16. Sachertorte

nas's notes: hiiii semuaa! part 16 sudah aku rilis yaa dan, sebelum lanjut, apakah aku bisa mendapatkan vote dan juga komentar unik dari kalian?

kalo kalian suka baca offline, kalian bisa menyalakan paket data dan vomments lalu matikan lagi paket datanya. 

terima kasih dan selamat baca! <3

Jakarta, Indonesia
Mid May 2026

"Jadi Raka Purnomo meminta ajudannya untuk menjemput kamu dari kantor hanya untuk membicarakan proyek yang sebenarnya masih ngawang?"

Giandra mengangguk saat melihat resmpon Sura yang terlihat jengkel begitu mendengar keseluruhan cerita saat Giandra bertemu dengan Wamenparekraf Republik Indonesia, Raka Purnomo. "Yup Sura, bahkan tidak ada proposal yang bisa aku baca. Padahal yang aku harapkan dari lulusan NUS dan Yale adalah semua hal yang tergambar jelas sebelum mengajak orang lain untuk melakukan proyek bersama. Benar-benar membuang waktuku yang seharusnya bisa dipakai untuk pulang cepat dan makan di rumah."

"YA ALLAH KASIHAN BANGET, KAK ... TERUS DIA PULANG DULUAN DAN DIA BILANG KAKAK CANTIK?"

"Iya, Aqsad," jawab Giandra singkat sembari meminum teh kamomil.

"Menggelikan," respon Aqsad dengan perasaan geli dan merinding, "lihat rambut tanganku berdiri. Mengerikan mendengar cerita tentang orang yang enggak punya akal."

Sebelum memutuskan untuk berangkat menuju PIM, tiga teman dekat ini sepakat untuk minum teh dan makan kue di kediamannya Giandra. Saat mendengar Giandra memanggang sachertorte, tentu saja Sura dengan senang hati akan berhenti sejam dua jam untuk memakan beberapa potong kue cokelat dari Austria tersebut (dan, tentu saja, favoritnya Sura).

Karena Giandra sempat menghubungi Sura dan Aqsad untuk menyalurkan emosi soal pertemuannya dengan Raka Purnomo, mereka berdua langsung penasaran dengan pertemuan dadakan yang membuat Giandra dicari oleh ajudan dari Wakil Menteri tersebut selama kepergiannya menuju Thailand.

"Bahkan dia membuatku ingin membuang baju yang kupakai pada saat itu—karena dia menyentuhnya. Untung Mba Yaya menahanku karena baju tersebut bisa diberikan kepada anak pembantu tetangga sebelah rumah yang anaknya baru masuk kuliah."

"Seharusnya kamu sucikan dulu tujuh kali dengan air murni yang dicampur debu atau tanah."

"Aqsad, bahu Giandra dipegang, bukan terkena najis," ucap Sura yang menanggapi ucapan Aqsad sembari memotong sachertorte yang ada di piringnya dengan sendok.

"Ya, makanya setelah Giandra dipegang, ia harus mensucikan diri dan pakaiannya—memang lelaki beristri yang menyentuh dan memuji perempuan lain sudah masuk ke kategori najis." Aqsad menanggapi ucapan Sura dan teringat bahwa ada cowok dipikirannya yang bisa dimasukkan ke dalam kategori najis. "Ngomong-ngomong cowok najis, kamu dikasih apa sama crush-mu pas ulang tahun?"

"Dia mengajakku jalan-jalan di Jakarta, kok."

"Kita juga bisa, kok, ajak kamu jalan-jalan. Ke Raja Ampat sampai Monza juga bisa!" Aqsad merespon dengan nada yang agak menyombong. Memang mereka bertiga bisa berlibur ke tempat-tempat ikonik dan melakukannya secara mendadak, namun Aqsad sudah tak dapat berharap banyak soal eksistensi crush-nya Giandra. "Teh, gimana, nih?"

"Karena kalau jalan-jalan di Jakarta aja sebenarnya kita juga bisa atau kamu mau pergi keliling Jakarta juga silahkan. Asal dia bisa memberikan hal yang berkesan dari jalan-jalanmu itu."

Lelaki muda itu hanya mengangguk setuju. "Yup."

"Gini, Gi," ucap Sura yang mencoba untuk memotong percakapan soal crush-nya Giandra, "berhubung crush kamu terkesan tidak jelas dan hanya mau mengisi waktu luangnya, kamu mau aku jodohin, enggak?"

Ini apa lagi, ya? Giandra membatin dengan perasaan terkejut dan bertanya-tanya. "Ini serius?"

"Tentu! Malah aku ingin menjodohkan kamu karena dia selama ini single dan dia juga minta aku jodohin kamu sama dia."

"Teteh, kalau mau jodohin ya langsung jodohin aja. Kalau ini, sih, bukan jodohin tapi request."

"Sad, ini niatku baik supaya Giandra tidak terblenggu dengan suami yang tidak memujanya dan mertua yang menyebalkan." Sura berusaha untuk menjelaskan rasionalisasinya kepada Aqsad.  "Kalau aku seorang jawara Olimpiade dengan back-to-back medali emas, penulis langganan best seller di luar negeri, dan anak tunggal kaya raya seperti Giandra, maka aku pantas mendapatkan suami yang memujanya dan menjadikan Giandra seperti trophy wife-nya."

"Memangnya siapa, sih, lelaki yang mau kamu jodohkan denganku?"

"Kakak aku!"

Giandra menelan air liurnya sendiri, sementara Sura memandangnya dengan mata berbinar. Sementara Aqsad sendiri hanya membungkam mulutnya dengan jemarinya sendiri.

.

.

.

Yogyakarta, Indonesia
Mid May 2026

"Giandra berpacaran dengan Nicholas Wiradikarta."

Andhika yang asik memakan sarapannya pun menaikkan wajahnya. Ia melihat istrinya, Kanista, yang terlihat memakan bubur sumsum dan ketan merah sebagai sarapannya dan memberikannya sebuah berita yang di luar dugaannya. "Benarkah?" tanya Andhika yang mencoba mengkonfirmasi ucapan Kanista.

"Aku bertemu dengan mereka dan mereka sudah sering jalan bersama—bahkan aku mendengar ia membawa Nicholas di acara pernikahan adiknya Alya." Kanista mengkonfrimasi ucapannya kepada Sang Suami.

"Baguslah," ucap Andhika singkat sembari mengambil secangkir teh.

Kanista mendenyitkan dahinya. "Baguslah?"

"Mau kamu berasumsi atau informasinya benar, Giandra dan Nicholas sudah memasuki usia nikah serta keluarga mereka memang sudah akrab sejak lama. Lebih baik mereka menikah saja—Mereka cocok dan Giandra sudah mencapai semuanya dalam kehidupannya yang masih belia itu."

Wanita berumur tersebut mencoba untuk membungkam mulutnya. Respon yang ia harapkan dari suaminya adalah respon tak peduli atau mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Selama ini, Kanista mencoba untuk menyenggol Giandra dan salah satunya adalah Kanista menaruh perhatian pada sepupunya yang kerap tersisihkan karena adanya Giandra dan Rayan dengan usia yang berdekatan. 

"Seharusnya kamu pikirkan perasaan Nilam—dia ingin bercerai dari Dion karena pernikahan mereka tidak bahagia dan tidak memiliki anak," keluh Kanista sembari mengambil sendok bubur sumsumnya.

Andhika tahu sendiri bahwa Kanista kerap memberikan asumsi personal atau berita yang tidak betul saat membicarakan beberapa orang yang tidak disukai istrinya, termasuk keponakannya. Lelaki itu berpikir bahwa tidak ada yang salah dengan kehidupan anak-anaknya yang cenderung tidak terarah (kecuali Rayan yang memilih untuk menjadi dokter residen bedah saraf). Sayangnya, cara Kanista yang turut menyeret anak-anaknya saat membahas keponakan dari istri pertamanya itu benar-benar tidak bisa dinalar oleh pikirannya.

"Ya, aku juga memikirkan Nilam. Dia bertanya soal pengacara perceraian yang bagus dan aku memberikan nama kolegaku di H&P. Lagipula siapa yang membahas ini lebih dahulu?"

"Selamat pagi."

Saat mendengar suara lelaki muda yang masuk ke ruang makan, Andhika menoleh dengan antusias saat melihat anak lelakinya, Rayan, baru pulang ke kediamannya. "Rayan, kamu baru pulang!"

"Ya, aku pulang untuk bertemu dengan orang tuaku yang datang ke Yogyakarta." Rayan merespon sembari mengambil kursi di ruang makan yang bernuansa klasik dan tereskpos sinar matahari. Salah seorang pelayan tampak mengambilkan pilihan sarapan yang diminta oleh Rayan. "Ngomong-ngomong, bulan depan aku berencana untuk ke Jakarta."

"Tidak usah mengumumkan kepulanganmu. Toh, kamu juga selalu tinggal di rumah nenekmu." Kanista merespon sembari mengalihkan pandangannya dan menyeruput teh hangatnya.

Mendengar respon Kanista yang terkesan asin, Rayan pun tak menganggapnya serius karena memang Rayan selalu tinggal di rumah nenek atau sepupunya. "Aku akan tinggal di rumah Giandra."

Mendengar ucapan anak lelakinya, Andhika hanya menghela nafas. Pria itu tahu persis bahwa Rayan jarang tinggal bersama ayah kandung dan ibu tirinya jika ia memiliki agenda untuk mengunjungi Jakarta. 

"Kamu, 'kan, ada rumahmu sendiri. Kenapa kamu harus tinggal dengan sepupumu?" tanya Andhika dengan nada yang terkesan mengeluh dan heran.

"Aku tidak nyaman saat tinggal di rumahmu, Ayah. Aku harus belajar," ucap Rayan sembari mengambil sendok pertama dari sarapannya dan mengunyahnya perlahan, "lagipula, Ayah, dalam waktu dekat, rumah Giandra akan ramai, kok."

Andhika hanya tersenyum mengerti saat mendengar ucapan anaknya. Sayangnya, Kanista hanya menampilkan ekspresi muak dan ingin lari dari meja makan sesegera mungkin.

TBC

Published on August 9th, 2024

nas's notes: kalau part ini langsung ramai vomments, aku reupdate dengan bonus!! :"D

nas's notes at August 10th, 2024: aku decide untuk rename part ini dengan sachertorte. sebenarnya sama aja kue cokelat, tapi ini spesifik aja kue cokelat yang mana. serta, karena part ini rame dan udah masuk 8k views, jadi aku reupload part ini dengan tambahan bonus, ya!

bonusnya agak gila jadi ... met membaca ....

.


.


.

Jakarta, Indonesia
Mid May 2026

"Kenapa kamu tetap mengejar Giandra jika anak itu tidak mau denganmu?"

Seorang wanita yang sedang berkunjung ke rumah Raka pun bertanya saat mereka duduk bersama di sofa yang berada di kamar tidur utama. Raka hanya merangkul dan mengusap bahu wanita tersebut yang hanya mengenakan pakaian tidur dengan lace.

"Kau tahu?" Raka memancing wanita muda tersebut dengan mengusap lutut secara perlahan dan naik ke paha. "Aku ingin sekali memiliki istri yang sempurna—cantik, kaya, dan bisa memberikan aku anak. Aku ingin punya anak."

"Kenapa kamu tidak membuatnya denganku?" tanya wanita muda tersebut mengusap wajah Raka dengan tangannya.

"Karena aku tidak ingin anakku memiliki wajah yang menyerupai wajahmu sebelum operasi."

"Terkadang omonganmu seperti gongongan anjing." Wanita tersebut mengatakannya dan duduk di pangkuan Raka. Tangan wanita itu meraih wajah tampan Raka dan mengecupnya "Apakah ada alasan lainnya?"

"Aku sangat menginginkan rumahnya."

"Rumahnya?"

Raka menganggukkan kepalanya perlahan. "Rumahnya di Permata Hijau memiliki energi yang baik. Makanya keluarga mereka selalu makmur dan Ibu Negara begitu menginginkan rumah tersebut sejak lama. Tentu saja alasan yang pertama adalah aku terobsesi dengan Giandra ... dia cantik sekali ... Seharusnya aku meminta dokter mengoperasimu seperti dia, namun aku tidak mau. Bahkan wajahmu seperti dia, pun, kamu tetap perempuan kampung yang tidak tahu kelas."

Lagi-lagi wanita tersebut mengecup bibir Raka dengan perlahan untuk membungkam mulut Raka—lelaki yang sudah memberikannya banyak uang dan kesenangan. "Obrolan ini membuatku sinting, Raka. Apalagi saat kita sedang mengobrol di ruangan yang sama dengan istrimu yang sekarat."

Raka tersenyum dan mulai menarik pakaian wanita muda tersebut hingga nyaris terlanjang. Matanya melirik pada istrinya yang kondisinya tak menentu karena kecelakaan parah beberapa tahun silam. "Biarkan saja, dia hanya bisa melihat untuk saat ini—dahulu dia berselingkuh dariku dengan mantannya, sekarang aku akan menidurimu di ruangan yang sama dengan istriku itu. Biar tahu rasa dia."

"Aku akan menikmatinya, Sayang."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top