9. Slight Review
nas's notes: Sebelum aku upload part 10, aku mau kejar 30 vote untuk tiap part, ya. Yang belum vote part sebelumnya, boleh vote. Yang mau promosi by readers juga boleh banget!!
Terimakasih dan selamat membaca <33
Jakarta, Indonesia
April 2022
Sepanjang jalan menuju Permata Hijau, Nicholas Wiradikarta hanya melirik sedikit pada Giandra yang tak mengatakan apapun. Raut wajah wanita muda tersebut terlihat berubah dan penuh dengan pikiran tak menyenangkan. Lalu Giandra hanya memiringkan kepalanya untuk melihat kaca samping. Matanya melihat lampu-lampu dari beberapa gedung dan kendaraan yang ia lihat.
"Dia memang selalu begitu," ucap Giandra yang mencoba untuk membuka obrolan, "dahulu lebih parah. Bahkan main tangan juga. Setidaknya sekarang sudah lebih 'jinak'. Itupun karena pamanku mengancam untuk menceraikannya."
Nicholas pun hanya memfokuskan dirinya pada kemudinya dan mendengarkan ucapan Giandra. Ia teringat dengan salah satu kolumnist hiburan (dan politik) Indonesia yang kerap membahas beberapa figur publik, termasuk Ibu Negara Kanista dan pengaruhnya. "Jadi Leonardo Hutabarat tidak mengada-ada?"
Giandra menganggukan kepalanya. "Dia benar, namun Kanista membayarnya untuk menurunkan artikelnya. Toh, Leonardo tak masalah karena ia masih memiliki sesuatu yang lebih besar."
"Sebenarnya, aku masih tidak mengerti kenapa dia menyerang atau mengintimidasi anak perempuan orang lain." Nicholas membuka obrolan sembari mencerna apa yang terjadi. "Maaf, Gi, namun akan lebih masuk akal kalau dia menganiaya anak tirinya atau mengintimidasi Rania Hassan, dibandingkan mengurusi sepupu dari anak tirinya."
"Aku bisa mengerti, kok. Publik juga bingung, namun ia selalu menginginkan rumah Permata Hijau, rumahku, dan dia selalu berpikir kalau kakekku merebut rumah itu dari keluarganya. Padahal keluarganya yang kalah cepat. Dia selalu mencoba untuk menekanku agar aku memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup dan dia bisa membeli rumah itu dari keluargaku."
Bibir lelaki itu tampak tak memberikan respon apapun mengenai jawabannya Giandra. Ia tampak mematung sejenak untuk memikirkan respon lainnya. "Maaf soal bahumu. Aku tidak tahu apa kamu nyaman atau tidak."
Perempuan itu ingat bahwa Nicholas merangkulnya untuk membawanya pergi dari hadapan Kanista. Secara spontan, Giandra mengusap bahunya sendiri. "Jangan minta maaf, Kak. Kamu tidak memukulku."
.
.
.
Nicholas Wiradikarta:
Adeeeek
Tolong tanyain Giandra tahun ini mau kado apaa?
Nayantara Sura:
Mau pacaran.
Nicholas Wiradikarta:
Ya, kamu bisa cuti ke Munich terus visit Fabian, 'kan.
Nayantara Sura:
Kalau itu sih nanti tengah tahun.
Tapi Giandra benar-benar ingin punya pacar.
Giandra tuh suka mengeluh kalau dia enggak bisa menulis scene romance karena dia enggak pernah pacaran.
Crush-nya pun sampah dan tidak berguna.
Nicholas Wiradikarta:
Tapi kamu tahu siapa lelaki yang disukai sama Giandra?
Nayantara Sura:
Tidak, lah.
Kalau aku tahu juga aku maki-maki.
Karena lelaki itu suka mengajak Giandra jalan, tapi enggak ada tanda-tanda ketertarikan.
Nicholas Wiradikarta:
Giandra pernah post sesuatu nggak soal lelaki itu?
Nayantara Sura:
Enggaaaaak.
Sepertinya crush-nya beneran jelek dan tidak berguna.
Bahkan Aqsad berasumsi kalau lelaki itu sudah pasti mokondo—makanya Giandra menutupinya.
Nicholas Wiradikarta:
Bahkan Aqsad Idris juga tahu????
Nayantara Sura:
Mereka dekat.
Tapi Giandra enggak suka lelaki yang umurnya lebih muda.
Nicholas Wiradikarta:
Berarti dia suka lelaki yang lebih tua?
Nayantara Sura:
Yaaaaa.
Hamdi Hassan udah paling ideal.
Apa aku jodohkan saja Giandra sama Mas Andrew ya? Mas Andrew juga enggak jelek, kok.
Nicholas Wiradikarta:
ENGGAK BOLEH.
Nayantara Sura:
Mas Andrew jomblo, Kak. Harusnya tidak apa-apa.
Nicholas Wiradikarta:
Tetap enggak boleh.
Dia punya pacar di Amerika.
Nayantara Sura:
Jangan bohong, Kak.
Nicholas Wiradikarta:
Enggak semua hal harus di-share ke teman kerja.
Lagipula seharusnya kamu jodohkan saja Giandra sama cowok single lain.
Nayantara Sura:
Bagaimana kalau kakak saja yang kujodohkan?
Nicholas Wiradikarta:
Ah, kamu bercanda.
Nicholas pun merebahkan tubuhnya pada ranjang yang telah dirapikan. Matanya menatap langit-langit kamarnya dan ia kembali mengambil ponselnya untuk membuka Instagram. Biasanya, ia membuka Instagram untuk melihat snapgram sembari memastikan apakah teman-temannya masih hidup atau tidak. Kemudian, Nicholas berinisiatif untuk mencari profil Raka Purnomo.
Saat layarnya menampilkan profil Instagram centang birunya Raka Purnomo, Nicholas pun melihat beberapa konten seperti fotonya dengan pejabat lain atau kegiatan sosialnya. Tampaknya, ia mulai fokus pada postingan terbaru Raka yang berbeda dari postingannya yang lain. Ia menekan postingan tersebut dan mulai membaca caption-nya. Postingan tersebut menampilkan sampul buku A Grain of Salt yang ditulis oleh Giandra.
r.purnomo
I decided to share my current readings! I've looking for A Grain of Salt written by Giandra Euphrasia and I bought it after my trip in Paris. What an exciting and relaxing thought shared throughout her beautiful writing.
Nicholas menaikkan alisnya dengan perasaan tidak yakin. Bahkan sebagai editornya dan juga diplomat penuh waktu, ia membaca A Grain of Salt selama sebulan dan sembari menangis. Lalu ia penasaran dengan isi kolom komentar yang memuat banyak reaksi yang jauh dari konteks yang disampaikan postingan tersebut. Namun, ia membaca komentar dari salah satu akun yang mendapatkan banyak like dan reply dari warganet yang tampaknya sependapat.
reibooks: A Grain of Salt bukannya tentang duka yatim piatu ya? Kok bisa-bisanya dia bilang isi ceritanya RELAXING?!?! GUE AJA NANGIS, LOH.
Baru saja membaca beberapa komentar, Nicholas mendapatkan notifikasi WhatsApp dari rekan kerjanya di Kementerian Luar Negeri, Andreyka Alatas.
Andreyka Alatas:
Nicky hi!
Nicholas Wiradikarta:
Hi Andreyka
Ada apa ya?
Andreyka Alatas:
Adik tingkatku di FH UI minta kontak kamu.
Nicholas Wiradikarta:
Enggak menerima matchmaking.
Andreyka Alatas:
Eh, siapa yang mau jodohin kamu?
Ini adik tingkatku itu sekretarisnya Pak Raka Purnomo, Wamenparekraf.
Nah, Pak Raka ini mau minta kontak kamu.
Nicholas Wiradikarta:
BUAT APA???
Andreyka Alatas:
ENGGAK TAHU ANJIR.
Nicholas Wiradikarta:
ADUHUHUHU.
Tolong kasih email aja.
Andreyka Alatas:
Email?
Nicholas Wiradikarta:
Kontaknya enggak spesifik mau email atau nomor telepon, 'kan?
Memangnya Pak Raka-nya mau menghubungi aku lewat WhatsApp? Paling juga sekretarisnya yang menghubungi.
Andreyka Alatas:
Boleh, deh.
Kamu juga lebih cepat balas email daripada WhatsApp.
Thank you Nicky!
Nicholas Wiradikarta:
No worries!
TBC
Published on 24 July 2024
nas's notes: HAAAAAAAI!! Terima kasih banyak yaa sudah mampir ke ceritaku!! Jangan lupa vote dan comments, ya, supaya semakin semangat untuk update. Sebelum masuk part 10, yuk kita kejar tiap part 30 votes, ya. Kalau udah ada 30 votes di tiap part, baru deh aku upload part 10.
Karena aku senang, aku berikan bonus, ya! <33
.
.
.
Jakarta, Indonesia
April 1994
"Saat aku melihat rumah ini dijual, aku membayangkan rumah ini akan cocok untuk anakku, Kirana."
dr. Arif Soerjapranata mengajak anaknya, Hiram Soerjapranata, dan menantunya, Kirana Hadiwiryono, untuk melihat rumah yang baru dibeli dan dijadikan sebagai hadiah pernikahan. Rumah besar yang beralamatkan di Permata Hijau pun menjadi primadona bagi beberapa calon pembeli karena memiliki akses yang bagus dan, dirumorkan, memiliki aura feng shui yang akan memberikan banyak hoki di segala aspek.
Hiram menoleh pada ayahnya dengan raut wajah yang tampak bertanya-tanya. "Kenapa Kirana saja?"
"Karena yang menghidupkan rumah adalah istrimu. Kirana bisa mendekor atau menanam apapun yang ia inginkan. Lagipula arsitek yang membuat rumah ini mengusahakan agar pemilik rumahnya bisa menekan biaya listrik dan mendapat sirkulasi udara yang bagus."
Lelaki itu mulai tertawa kecil dan istrinya tersenyum mengerti. "Aku tahu untuk bagian itu—pasti kalian memikirkanku."
Setelah berkeliling, Hiram dan Kirana mengantarkan dr. Arif ke depan rumah untuk pulang ke rumahnya yang berada di Pondok Indah.
"Semoga kalian menyukainya dan buatlah kebahagiaan kalian dari rumah ini," ucap dr. Arif dengan perasaan tulus.
Seorang perempuan tinggi dengan penampilan elegannya pun tersenyum hangat. "We will cherish and live happily in this place. Thank you."
Telinga Kirana pun tampak mendengar suara mobil yang lewat di depan rumahnya. Pandangannya dapat melihat jelas siapa wanita yang sedari tadi sudah memperlihatkan dirinya secara tak mencolok dari dalam kendaraannya. Pandangan mata yang terlihat oleh Kirana pun menampilkan perasaan iri sekaligus pikirannya yang tampak rumit.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top