Lembar 140
Kegelapan yang kembali merengkuh, menyergap hati yang terluka dan bersembunyi di balik kegelapan. Malam itu semua terasa begitu asing, seakan kembalinya mereka ke Hanyang hanya untuk memutuskan sebuah ikatan dan saling menerima serta memberi luka.
Sudah seharian Hwagoon mengurung diri di kamar tanpa makan ataupun minum, dan hal itu setidaknya membuat Hoseok tak bisa bernapas dengan tenang. Meski ia mengetahui hal itu dari salah satu pekerja, karna dia sendiri juga baru datang sejak kepergiannya pagi tadi yang sama sekali tak di ketahui oleh Taehyung karna dia yang memutuskan untuk pergi diam-diam.
Membawa sebuah tuntutan yang terlihat dalam sorot matanya yang dingin, Hoseok mengetuk pintu kamar Taehyung dan tentu saja berhasil mengusik ketenangan Taehyung yang saat itu tengah berdiri di dekat jendela dengan pandangan yang sebelumnya mengarah pada halaman.
"Masuklah!" suara yang masih terlihat tenang namun sedikit berbeda dari biasanya.
Hoseok pun membuka pintu dan setelah melihat siapa yang datang padanya, Taehyung lantas kembali mengarahkan pandangannya ke luar. Membiarkan Hoseok berjalan mendekatinya dan berhenti beberapa langkah di sampingnya.
"Hyeongnim baru pulang?" teguran ringan tanpa minat yang terlontar dari mulut Taehyung, ketika pandangannya tak mampu menatap lawan bicaranya.
"Kita tinggalkan Hanyang sekarang!" cetus Hoseok dengan nada serius, namun tak cukup untuk menarik perhatian Taehyung.
"Kita baru sampai, kenapa harus buru-buru pergi?"
"Istana bukanlah tempat di mana Agassi bisa bertahan."
Sudut bibir Taehyung sejenak terangkat, namun sungguh dia tidak berniat untuk tersenyum di saat ia yang tengah mempertahankan hatinya yang kembali terluka.
"Itu bukanlah sesuatu yang bisa Hyeongnim putuskan."
Tatapan dingin Hoseok perlahan menajam, dan untuk pertama kalinya dia benar-benar merasakan kemarahan pada sikap Taehyung yang terlalu tenang tersebut.
"Seseorang mengatakan padaku, bahwa seharian ini Agassi mengurung diri di dalam kamar."
"Dia membutuhkan waktu untuk berpikir."
"Kenapa?" pertanyaan yang lebih menuntut dan kembali membuat sudut bibir Taehyung terangkat.
"kenapa Ketua seakan-akan menganggap ini adalah hal yang mudah? Istana bukanlah tempat di mana Agassi bisa tinggal... Jangan mengorbankan Agassi dengan menyuruhnya pergi ke tempat terkutuk itu!"
"Tempat terkutuk, kah?" Taehyung lantas mengarahkan pandangannya pada Hoseok dan sedikit memutar kakinya hingga berhadapan dengan saudara angkatnya tersebut.
"seberapa terkutuknya tempat itu bagi Hyeongnim?"
Hoseok terdiam, tak memiliki jawaban untuk di ucapkan. Namun sungguh, dia benar-benar merasa marah pada sikap Taehyung kali ini.
"Jika Ketua tidak bersedia. Maka akulah yang akan membawa Agassi pergi dari sini!"
Taehyung sejenak terdiam, memahami kalimat yang baru saja di ucapkan oleh Hoseok. Namun raut wajahnya justru terlihat datar dan begitu dingin.
Dia lantas berucap, "kau pikir kau bisa melakukannya sekarang? Pikirkanlah baik-baik setiap perkataan yang akan keluar dari mulutmu."
Taehyung lantas berjalan melewati Hoseok, namun tanpa di duga, saat itu pula Hoseok menarik bahunya dan membanting punggungnya pada dinding. Dengan tangan kiri yang mencengkram bahu kanannya dan juga lengan yang menahan dadanya. Keduanya saling mempertemukan tatapan mata mereka yang seketika menajam.
Taehyung bisa melihat kemarahan di sorot mata Hoseok, namun kemarahannya lebih besar dari pada pemuda yang kini telah melakukan pemberontakan padanya.
"Aku sudah memperingatkanmu secara baik-baik!" ujar Hoseok, sarat akan kemarahan yang tertahan.
"Kau menaruh hati pada gadis yang salah,"
Netra Hoseok melebar, menunjukkan reaksi keterkejutannya akan apa yang baru saja di katakan oleh Taehyung.
"Jika kau memang berniat membawanya pergi, maka bunuhlah aku sekarang juga!"
Tangan Hoseok yang mencengkram bahu Taehyung sedikit gemetar akibat kemarahannya yang berusaha ia tahan. Hingga pada akhirnya Taehyung menyingkirkan tangannya dengan kasar dan meninggalkannya begitu saja tanpa ia bisa melakukan apapun setelahnya.
Taehyung keluar dari kamarnya, dan tanpa berniat untuk menutup pintu, dia bergegas menyusuri teras dan berhenti tepat di depan pintu kamar Hwagoon.
Tak ingin repot-repot mengetuk pintu, dia langsung membuka pintu di hadapannya. Namun kenyataan bahwa pintu di kunci dari dalam membuat tatapan matanya semakin menajam.
Dia lantas mengetuk pintu di hadapannya dan menunggu beberapa saat hingga Hwagoon bersedia membuka pintu, namun sepertinya penantiannya sangat percuma ketika gadis muda itu hanya duduk membelakangi pintu dengan kedua tangan yang menopang lututnya yang sedikit terangkat ke atas.
Ketukan kedua terdengar, dan itu batasan dari kesabaran Taehyung, karna setelahnya Bangsawan muda itu langsung mendobrak pintu dan tak perlu bersusah payah. Pintu tersebut terbuka dengan kasar hanya dalam sekali tendangan.
Dia kemudian melangkahkan kakinya memasuki ruangan yang cukup gelap tersebut, namun pandangannya masih bisa menangkap sosok gadis muda yang terduduk di lantai.
Dia pun menghampiri gadis tersebut dan berhenti tepat di hadapan gadis yang tak bersedia untuk melihatnya.
"Kenapa kau tidak keluar untuk makan?" pertanyaan yang terdengar begitu dingin dan semakin memperparah luka yang baru tercipta.
Hwagoon berpaling, terlalu sakit melihat pemuda di hadapannya meski tak ada lagi air mata yang tersisa di kelopak matanya ketika semua terasa membeku. Tidak memungkiri kenyataan bahwa dia pernah menaruh harapan terhadap Putra Mahkota, namun kenapa semua harus berakhir seperti ini ketika tak ada lagi harapannya terhadap Putra Mahkota di saat hatinya telah terjatuh pada pemuda yang kini berdiri di hadapannya dengan seribu ketenangan yang semakin melukainya.
Taehyung yang tak mendapatkan jawaban pun menjatuhkan tubuhnya, duduk berhadapan dengan sang gadis yang justru memalingkan wajahnya.
"Kau akan mendapatkan kehidupan yang lebih layak setelah ini."
Pernyataan kecil yang begitu melukai Hwagoon dan membimbing tatapan menuntut penuh luka gadis itu terjatuh kepada sang Tuan Muda.
"Pembohong!" bergumam dengan penuh penekanan, Hwagoon mencoba menekan perasaan kecewanya agar bisa berbicara dengan Taehyung.
"Bukankah sebelumnya Naeuri mengatakan akan menikahiku begitu kita sampai di Hanyang? Tapi kenapa Naeuri berubah pikiran hanya dalam waktu satu malam? Kenapa hati Naeuri begitu lemah? Naeuri menuntutku untuk mengatakan siapa pria yang ku cintai, tapi bagaimana dengan Naeuri? Bukankah perasaan ini hanya aku yang memiliki? Benar, kan?"
Tuntutan yang datang bertubi-tubi dan hanya mampu membuat Taehyung bertahan dengan keterdiamannya, merasa terlalu buruk untuk sekedar mengucapkan sebuah penghiburan.
"Kenapa Naeuri hanya diam? Kenapa Naeuri begitu tenang? Tidak bisakah Naeuri melihatku sekarang?"
Hwagoon menjatuhkan kedua lututnya dan bergerak mendekati Taehyung, menumpukan kedua lututnya pada lantai dan meraih kerah pakaian Taehyung dengan cengkraman yang begitu lemah di saat hatinya yang semakin melemah.
"Jawab pertanyaanku! Siapa, wanita yang ada di hati Naeuri?"
Pertanyaan yang begitu menuntut di saat air mata itu kembali terlihat di pelupuk matanya. Namun naasnya, sang Tuan Muda sepertinya tak memiliki belas kasih yang terlihat di wajah datarnya.
"Katakan! Aku ingin mendengarnya sekarang."
Taehyung menelan ludahnya pelan di saat ia yang masih tetap mengatup rapatkan mulutnya, berusaha untuk tetap menyimpan jawaban yang di inginkan oleh Hwagoon. Melihat hal itupun, Hwagoon mengencangkan cengkramannya hingga kerah pakaian Taehyung tertarik.
"Katakan! Bersikap adillah padaku! Katakan sekarang juga!"
Perkataan yang lebih menuntut di sertai dengan rasa putus-asa yang teramat dalam hingga kelopak matanya tak mampu lagi menampung air mata yang kemudian tertumpah dengan begitu mudahnya.
Menjatuhkan keningnya pada dada Taehyung, Hwagoon kembali menangis dan sesekali memukul dada Taehyung yang masih berdiam diri layaknya seorang pria jahat yang tak memiliki rasa kasihan. Namun tanpa di ketahui oleh Hwagoon, air mata itu meloloskan diri dari kelopak mata Taehyung begitu ia berkedip.
"Kenapa Naeuri melakukan ini padaku? Aku tidak pernah meminta apapun sebelumnya, kenapa kau jahat padaku? Kenapa?... Katakan sesuatu! Jangan hanya berdiam diri seperti ini!"
Menghapus air mata di wajah datarnya dengan cepat, Taehyung kemudian mendapatkan kedua tangan gadis itu dan mendorongnya dengan pelan. Membuat tatapan keduanya kembali di pertemukan, namun apa yang di lihat olehnya benar-benar melukai hatinya.
"Kau ingin aku menikahimu dan setelahnya memberikanmu kepada Putra Mahkota? Apa itu yang kau inginkan?"
Hwagoon menggeleng dengan berat di saat ia harus menahan tangisnya.
"Naeuri jahat padaku." lirih Hwagoon.
"Jika pria di hadapanmu ini adalah orang jahat, bagaimana dengan Ayahmu yang sudah merencanakan hal ini sejak lama?"
Netra Hwagoon menunjukkan keterkejutan ketika Taehyung membawa nama Ayahnya dalam pembicaraan mereka.
"Apa maksud Naeuri?"
"Ayahmu, telah menjanjikan pernikahanmu di hari sebelum kita meninggalkan Hanyang."
Menggeleng kuat, Hwagoon tak bisa mempercayai apa yang baru saja di katakan oleh Taehyung. Ayahnya tidak mungkin melakukan hal semacam itu di saat sebelum pergi ke Istana, sang Ayah mengatakan sebuah kata kiasan padanya yang mengartikan bahwa dia harus tetap tinggal.
"Naeuri berbohong!"
"Tidak."
"Ayahku tidak akan melakukan hal itu, Naeuri pasti membohongiku!"
Kedua tangan Taehyung beralih menangkup wajah Hwagoon dan menghapus air mata yang tak kunjung mengering di wajah gadis itu.
"Dengarkan aku baik-baik! Kau pikir untuk apa Ayahmu pergi ke Istana? Saat itu, Baginda Raja membuat rencana pernikahanmu dengan Putra Mahkota. Tapi semua batal setelah kepergian kita dari Hanyang."
"Jika begitu, semua masih belum terlambat. Kita bisa segera pergi dari sini." ujar Hwagoon terkesan terburu-buru.
Taehyung menggeleng pelan. "Keadaan sudah berbeda. Jika aku membawamu lari saat ini, maka mereka akan menyebutku sebagai pengkhianat... Apa kau ingin melihatku mati sebagai seorang pengkhianat yang melarikan calon Putri Mahkota Negeri ini?"
Hwagoon menggeleng. "Ini tidak adil." pandangannya terjatuh, terisak pelan sebelum tangan Taehyung merengkuhnya ke dalam pelukannya.
Air mata itu kembali menampakkan diri, ketika ia yang tak memiliki daya untuk melakukan sebuah pemberontakan. Dan di balik pintu yang terbuka, di sanalah Hoseok berdiri dengan raut wajah yang tak mampu di jelaskan sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan keduanya karna jujur, apa yang terjadi di hadapannya benar-benar telah mampu mengusik hatinya.
Malam yang semakin larut, membawa keheningan bagi dua orang yang saling merengkuh dalam luka dan keterdiamannya. Hwagoon tak lagi menangis, namun imbas dari itu semua, tak ada kata-kata yang mampu keluar dari mulut keduanya sejak beberapa waktu yang lalu.
"Ada sebuah rahasia yang ingin ku katakan padamu."
Mendengar suara lembut Taehyung, perlahan Hwagoon menarik dirinya dari Taehyung dan kembali duduk berhadapan. Saling mempertemukan sorot mata yang penuh kesakitan, namun dengan keadaan yang lebih tenang.
"Kau, bersediakah menikah dengan Putra Mahkota?"
Hwagoon menggeleng, merasa mulutnya telah lelah mengungkapkan penolakannya yang bahkan tak mampu menyelamatkannya.
"Kalau begitu, pergilah ke Istana tanpa harus menikah dengan Putra Mahkota."
"Apa maksud Naeuri?" berujar dengan lemah ketika ia merasa tak mengerti maksud dari perkataan Taehyung.
"Kau ingin mendapatkan keadilan atas kematian Ayahmu? Maka dari itu, pergilah ke Istana dan mintalah keadilan kepada Rajamu!"
Pernyataan yang semakin membingungkan bagi Hwagoon, kenapa Taehyung tiba-tiba membahas kematian Ayahnya sekarang. Sedangkan dulu setiap kali ia bertanya, Tuan Mudanya tersebut akan selalu berdalih.
"Kenapa Naeuri tiba-tiba membahas hal ini? Apa hubungannya kematian Ayahku dengan Baginda Raja?"
"Karna dialah, Ayahmu terbunuh,"
Mata sembab Hwagoon membulat tak percaya.
"karna Ayahmu datang ke Istana dan merencankan pernikahan dengan Baginda Raja lah, Ayahmu terbunuh waktu itu."
Hwagoon menggeleng, tampak tak bisa mempercayai perkataan Taehyung.
"Tidak mungkin! Naeuri pasti salah."
"Sebuah konspirasi Politik. Dengan mereka membunuh Ayahmu dan menyuruh kita meninggalkan Hanyang, pernikahan Putra Mahkota di batalkan waktu itu."
"Bagaimana Naeuri bisa tahu tentang hal itu?"
"Karna aku yang menerima surat itu sebelum aku memutuskan untuk meninggalkan Hanyang."
Hwagoon kembali menggeleng dengan pandangan yang kemudian terjatuh. Tak dapat menerima kenyataan yang baru datang padanya setelah tiga tahun lamanya. Bagaimana Taehyung bisa menyembunyikan hal ini darinya?
"Datanglah ke Istana! Bukan untuk sebuah pernikahan, melainkan sebuah keadilan."
Hwagoon terdiam, namun beberapa waktu setelahnya, senyumnya tersungging tak percaya setelah nalarnya mampu menerima semua penjelasan dari Taehyung. Ayahnya berpamitan pergi dan justru kembali dalam keadaan tak bernyawa. Dia hancur kala itu, dan lebih hancur lagi ketika ia tak tahu menahu sebab dari kematian Ayahnya.
Namun, hari ini dia mendapatkan sebuah kebenaran di antara luka hatinya yang perlahan menciptakan kemarahan di antara ribuan luka yang telah ia terima atas sikap Taehyung. Ayahnya mati tanpa melakukan dosa apapun, bukankah itu sebuah ketidakadilan?
"Keputusan apa yang akan kau ambil setelah mendengar semua ini?"
Perlahan, Hwagoon mengangkat pandangannya dengan perasaan yang lebih kuat. Dia tidak ingin menjadi lemah, dan meski perpisahan terlalu menyakitkan, namun dia akan menuntut sebuah janji untuk pertemuan berikutnya.
"Jika aku pergi ke Istana. Apa kita masih bisa bertemu setelah ini?"
"Pasti! Itu sebuah kepastian... Jika kau tidak bisa menemuiku, maka akulah yang akan datang menemuimu... Di dalam Istana!"
Pandangan Hwagoon kembali terjatuh bersamaan dengan air mata yang kembali meloloskan diri dari kelopak matanya, namun dengan cepat ia mengusapnya. Berusaha untuk menjadi sosok yang lebih tegar di hadapan Tuan Mudanya sebelum kembali mempertemukan pandangan keduanya.
"Bukan untuk pernikahan, melainkan untuk sebuah keadilan?"
Taehyung menganguk pelan, berusaha meyakinkan Hwagoon meski pada dasarnya, ia bahkan tidak yakin bahwa Hwagoon bisa menghindari pernikahan tersebut.
"Jadi, apa keputusanmu?"
"Jika Naeuri yang mengatakannya, maka aku akan pergi." ucap Hwagoon dengan ketegasan di antara luka hatinya.
"Lusa, pergilah ke Istana!"
Selesai di tulis : 02.12.2019
Di publikasikan : 02.12.2019
Jeng Jeng Jeng😁😁😁 Mimpi apa semalam, bisa Up lagi.
Mari kita persingkat, anda komen saya Update, anda baik saya akan lebih baik lagi💖💖💖
Butuh 50 relawan untuk Update besok.
Dan karna itu terlalu mustahil, maka besok saya akan bersantai saja😹😹😹
Sampai jumpa di lain kesempatan😝😝😝😝
Satu lagi, ada yang kangen sama Cenayang Min Ok?
Kabar baik karna dia akan segera Comeback. Tahukan di setiap dia keluar akan ada kejadian apa😁😁😁 Pasti tahu lah, tidak perlu di jelaskan karna kalian tentu sudah menebaknya.
50 relawan jika ingin besok Update, tidak ada penawaran meski Book ini telah di tinggalkan banyak pembaca lama karna sempat saya telantarkan😞😞😞
See Ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top