menjatuhkan pandangannya pada sang Ayah yang tak bergerak sama sekali dan sepertinya sang Ayah sudah tidur terlebih dulu. Beberapa detik kemudian terdengar suara pintu yang kembali terbuka dan tertutup lagi hingga pandangannya menangkap sosok yang sangat ia kenal.
"Apa kedatanganku mengejutkanmu?" tegur Hwaseung dengan seulas senyumnya yang membawanya menghampiri Taehyung yang juga membalasnya dengan seulas senyum tipis.
"Sedikit, aku tidak menyangka bahwa Hyeongnim akan datang secepat ini... Duduklah!"
Hwaseung melempar kedua ujung pakaian yang ia kenakan sebelum mendudukkan diri berseberangan dengan Taehyung. "Eih... Ada apa dengan wajahmu? Apa kau sedang sakit?"
"Tidak ada yang salah dengan wajahku, aku juga berada dalam keadaan yang sehat."
Hwaseung mengendikkan bahunya. "Mungkin hanya perasaanku saja."
"Hyeongnim datang sendirian?"
Hwaseung mengangguk. "Dia menjadi wanita yang sangat sibuk saat berada di Hanyang, dia sering mengabaikanku." perkataan yang di tujukan untuk sebuah candaan.
"Di luar begitu ramai membicarakan tentang pernikahan Putra Mahkota, apa kau juga sudah mendengar hal itu?"
Taehyung menarik senyumnya tanpa minat sebagai jawaban yang sama sekali tak memihak. Hwaseung lantas mengarahkan pandangannya ke sekeliling, mengagumi ruangan yang di penuhi oleh buku-buku.
"Kau memiliki perpustakaan yang bagus."
"Bukan milikku, ini adalah peninggalan dari mendiang Ketua Park."
"Tapi tetap saja ini sudah menjadi milikmu... Omong-omong, di mana Agassi?"
Tak langsung menjawab, Taehyung justru terdiam untuk beberapa waktu dengan raut wajah yang memunculkan tanda tanya bagi Hwaseung.
"Kenapa? Apa terjadi sesuatu di antara kalian?" selidik Hwaseung.
"Tidak ada apapun yang terjadi di antara kami."
Sebelah alis Hwaseung sekilas terangkat. "Kalian sedang bertengkar? Ah... Begitu rupanya. Pertengkaran dalam sebuah hubungan memang sudah menjadi hal yang biasa, tapi jangan sampai pertengkaran itu berlarut-larut... Bagaimanapun juga kalian akan segera menikah, akan ada banyak hal tak terduga yang akan kalian lewati."
Senyum Taehyung mengembang, menganggap perkataan Hwaseung sebagai sebuah lelucon. "Tapi sayangnya, tidak akan pernah ada pernikaha di antara kami."
Hwaseung tersentak dengan pernyataan ringan yang keluar dari mulut Taehyung. "Apa maksudmu?"
"Agassi sudah pergi, dia tidak akan bisa kembali lagi kemari."
"T-tunggu dulu, apa maksudmu? Kenapa seperti ini? Apa kalian benar-benar bertengkar? Sungguh?"
"Bagaimana aku harus menjelaskannya? Saat kami kembali dari rumah Bangsawan Shin, seseorang tiba-tiba melamar Agassi."
"Dan kau menerimanya?" ujar Hwaseung dengan lebih menuntut dan hanya berbalas seulas senyum oleh Taehyung yang membuatnya tak percaya.
"Kau benar-benar melakukannya? Sungguh?"
"Aku tidak memiliki apapun untuk bisa menahan Agassi agar tetap berada di sisiku."
"Itu bukanlah sesuatu yang bisa kau jadikan sebagai alasan... Bangsawan mana yang mempersuntingnya?" terdapat kemarahan pada nada bicara Hwaseung saat ini.
"Hyeongnim akan mengetahuinya ketika Hyeongnim keluar dari ruangan ini."
"Aku ingin mendengarnya dari mulutmu sendiri, cepat katakan! Bangsawan mana yang membawa Agassi pergi dari sini?"
"Lee Jungkook."
Hwaseung bungkam, mencoba mencerna nama yang baru saja di sebutkan oleh Taehyung. Lee Jungkook? Satu nama yang membuatnya bimbang mengingat marga Lee hanya di miliki oleh Bangsawan kelas atas yang tidak lain adalah keturuan Raja. Menyadari fakta itu, kedua netra Hwaseung membulat dengan sempurna.
"J-jangan konyol! Jangan bilang bahwa gadis yang akan di nikahi oleh Putra Mahkota adalah Agassi?"
"Park Hwagoon, gadis beruntung yang akan mendampingi Putra Mahkota."
Hwaseung tiba-tiba menggebrak meja di hadapannya dan hal itu membuat Namgil terlonjak dari tidurnya. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Kenapa begitu mudahnya kau melepaskan wanita yang kau cintai untuk pria lain? Tidak bisakah kau berpikir dengan lebih jernih lagi? Eoh!!!" Hwaseung membentak, memberikan sebuah tuntutan kepada Taehyung yang masih bertahan dengan ketenangannya.
Namgil menggaruk telinganya, merasa sedikit kesal karna tidur siangnya telah di ganggu oleh suara asing. Dia pun lantas bangkit dan menepuk beberapa bagian tubuhnya seakan tengah membersihkannya.
Namgil menggerutu, "Aigoo, aigoo... Siapa yang berani mengganggu tidur siangku ini?"
Hwaseung tertegun, merasa tak asing dengan suara itu. Dia mengarahkan pandangannya ke seumber suara dan saat itu perlahan Namgil menampakkan diri di hadapan tamu sang putra angkat, namun pergerakan Namgil tiba-tiba terhenti ketika pandangannya di pertemukan dengan Hwaseung. Mata keduanya membulat dalam waktu bersamaan di saat mereka merasakan keterkejutan yang sama pula.
"K-ka-kau?" Namgil tergagap.
"Abeoji."
"Abeoji?"
Selesai di tulis : 21.12.2019
Di publikasikan : 30.12.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top