Lembar 106
Menerobos kegelapan malam dengan beberapa kali sempat melompati tembok pembatas, Kim Namgil menginjakkan kakinya di Bukchon seiring dengan rembulan yang semakin bergerak menuju barat. Tepat setelah ia mendengarkan penjelasan dari Guru Dong Il, dia memutuskan untuk segera pergi ke Bukchon untuk menyelamatkan putranya.
Penjelasan akan siapa gadis muda yang berada di sisi putranya tersebut serta penjelasan tentang gadis itu sendirilah yang mengatakan kepada Guru Dong Il dimana Cenayang biadap itu berada, dan seperti dugaan nya bahwa Klan Heo menjadi otak dari nasib buruk yang menimpa Taehyung dua tahun yang lalu. Konspirasi hitam untuk menduduki kursi Penguasa Joseon.
Kim Namgil tidak bisa membiarkan putra nya menjadi korban hanya untuk menjadikan seorang Lee Jungkook sebagai penerus tahta selanjut nya, bahkan jika dia harus menjadikan putranya sendiri sebagai seorang Raja. Dia pasti akan melakukan nya, toh pada dasarnya kedua putranya adalah anak dari pernikahan nya dengan mendiang Putri Yeowon dan itu berarti kedua putra nya pun layak menjadi kandidat sebagai penerus tahta selanjutnya.
Namun sayang nya, si Tuan Ungeom ini bukanlah seseorang yang gila akan kekuasaan. Si Tuan Ungeom adalah ayah dari sang Rubah, si Tuan Ungeom ini adalah ayah angkat dari Tuan si Rubah dan si Tuan Ungeom ini adalah Ungeom setia yang telah mencoba membunuh Rajanya sendiri.
Tak ingin membiarkan sedetik pun terbuang dengan sia-sia, dia memilih untuk melewati jalan pintas dengan melompat ke atap rumah dan berlari menyusuri atap. Melompat dari satu atap rumah ke atap yang lain nya tanpa perduli akan ada orang yang melihatnya dan meneriakinya sebagai pencuri.
Di bawah sinar rembulan malam itu, sosok Ungeom yang di gambarkan sebagai Ungeom yang paling kejam memperlihatkan kekhawatiran pada garis wajahnya yang begitu tegas. Sorot mata tajam seperti hewan malam yang tengah berburu, dia mencoba sebiasa mungkin berjalan lebih cepat di bandingkan dengan waktu yang terus berputar di sekitarnya dan tanpa ia ketahui bahwa di sisi lain. Sang putra telah siap menuju gerbang kematian.
Di saat mata itu tiba-tiba terbuka, ketika ia tersentak akan sesuatu yang kembali kepada tubuhnya. Rasa sakit yang perlahan menggerogoti dadanya dari dalam, Changkyun merenggangkan pelukan nya namun saat itu justru Yeon malah mendekapnya.
"Pergilah! Menjauhlah dari ku!"
Sebuah himbauan di saat wajahnya yang perlahan mulai mengernyit, dia tahu bahwa rasa sakit itu akan kembali. Dan dia tahu bahwa ia bisa saja melukai Yeon jika dia tetap merengkuh gadis itu, dia tidak mau, dia tidak ingin Yeon menyaksikan betapa menyedihkan nya dirinya.
"Yeon-a..." Suara yang perlahan berubah menjadi lirih di saat tanpa sadar netra dari sang gadis yang tengah mempertahankan rengkuhan nya berubah menjadi hitam pekat dengan raut wajah yang terlihat begitu dingin.
"Tetaplah seperti ini."
"Tidak bisa, aku mohon. Menjauhlah dari ku."
"Aku akan tetap di sini bersama dengan Naeuri." Seulas senyum seiring dengan setetes air mata yang berhasil meloloskan diri dari sudut matanya.
Hingga waktu yang berjalan dan semakin memperburuk keadaan Changkyun, perlahan tangan nya yang sedikit gemetar kembali merengkuh tubuh mungil gadis muda tersebut. Menahan semuanya tanpa mengizinkan tangan nya melukai punggung gadis itu.
Bibir yang sedikit gemetar di saat ia mengatup rapatkan nya demi menahan suara rintihan yang mungkin akan lolos dari bibirnya. Merengkuh tubuh sang gadis lebih erat dan bersiap untuk terjatuh setelahnya bersama dengan tangis dan rasa sakit yang di tahan oleh tubuh lemahnya.
Pangeran Tersembunyi Joseon
Kim Namgil menapakkan kakinya di atap kediaman Menteri Perdagangan Heo Junhoo, langkah kecilnya berjalan cepat menyusuri atap bangunan tesebut untuk mencari satu bangunan yang telah di sebutkan oleh Guru Dong Il sebelumnya, tempat dimana Cenayang biadap itu tengah melakukan ritualnya malam ini. Dan informasi tersebut di dapatkan oleh Guru Dong Il dari mulut Yeon sendiri.
Setelah beberapa saat, langkah itu terhenti. Dia pun berjongkok, membuka salah satu genteng dengan sangat berhati-hati namun begitu cekatan seakan ia yang tak memiliki waktu lagi. Matanya memicing setelah berhasil membuka satu genteng dan melihat sosok wanita tua yang berada dalam ruangan di bawahnya, tidak salah lagi. Meski sudah lama tak pernah pernah melihat wajah wanita tua itu tapi Namgil masih mampu mengingat bagaimana wajah iblis tersebut.
Tatapan tajam yang penuh dengan kebencian, membimbing langkahnya untuk beranjak dari tempatnya. Dengan ringan nya dia melompat ke bawah tanpa menimbulkan suara yang mungkin akan membuat seseorang menyadari keberadaan, dia kemduian segera bergegas membuka pintu di hadapan nya dengan tak sabaran.
Namun sesuatu yang tak terduga terjadi tepat saat kedua tangan nya membuka pintu itu lebar-lebar, karna tepat saat itu juga sebuah pedang hendak menebas lehernya dari arah samping.
Mata elang nya yang mampu menangkap pergerakan tersebut pun segera memblokir serangan tersebut dengan menggunakan pedang nya sendiri yang sedikit ia tarikuntuk menahan serangan yang datang dari kegelapan itu.
"Besar juga nyalimu, Tuan Ungeom."
Suara berat seorang pria yang membuat tatapan Namgil bereaksi ketika pedang keduanya saling mengunci pergerakan satu sama lain.
"Shin." Desis Namgil dengan penuh penekanan dan tiba-tiba Shin membuat pergerakan dengan tiba-tiba menyerang Namgil, dan hal itu sontak membuat Namgil memberikan perlawanan dan mengharuskan nya terlempar ke belakang dan jatuh dengan posisi satu lutut yang menyentuh tanah yang berada di halaman Kediaman Heo Junho.
Perhatian nya teralihkan oleh beberapa penjaga yang tiba-tiba berbondong-bondong dan mengepung nya, alhasil sebuah umpatan kecil lah yang berhasil lolos dari mulut nya ketika ia beranjak berdiri dan menyelipkan pedang nya pada pinggang nya di saat Shin sendiri tengah menuruni anak tangga di saat pintu yang sempat di buka olehnya tertutup kembali.
"Sebuah kehormatan bagiku jika bisa membunuh seorang buronan Negara." Sinis Shin ketika ia yang sudah berdiri berhadapan dengan Namgil yang menghujaminya dengan tatapan tajam yang sarat akan kebencian dan juga aura pembunuh yang begitu kuat.
"Anjing liar seperti mu, tidak akan pernah bisa membunuh ku meski kau telah memakan daging Tuan mu sendiri." Balas Namgil dengan pembawaan yang begitu tenang namun penuh dengan ketegasan di setiap kata yang terucap dari mulut nya.
"Cih, kau memiliki ingatan yang begitu buruk. Bukankah kau yang berencana memakan daging Tuan mu sendiri? Ungeom!"
Suara pedang yang di Tarik keluar, sib Tuan Ungeom yang kehabisan kesabaran nya dan memilih mengakhirinya dengan cepat melalui pertumpahan darah. Membimbing para penjaga turut menarik Pedang mereka dan bersiap untuk menyerang.
"Putramu akan mati malam ini!"
Pernyataan fatal yang membuat Namgil bergerak dengan cepat dan memulai pertarungan dengan melakukan serangan kepada para Penjaga yang mengepung nya sementara Shin masih berdiri sebagai penonton, melihat cara bertarung si Ungeom yang masih sama seperti pertemuan terakhir mereka.
Tanpa belas kasihan, dia sama sekali tak menyisakan satu napas pun tersisa dari lawan nya karna berapapun penjaga yang melawan nya tidak akan sebanding dengan gelar yang sudah ia terima sebagai seorang Ungeom. Dan di saat ia yang terus mengayunkan pedang nya yang berhasil menghilangkan nyawa seseorang dlaam sekali tebas, di sisi lain justru putranya berada di ambang kematian saat tubuh lemahnya semakin mendekap tubuh mungil gadis muda tersebut.
Tak ingin bermain-main lagi, Shin pun masuk ke dalam pertarungan dengan satu serangan yang berhasil di blokir dengan cepat oleh Namgil di saat ia menggunakan kakinya untuk menendang salah satu Penjaga yang hendak menyerang nya.
"Manusia licik seperti mu memang tak pernah berubah." Gumam Namgil penuh dengan penekanan, dia kemudian beralih melawan Shin dan detik itu pula keduanya terlibat pertarungan yang serius. Pertarungan yang berada di antara hidup dan mati sang Rubah, perasaan putus asa yang semakin menguasai hati si Ungeom ketika berapapun banyaknya darah yang jatuh ke tanah malam itu, malam Panjang bagi putra nya justru menjadi malam yang begitu singkat baginya.
Suara pedang yang saling bertemu, kalimat-kalimat iblis yang terucap, deru napas yang memberat, malam dingin yang berlalu. Semua bersiap menuju akhir yang sempurna.
Di saat goresan yang tercipta telah membuat darahnya menyatu dengan tanah, mantra-mantra iblis itu pada akhirnya tersampaikan pada Changkyun. Membawa ribuan belati dan menghujam dadanya dalam waktu bersamaan, dia tersentak dan hampir tersedak ketika ia mencoba menahan nya.
Mengatupkan bibirnya rapat-rapat dengan tanpa sadar tangan lemahnya yang terlalu kuat mencengkram punggung sempit yang kini tengah merengkuh tubuhnya yang mulai hancur dari dalam, air mata yang tak mampu lagi terbendung ketika tubuh itu semakin di dekapnya.
Menangis tanpa suara hingga pada akhirnya cairan merah meloloskan diri dari sudut bibirnya di saat ia menolak untuk membuka mulutnya, tepat ketika napas sang Ungeom yang terdengar putus asa tatkala tubuhnya terbanting ke tanah dengan cukup keras dan harus memaksakan diri untuk segera bangkit ketika sebilah pedang hendak menghilangkan nyawanya.
Namun di saat ia meyakini bahwa semua belum berakhir, saat itu pulah sang Rubah mengakhiri semuanya. Rasa sakit yang tak henti-hentinya menyiksanya dari dalam yang kemudian membuat pertahanan runtuh, terbatuk hingga mulutnya terbuka dan menyemburkan darah segar yang mengotori lantai, punggung Yeon dan juga punggung tangan nya.
Sampai akhirpun tak ada isakan yang lolos dari mulutnya hingga seulas senyum yang tampak begitu menyedihkan mewakilkan kalimat perpisahan di saat lisan nya yang tak mampu berucap. Tangan lemah itu kehilangan pegangan nya, terkulai lemah tatkala mata itu tertutup dengan damai.
Di detik yang sama, di tempat yang berbeda. Kedua pendekar pedang itu saling mengunci pergerakan satu-sama lain setelah duel mematikan yang telah menggores beberapa bagian tubuh mereka, saling mengunci leher satu-sama lain dan bersiap jika memang harus mati Bersama.
"Sudah berakhir!" Shin berujar dengan sejuta kedinginan yang menyatu dengan udara malam itu.
"Bedebah, kalian!" Berujar dengan tenang di saat hatinya di penuhi oleh kemarahan yang tak terhitung seberapa besarnya.
"Ku beri kau kesempatan untuk melihat jasad putra mu."
Kedua pasang mata sang pembunuh paling kejam di Joseon yang saling beradu untuk beberapa waktu hingga tanpa sadar Udara dingin dari malam yang akan segera jatuh tersebut telah membekukan darah yang keluar dari goresan di tubuh keduanya.
"Ini yang terakhir! Atau kau ingin pergi sebelum bisa melihat jasad putra mu itu. Si Rubah Putra Mahkota, yang telah menyusul Tuan nya." Tandas Shin.
Satu detik setelahnya keduanya sama-sama melakukan pergerakan, membiarkan pedang mereka beradu untuk sepersekian detik demi menghindari kematian. Sang Ungeom telah membuat pilihan dan pilihan itu adalah meninggalkan Bukchon.
Tepat setelah mereka membebaskan diri satu sama lain, dengan ringan nya Namgil melompat ke atap rumah dan segera berlari kembali menuju Istana Gyeongbok dan meninggalkan Shin seorang diri di tengah mayat yang tergeletak di halaman.
"Ini yang terakhir! Jika kita bertemu lagi, ku pastikan akan mendapatkan kepala mu. Ungeom."
Menerobos kegelapan, membawa harapan yang hanya menyisakan keputus-asaan. Sang Ungeom membiarkan air matanya mengiringi setiap langkahnya, air mata untuk sang putra yang pernah ia telantarkan demi sebuah pembalasan dendam.
Selesai di tulis : 05.07.2019
Di publikasikan : 06.07.2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top