Lembar 004
Hwaseung menghunuskan pedangnya ke leher pimpinan bandit yang saat ini tengah terduduk di tanah dengan gemetaran melihat anak buahnya yang sudah terkapar tak berdaya, dia kemudian menyatukan telapak tangannya dan menaruhnya di depan wajah memohon ampun pada Hwaseung.
"Aku mohon ampuni aku, aku bersalah. Tolong jangan bunuh aku, aku tidak tahu jika Nona Bangsawan itu milik Tuan. Aku benar-benar minta maaf, aku mohon ampuni nyawaku."
Hwaseung menatapnya dengan wajah datar tanpa ekspresi, tapi sudut matanya masih terlihat berapi-api.
"Kim Hwaseung."
"Ye...?" ujar pimpinan bandit tersebut dan memberanikan diri untuk mendongak menatap Hwaseung yang tidak juga menarik pedangnya menjauh.
"Jika kita bertemu lagi, ingat nama itu agar aku tidak membunuhmu!"
Hwaseung menarik kembali pedangnya dan berbalik lalu berkata, "dan jangan membuat masalah di desa lagi karna jika kau beruntung, kita akan bertemu lagi dan ku pastikan pedang ini akan menembus lehermu ketika kau berulah."
"Baik, baiklah Tuan. Aku berjanji, aku berjanji. Terimakasih" ujar pimpinan bandit itu sembari bersujud berberapa kali dan menarik anak buahnya untuk mundur.
Hwaseung mengambil kembali sarung pedangnya yang tergeletak di tanah dan menyimpan kembali pedangnya, dia kemudian melangkahkan kakinya menaiki teras rumah dan berjalan menuju ruangan di mana ia melihat Hwajung masuk sebelumnya.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, dia langsung membukanya dan membuat Yeowol terkejut. Gadis itu berfikir bahwa Hwaseung adalah para bandit tapi apa bedanya dengan para bandit jika dia juga tidak mengenal siapa Hwaseung.
Hwaseung tidak mempedulikan Yeowol dan bahkan seperti tidak menganggapnya ada. Dia menghampiri Hwajung di pojok ruangan yang sudah mengganti bajunya seperti seorang prajurit wanita, hampir mirip dengan pakaian Hwaseung dengan warna biru tua yang mendominan. Dia kemudian menarik bahu Hwajung dan membuat wanita muda itu berhadapan dengannya.
"Bukankah sudah ku bilang untuk tidak memegang pedang dengan pakaian seperti itu." protes Hwaseung yang sudah kembali ke sifat aslinya.
"Aku harus bagaimana? Mereka tiba-tiba saja datang dan mengganggu." jawab Hwajung dengan nada yang lembut bak seorang Bangsawan. Yeowol yang masih terkejut melihat celah di pintu, dia diam-diam merangkak menuju pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu kedua tamu Bangsawan nya.
"Apa kau terluka?"
"Tidak."
"Bagian mana yang terluka? Biar ku lihat apakah lukanya parah."
"Aku bilang aku tidak terluka, aku baik baik saja"
"Bagaimana bisa kau bilang tidak apa-apa?"
Yeowol menghela nafas ketika dia sampai di luar ruangan, dia bersandar sejenak di pintu dan menghirup nafas sepuas yang ia mau. Tapi panggilan seseorang membuatnya langsung beranjak.
"Imo....." teriak Yeowol sembari menghampiri bibi di halaman."Imo baik-baik saja? Apa Imo terluka?"
"Tidak, tidak. Bibi baik-baik saja, bagaimana dengan Agassi? Apa dia baik-baik saja?"
Yeowol mengangguk. "Tapi Tuan Bangsawan tadi, apa dia orang yang di tunggu oleh Agassi? Mereka terlihat sangat dekat, bahkan terlalu dekat." ujar Yeowol dengan nada menerawang.
Jungkook berjalan mengendap-endap di dalam paviliunnya setelah memastikan keadaan di luar melalui celah pintu, dia berbalik dan berjalan seperti seorang pencuri menuju jendela yang menghadap ke halaman belakang. Dia lalu membuka jendela dengan pelan agar tidak menimbulkan suara dan melihat ke sekelilingnya, hingga senyum kemenangan itu terukir di bibirnya ketika tidak ada satupun orang yang berada di halaman belakang.
Perlahan dia menaikkan kakinya ke jendela lalu melompat keluar dan jatuh di halaman belakang dengan sempurna tanpa lecet ataupun suara sama sekali. Kali ini dia sudah membulatkan tekadnya bahwa hari ini dia harus bertemu dengan Putra Mahkota, setelah insiden kemarin dimana dia tidak bisa melihat Putra Mahkota seperti yang telah di janjikan oleh Kasim Cha padanya
Dan sebagai pelampiasan akan kekesalannya kemarin dia memutuskan untuk keluar dari paviliunnya dengan cara sembunyi-sembunyi, biarlah Kasim Cha kebingungan saat menyadari bahwa dia tidak berada di paviliunnya.
Senyum simpul mengiringi langkah Jungkook yang terlihat sangat berhati-hati, bahkan dia tidak bisa berjalan dengan normal ketika masih berada di area paviliunnya. Dia kemudian berlari ke arah tembok yang hanya setinggi satu meter dan kemudian melompatinya tanpa mengalami kesulitan, lalu segera duduk di tanah dan merapatkan tubuhnya ke tembok ketika dia sampai di luar.
Lagi, senyum itu seperti tidak bisa hilang dari wajah Jungkook, setelah memastikan keadaan di sekitarnya kembali. Tanpa buang-buang waktu lagi dia langsung berlari secepat mungkin menuju Istana Timur, tepatnya ke arah Paviliun Belajar Putra Mahkota.
Setelah beberapa waktu, Jungkook akhirnya sampai di luar tembok Paviliun Belajar Putra Mahkota meski tidak tahu di bagian mana dia sekarang karna akan sangat berbahaya jika dia masuk melalui pintu dan memutuskan untuk memanjat tembok setinggi dua meter di hadapannya yang berarti lebih tinggi dua kali lipat dari pada tembok di paviliunnya.
Pangeran kecil itu membuang nafasnya pelan dan melihat ke arah tembok yang sepertinya tidak akan membiarkannya lewat dengan mudah. Seandainya saja ada tangga, mungkin dia bisa langsung terbang dan mendarat di dalam tembok.
Tapi tembok bukanlah satu-satunya masalah besar karna Jungkook sendiri pun sudah terbiasa dalam hal memanjat tembok, mungkin juga bisa di bilang bahwa Jungkook memiliki hubungan yang cukup baik dengan para tembok di seluruh Hanyang. Pasalnya dia sering mengendap-endap keluar dengan cara memanjat tembok dan bahkan saat ia berada di luar pun dia sering memanjat tembok hanya untuk menghindari kejaran dari para bandit-bandit kecil Ibu Kota yang sering bercek-cok dengannya.
Bisa di bilang jika kehidupan Jungkook sangat bebas, berbanding terbalik dengan Taehyung yang bahkan sama sekali belum pernah melihat bagaimana kehidupan di luar Istana Gyeongbok, bahkan Gwanghwamun sekalipun dia belum pernah melihatnya. Dan oleh sebab itu Taehyung menyandang nama baik sebagai seorang Putra Mahkota yang patut menjadi panutan untuk generasi penerus Tahta yang bahkan mungkin Jungkook pun tidak bisa mengimbanginya termasuk dalam hal kebijaksanaan.
Setelah berusaha dengan susah payah untuk bisa memanjat tembok penjara Putra Mahkota, Jungkook akhirnya bisa sampai di atas. Dia menghembuskan nafas beratnya yang membuat tubuhnya menjadi ringan seketika, tapi sedetik kemudian tubuhnya memberat ketika melihat sebuah tangan terarah padanya.
Matanya yang jernih membulat seketika, menelusuri tangan tersebut dan ketika berhasil menemukan siapa pemilik tangan tersebut, senyumnya mengembang dengan sempurna. Tidak salah lagi, baju berwarna biru gelap dan juga senyum yang penuh kedamaian, tidak salah lagi. Jungkook sudah menemukannya, The Most Wanted nya yang beberapa hari ini menjadi buronannya.
"Di sana sangat berbahaya, apa yang kau lakukan di sana?" ujar Taehyung yang penuh dengan ketulusan saat dia mengulurkan tangannya pada jungkook.
"Turunlah!"
Jungkook menerima uluran tangan Taehyung dan melompat ke bawah, membuat Taehyung menggunakan tangannya yang terbebas untuk menahan bahu Pangeran kecil yang hampir terjatuh tersebut.
"Putra Mahkota." seru Jungkook dengan sorot mata yang penuh antusias.
"Aigoo, sudah ku bilang jika tidak ada Ayahanda, panggil aku Hyeongnim."
"Ne, Hyeongnim."
Taehyung tersenyum ke arah Jungkook, memang sudah cukup lama Jungkook tidak mengunjunginya. Taehyung sedikit terkejut ketika Jungkook tiba-tiba memeluknya, tapi keterkejutannya berubah menjadi senyuman yang mmebimbingnya untuk membalas pelukan Jungkook. Satu-satunya Pangeran Joseon dan adik kesayangannya.
Taehyung kemudian membawa Jungkook berjalan menjauh dari tembok.
"Kau bisa lewat pintu, kenapa kau harus memanjat dinding dengan bersusah payah?"
"Jika aku lewat pintu, Kasim Cha akan segera menangkapku."
"Apa maksudmu kali ini kau melarikan diri lagi?"
Jungkook mengangguk dan membuat Taehyung tertawa ringan, seandainya dia memiliki keberanian seperti Jungkook, pasti akan menyenangkan jika melihat Kasim Seo dan Changkyun panik mencarinya.
"Mereka selalu mengurungku di Paviliun Belajar, bahkan aku selalu menghadap buku setiap hari."
"Bukankah kau sering keluar dari Istana?"
Jungkook membulatkan matanya, dari mana Taehyung tahu?
"Bagaimana Hyeongnim bisa tahu? Apa Hyeongnim juga pernah keluar?"
"Tidak, tidak. Changkyun yang mengatakannya padaku, dia pernah mengikutimu dan mengatakan bahwa kau tengah di kejar-kejar oleh bandit."
Jungkook menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal.
"Aku hanya melakukannya sesekali dan tidak sering."
"Yang Mulia Putra Mahkota, di mana anda....?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top