Chapter 5

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita


Suara dari televisi terdengar samar-samar masuk ke pendengaran Tessa. Gadis itu kini sedang duduk menekuk kedua kaki di atas sofa ruang tamu dengan wajah terkantuk-kantuk.

Cuaca sore hari sangat mendukung keinginannya untuk tidur. Dia bisa saja kembali ke dalam kamar dan menarik selimut. Namun, Tessa tahu bahwa itu hal yang keliru, sebab dia baru saja bangun setelah tertidur hampir lima jam lamanya.

Mata Tessa sempat melebar sejenak saat gadis itu menonton tayangan Aneh Tapi Nyata, mengenai seeorang pawang ular yang mengizinkan dirinya digigit ular berbisa seminggu sekali agar kebal terhadap racun.

Tubuhnya refleks bergidik takut …. Dia tidak takut dengan ular. Sejak kecil gadis itu sering berpapasan dengan hewan  melata itu dan tanpa sadar mulai dapat membedakan mana jenis yang berbahaya dan mana yang tidak.

Namun, mimpi-mimpi aneh itulah yang membuat bulu kuduk Tessa meremang. Manusia setengah ular yang terus memanggil namanya ….

Tessa menggelengkan kepala pelan, mungkin efek kelelahan dan stress yang menyebabkan dirinya dihantui mimpi buruk.

"Mbak Tessa … ngantuk?"

Pertanyaan dari seorang penghuni kos membuat gadis itu mendongak. Dia mengerjapkan pandangannya yang mulai kabur, lalu mengangguk. "Iya, Mbak …. Padahal aku baru bangun tidur …."

Bu Sukima duduk di sebelah Tessa dengan ekspresi khawatir. "Apa kurang darah? Sudah ke dokter?"

Tessa menggosok kedua mata dan menahan kuap. "Belum, Mbak …."

"Coba ke Puskesmas aja, minta Mas Dean nganterin."

Pipi Tessa merona seketika karena malu. Hubungan dia dengan Dean hanya sebatas teman. Namun, orang-orang di sekitar selalu menjodoh-jodohkan mereka. "Enggak enak, ah, Mbak .… Dean juga sibuk."

Perempuan yang hampir berusia tiga puluh tahun itu tersenyum jenaka melihat reaksi Tessa. "Belum ditembak juga?"

Rasa panas menjalar dan membuat wajah Tessa menjadi lebih merah dari sebelumnya. Gadis itu bangkit berdiri sambil berkata, "Aku istirahat dulu, Mbak."

"Hati-hati jalannya," balas Bu Sukima saat mengamati Tessa yang berjalan sempoyongan menaiki tangga.

Tessa tersenyum sopan dan mulai melangkah naik secara perlahan. Pandangan gadis itu seakan tertutup kabut tipis. Kepalanya tidak terasa pusing, juga tidak demam. Satu-satunya yang dia rasakan hanyalah mengantuk.

Tiba-tiba tubuh Tessa hampir menabrak seseorang yang berdiri di depannya. Gadis itu mendongak dan mendapati Dean menahan kedua bahunya.

"Kamu enggak kenapa-kenapa?" tanya Dean dengan mata menyelidik. Wangi sabun tercium dari tubuh pria itu. "Aku baru selesai mandi dan rencananya mau manggil kamu keluar kamar."

"Aku cuma ngantuk …." Tessa mengerjapkan mata beberapa kali untuk mengusir keinginan tidurnya. Dia ingin memiliki lebih banyak waktu untuk beraktifitas dibandingkan hanya berbaring di dalam kamar.

Dean menghela napas dan bergumam, "… belum waktunya …."

"Hah?" tanya Tessa kebingungan. Dean terkadang sering mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.

Mata Dean berbinar sejenak. Pria itu tiba-tiba menepuk pelan kepala Tessa. "Tidurlah, mumpung UTS sudah selesai. Aku nanti antar makanan sebelum berangkat kerja."

Pipi Tessa terasa hangat. Dia sangat menyukai perhatian yang diberikan Dean. Gadis itu mengangguk, lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.

Namun, sebelum Tessa melangkah masuk, perkataan Dean membuatnya memutar tubuh.

"Tessa, jangan terlalu banyak berpikir, nikmati saja tidurmu dan jangan bayangkan laki-laki lain."

Tessa terkesiap karena malu. Selain mimpi-mimpi yang mengerikan, dia terkadang memang memimpikan Dean.

Bibir Tessa terbuka dan mengatup akibat gugup, tetapi sebelum sempat membalas ucapan Dean, pria itu telah menuruni tangga sambil tertawa kecil.

"Dasar menyebalkan …," gerutu Tessa ketika masuk ke dalam kamar. Walau demikian bibir gadis itu tersenyum. Dia diam-diam berjanji hanya akan memimpikan Dean.

*****

Suasana ITC BSD tidak berbeda seperti biasanya, ramai dan penuh orang. Tessa dengan wajah mengantuk berjalan melewati para pengunjung untuk menuju pintu keluar. Dia telah bekerja ebam jam penuh dengan kondisi seperti di dalam mimpi dan benar-benar membutuhkan istirahat.

"Mbak Tessa, kan?"

Sapaan seseorang membuat Tessa menoleh. Gadis itu menatap bingung ke arah seorang pria yang memiliki tato burung elang pada lengan kanan dan tersenyum lebar ke arahnya.

"Miko!" ucap laki-laki yang memiliki tinggi hampir 180 sentimeter itu sambil menyodorkan tangan kanan. "Aku sering beli makanan di tempat Mbak."

Tessa melihat ke arah tangan yang dijulurkan ke dirinya dengan linglung. Dia sama sekali tidak ingat laki-laki itu.

Miko menurunkan tangannya setelah tidak ada tanggapan dari Tessa. Namun, pria itu tetap tersenyum lebar. "Mau pulang, ya, Mbak. Aku antar."

"Eh? Enggak usah …," ucap Tessa cepat. Gadis itu tanpa sadar mundur dua langkah dan kedua tangannya menggenggam erat tali tas selempangnya. Dia merasa tidak nyaman dengan tingkah laku laki-laki yang berusaha beramah tamah dengannya.

"Kosan Mbak dekat di sini, kan? Aku pernah lihat Mbak keluar dari gang." Laki-laki itu tidak menyerah. Dia bahkan menggerakkan tubuh seakan menghalangi langkah Tessa agar tidak dapat melarikan diri.

Alarm tanda bahaya menyala di hati Tessa. Pria di depannya tidak berniat baik kepadanya.

"Mas, tolong minggir, saya mau lewat," ucap Tessa berusaha tegas. Gadis itu melihat ke kanan kiri untuk mencari petugas keamanan seandainya dia membutuhkan bantuan.

"Tessa …."

Suara Dean membuat gadis itu memutar tubuh. Rasa lega membanjiri hati Tessa. Dia berjalan menjauhi pria bertato itu sambil berseru gembira. "Dean."

Namun, langkah Tessa terhenti ketika melihat ekspresi marah Dean ke arah Miko. Gadis itu bahkan berhenti bernapas untuk beberapa detik dan terbelalak saat mengamati wajah pria di depannya.

Dean terlihat sangat mengerikan. Rahang pria itu mengeras dan bola matanya … seakan memipih ….

Tubuh Tessa gemetar seketika. Dia takut melihat Dean.

Namun, ekspresi Dean dalam hitungan detik berubah seketika. Pria itu menoleh ke arah Tessa dan tersenyum kecil. "Kamu mau pulang?"

Tessa mengerjapkan mata. Apa dia baru saja berhalusinasi?

Pria berotot yang mengganggu Tessa menunjukkan wajah kurang puas. Namun, dia berbalik dan pergi.

"Siapa dia?" Dean kembali bertanya.

Tessa tidak langsung menjawab. Kepalanya terasa berputar akibat kebingungan. Dia mengamati wajah Dean selama beberapa saat, tetapi tidak ada tanda-tanda keanehan.

Gadis itu akhirnya menggeleng dan menjawab, "Aku tidak tahu …. Dia katanya sering beli makanan di tempat kita dan dia tahu namaku."

Tessa berani bersumpah bahwa dia melihat otot rahang Dean berkedut sesaat. Namun, lagi-lagi hanya dalam hitungan detik pria itu menunjukkan ekspresi tersenyum ke arahnya.

"Mungkin sudah waktunya kamu bilang ke orang-orang yang dekatin kamu kalau kamu sudah punya pacar."

"Pa-pacar?" tanya Tessa dengan mata terbelalak. Gadis itu sangat terkejut dan hampir ditabrak kereta bayi yang melintas.

"Mbak, misi, Mbak …." Suara jutek dari ibu sang bayi yang tidak menyukai jalurnya tertutup sepasang kekasih yang sedang kasmaran membuat Tessa mundur dengan kikuk.

"Ma-maaf, Bu."

Dean tertawa kecil. Pria itu memiringkan kepala, lalu berkata, "Iya, pacar."

"Si-siapa? Aku, kan, enggak punya pacar."

Ekspresi Dean berubah menjadi kebingungan. Dia menunjuk dirinya sendiri. "Aku, kan?"

Wajah Tessa memerah seketika. Gadis itu membuka dan menutup mulutnya berulang-ulang seperti seekor ikan yang kesulitan bernapas.

Gelak tawa keluar dari bibir Dean. Dia menarik tangan kanan Tessa dan menautkan jari-jari mereka. "Ayo, aku antar pulang …. Aku tidak mau menjadi tontonan di tempat ini."

Tessa melihat sekeliling. Dua orang penjaga toko pakaian dalam terkikik melihat ke arah mereka dan sepertinya sedang bergosip.

Gadis itu menunduk malu. Dia membiarkan Dean menggandengnya dan berjalan bersama-sama menuju tempat parkir motor.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top