Prolog
Yoonwo berjalan keluar dari pondok kecil miliknya. Tampak anggun dengan baju panjang berwarna putih berenda gambar burung di bagian bawah. Yoonwo memiliki wajah yang akan membuat siapa pun mengaguminya, bahkan kaum Hawa sekalipun. Meski hidup di tengah hutan, ia selalu memperhatikan tubuh, tidak membiarkan sebercak noda mengganggu. Menjaga kebersihan dan kecantikan merupakan kewajiban bagi Yoonwo.
Sore ini berkabut padahal sama sekali tidak mendung ataupun hujan. Memang keseharian-hutan tempat tinggal Yoonwo selalu dikelilingi oleh kabut. Hal ini pula yang membuat penduduk desa menyebutnya sebagai Hutan Berkabut. Wanita anggun berparas cantik dengan segala kelembutan yang tercermin di setiap langkah itu memasuki hutan lebih dalam. Suasana mencekat yang dihasilkan oleh kelabunya kabut tak membuat Yoonwo ragu. Ia telah bertahun-tahun hidup sendiri di sana, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Yoonwo hampir sampai di tempat tujuan, berhati-berhati menuruni jalur sempit. Ia mengambil risiko terjatuh jika saja salah melangkah. Satu-satunya yang bisa menjadi pegangan hanyalah dinding tebing. Untungnya sang kakak telah berbaik membuat lubang-lubang sepanjang turunan sebesar tangan di sana. Bertujuan agar adiknya bisa bebas saat meniti jalur tersebut.
Yoonwo memerlukan salah satu bahan yang hanya tumbuh di bawah tebing. Itulah mengapa ia tidak memedulikan risiko yang harus dihadapi. Lagian tidak mungkin ia terjatuh, kakinya seolah memiliki mata, tahu caranya memijak dengan tepat.
Semakin turun, kabut semakin tebal menyelimuti area sekitar. Yoonwo hampir tak dapat melihat jalan. Rasa dingin terus menusuk ke tulang-tulang seiring langkah demi langkah. Kini ia berada tepat di tengah kabut. Mulai mengonsentrasikan pikiran, menyerap hawa dingin dan mengumpulkannya sebagai kekuatan agar tetap hangat. Dulunya, ia pernah mengusir kabut-kabut itu, hanya saja gagal. Malah ia yang terusir, terpental jatuh ke tanah, sungguh sangat memalukan.
Sebagai seorang Syaman ia kalah dengan kabut. Bukan begitu, Yoonwo mencoba menaklukkannya bertahun-tahun lalu saat masih remaja. Jelas kekuatan spiritualnya belum mumpuni. Terlebih kala itu, ia belum tahu apa yang tersembunyi di balik gelapnya kabut yang dilawan.
"Percayalah, aku lebih dari bisa sekadar membuatmu terkurung di ujung sana," kesal Yoonwo.
Mendengar ancaman sang Syaman membuat kabut menetralkan kadar kedinginannya. Wanita yang telah tinggal bertahun-tahun di hutan itu bukanlah manusia biasa. Kekuatannya telah mencampai batas yang bisa dicapai manusia. Sejauh ini belum ada yang dapat mengalahkannya. Jika saja ia mau, ia bisa menembus pertahanan istana kerajaan. Namun, jika ia melakukannya akan sia-sia persembunyiannya selama beberapa tahun belakangan. Tidak perlu takut, sekarang aku bahkan lebih kuat dari Syaman Istana.
Yoonwo sampai di dasar tebing, di sana tidak lagi berkabut. Bebatuan kokoh mulai terlihat, ada yang kecil dan besar. Aliran tak terlalu deras membasahi ujung bawah bajunya tatkala ia menyebarangi sungai. Jernih air membuatnya dapat bercermin, memantulkan sosok jelita pada rupa Yoonwo. Sedikit lagi ia dapat mengambil daun mugwort. Yoonwo mulai kesal kenapa tanaman itu hanya tumbuh di bawah kabut sialan itu. Berkali-kali sumpah serapah terucap dalam hati, terhitung sejak puluhan tahun lalu. Ia pernah mengambil tanaman itu sampai akar, berniat menanamnya di sekitar rumah. Keesokan harinya malah menjadi kering. Tanaman itu seolah punya habitat tersendiri, tidak ingin hidup di tempat tinggi dan terlebih dekat manusia.
****
Dua pemuda tampan sedang berjalan tanpa arah tujuan. Bahkan tanpa sadar mereka memasuki Hutan Berkabut. Jarang sekali penduduk desa datang ke sana, lantaran banyak yang mengatakan hutan tersebut dihuni oleh makhluk-makluk supranatural. Tempatnya memang tak jauh dari desa, hanya saja para penduduk akan menghindarinya. Mereka lebih memilih menempuh perjalanan jauh ketika ingin berburu, ketimbang pergi ke Hutan Berkabut.
"Aku tidak punya kekuatan, mana bisa aku menjadi Syaman Kerajaan," ungkap pemuda dengan mengenakan baju berbahan sutra. Hal ini menandakan jika dirinya salah satu putra bangsawan di desa.
Keduanya sama-sama memasang wajah kusut nan muram. Pemuda bangswan bernama Seungji, sedangkan satunya-yang memakai baju biasa bernama Seokjo. Mereka mulai bersahabat ketika Seungji kabur dari rumah karena gagal dalam pelatihan menjadi Syaman. Ia bertemu dengan Seokjo, lelaki inilah yang membantunya selama ia lontang-lantung hidup di jalanan.
Seungji memang keturunan bangsawan, keluarganya adalah penganut Syamanism. Anggota keluarganya harus memiliki kekuatan spiritual. Kedua orang tuanya bekerja di Istana Kerajaan sebagai Syaman. Mungkin menyenangkan jika bisa melihat masa depan. Ia telah berusaha keras mengeluarkan segala titik potensi agar bakatnya muncul. Namun, tak pernah bisa lebih dari menyalakan lima lilin. Padahal anggota termuda saja sudah bisa menyalakan 100 lilin.
Berbeda dengan Seokjo, lelaki ini bukanlah dari kalangan bangsawan. Ia sangat ingin menjadi orang kaya. Ia memang sangat tampan, tapi apa gunanya? Di Goryeo jika bukan keturunan bangsawan, maka hanya akan dipandang sebelah mata. Bahkan direndahkan sampai titik terendah dari harga diri seorang manusia yang dimiliki.
"Hey pemuda, janganlah bersedih!" Mereka tersadar oleh sebuah suara.
Rupanya kedua pemuda itu terlalu hanyut pada masalah masing-masing, yang tanpa sadar membawa mereka menjauhi desa. Tujuan semula bukanlah Hutan Berkabut, melainkan sungai di perbatasan. Lalu bagaimana bisa mereka berjalan terlalu jauh? Sepertinya memang sengaja ada yang mengacaukan pikiran mereka. Memanggil alam bawah sadar agar terus melangkah.
"Aku bisa membantumu." Dari kejauhan di dalam air terjun terdengar suara wanita yang sangat memukau. Suaranya serak terdengar berat dari celah-celah air terjun yang mengalir deras. Seketika air terjun terhenti ketika dirinya melewati ceruk menyerupai gua di baliknya. Sosok wanita cantik dengan rambut terurai panjang memesona, melambaikan tangan. Ia tersenyum manis, hanya saja kedua pemuda tengah berdiri gemetar tidak tahu apa yang tersembunyi di balik senyuman. Mungkin, ini hanya mungkin-mengandung pengorbanan dan kesedihan di kemudian hari.
Langkah ragu kedua lelaki itu mulai mendekat. "Aku bisa membantu kalian," kata sang wanita lagi.
"Kau siapa?" tanya Seungji.
"Aku tidak memiliki nama, aku adalah aku. Jika kalian mau, aku bisa menjadi hamba kalian." Sekali lagi senyum cantik itu dipertontonkan secara berangsur. Jarang sekali ada yang berkunjung ke Hutan Berkabut, lebih tepatnya tidak pernah. Semua penduduk desa terlalu percaya mengenai rumor-rumor yang terkait dengan Hutan Berkabut.
Wanita nan cantik dengan segala riasan sederhana dan pakaian berwarna cerah, sebenarnya bukanlah seorang manusia. Ia hanya menjelma saja. Ia berupa cahaya putih yang suci dan bersih. Namun, jangan terkecoh dengan keputihan dan kesuciannya. Bisa saja hanya sebuah jebakan agar membuat manusia terkagum-kagum.
Bebaskan aku dari ceruk gua sialan yang beribu-ribu tahun telah menyegelku! Ia kembali tersenyum, kemudian merubah diri menjadi cahaya. "Inilah wujud asliku, jika kalian bersedia maka aku akan memasuki tubuh kalian."
"Katakan padaku apa yang akan terjadi jika aku menerimamu?" tanya Seungji penuh selidik. Tubuh Seungji sedikit bergetar ketakutan, bulu kuduk semakin meremang setelah sosok itu merubah diri.
Cahaya akan terikat jika sampai mereka mengatakan iya, dan akan menjelma menjadi apa pun yang diinginkan oleh tuannya.
"Kalau begitu bisakah aku menjadi Syaman?"
"Dan bisakah aku menjadi kaya?" Semangat sekali Seokjo mengucapkan kalimatnya, hidupnya serasa menemukan celah. "Aku bosan menjadi bahan hinaan dan cacian."
"Menjadi kaya?" Cahaya itu tertawa. Ia tidak bisa memberikan kekayaan. Namun, ia bisa membelah diri menjadi kekayaan, asal ada syaratnya. Jika ia melepas diri, bagian dirinya yang lain membutuhkan darah untuk bertahan.
"Maksudnya?"
Tidak ada jawaban untuk sesaat. "Kau boleh meminta hal lain." Jelas ia akan memberikan pilihan, seperti: kebahagian tanpa akhir, kekuatan atau anak-anak yang cerdas.
"Aku terkurung ribuan tahun di gua ini karena darah." Tuan terdahulunya meminta kekayaan dan ia pun berubah menjadi sosok yang haus akan darah, setidaknya itu yang ia ingat. "Mintalah yang lain, harta bisa kau dapat dengan jerih payahmu!"
"Aku sudah bertahun-tahun bekerja, tapi aku masih tetap miskin. Darahku bukan darah bangsawan," ketus Seokjo merasa tersinggung.
"Kalau begitu kau siap dengan risiko yang akan kau terima? Aku akan membelah diri dan masuk ke dalam tubuhmu berupa darah segar dan itu akan menyakitkan. Berbeda dengan pemuda ini, ia tidak butuh pengorbanan karena kekuatan memang tidak bisa didapat dengan mudah."
"Aku tidak peduli, ubah aku menjadi bangsawan."
Cahaya tidak tahu tercipta oleh apa, ia sudah ada sejak ratusan ribu lalu. Ia dikalahkan dan dikurung di ceruk gua selama ribuan tahun. Hal itu disebabkan karena ketamakan tuan yang tak pernah merasa puas. Meminta banyak hal sampai harus memakan banyak korban. Saat kekuatannya dipakai untuk kejahatan ia butuh darah sebagai energi.
Seungji mengajak Seokjo pergi dari air terjun. Ia tidak akan mengorbankan orang lain hanya demi hal-hal yang tidak pasti. "Aku tidak akan mau berurusan dengan darah."
"Dia sudah mengiakanku, jadi aku akan mengikuti kalian ke mana pun kalian pergi. Jika dalam waktu dua hari kalian belum memutuskan. Aku akan memasuki pemuda yang menginginkan kekayaan. Selama dua hari kalian bisa berunding, ingat meskipun aku di sini aku tetap mengawasi kalian."
Dua hari berlalu, selama itu Seokjo mendesak Seungji. Apa pun risikonya Seokjo siap menerima. Bertahun-tahun hidup miskin, penuh cacian serta makian telah membulatkan tekat. Kalau memang perkataan makhluk asing itu benar, selamanya ia akan dihormati.
Terpaksa Seungji mengiakan. Saat ini perasaannya berkecamuk. Ia tidak tahu apakah pilihan ini benar atau salah. Semoga saja keluarganya tidak tahu kecurangan yang sudah dilakukannya.
Mereka pergi ke Hutan Berkabut menemui cahaya di ceruk gua air terjun.
Setelah Seungji berikrar dan menerima cahaya menjadi hamba. Cahaya putih langsung merasuk ke dalam kulitnya. Ia tidak butuh pengorbanan karena sebenarnya hatinya sudah bersih. Sesuatu yang dimintanya bukanlah hal yang bisa dicari oleh manusia.
"Masukan aku ke pemuda itu!" titah cahaya lain, kali ini cahayanya redup tidak seterang yang tadi. "Aku membutuhkan darah! Tak jauh dari sini, ada tempat tinggal seorang wanita."
Baik Seokjo maupun Seungji mengerutkan dahi. Jadi, rumor yang mengatakan ada seorang wanita tinggal di Hutan Berkabut benar? Beberapa penduduk desa pernah melihat ada seorang wanita memasuki hutan. Mereka mengira hanya berhalusinasi.
Ritual baru saja dimulai, Yoonwo sedang tertidur pulas hanya dengan menggunakan dalaman panjang berwarna putih yang menutupi seluruh tubuh, kecuali bagian kepala. Ia sontak membelalak ketika ada awan hitam merambat mendekati rumahnya.
"Kenapa Yoonwo?" tanya sang kakak ketika Yoonwo berlari keluar. Kebetulan lelaki itu sedang bermalam di sana, lantaran ingin membujuk adiknya agar mau kembali pulang.
Sudah lama Yoonwo tidak ke desa. Dulunya ia memang disembunyikan di Hutan Berkabut karena kekuatan spriritual yang dimilikinya. Terpaksa seluruh keluarga mengasingkannya ke dalam hutan. Sebagai rakyat biasa, mereka tidak memiliki kuasa menentang keluarga kerajaan. Pada masa itu, jika ada anak gadis yang terlahir dengan kekuatan putih harus dikorbankan demi kepentingan negara.
"Apa yang kalian lakukan?" bentak Yoonwo menghentikan ritual yang dilakukan oleh Seungji.
"Dia korbannya."
Perang kekuatan terjadi, Yoonwo mencoba menyelamatkan diri dari kematian. "Maafkan aku, Nona!" Darah segar Yoonwo mulai menetes dengan sendirinya, seolah ada yang menggerakkan, merambat memasuki tubuh Seokjo bersamaan dengan cahaya yang kini berwarna merah. Seokjo menahan sakit di sekujur tubuh, rasanya ada ribuan jarum menancap di kulit-kulitnya.
"Yoonwo!" teriak sang kakak. Ia tidak memiliki kekuatan apa pun, jadi tidak bisa membantu adiknya. Yoonwo terjatuh, banyak luka sayatan di kulit yang juga mengeluarkan tetesan darah.
"Aku bersumpah akan membalas dendam atas kematian adikku." Kemarahan sang kakak terukir jelas di wajah. Ia tidak akan membiarkan siapa pun yang telah merenggut nyawa adiknya hidup bahagia.
"Aku akan melindungi Tuanku," ungkap kedua cahaya, kini telah berada dalam tubuh Seungji dan Seokjo.
"Sebentar lagi kau akan menjadi kaya, sebentar lagi aku adalah bagian darimu. Aku tidak mengendalikanmu dan aku adalah kau." Seokjo tidak lagi merasa kesakitan. Jarum-jarum yang beberapa menit lalu terasa menancap hilang begitu saja. "Tuanku!" Cahaya berwarna merah redup kini mulai bersinar terang. "Aku membutuhkan darah, keturunanmu tidak boleh memiliki anak perempuan atau lebih dari satu anak lelaki. Jika mereka memiliki anak lebih atau anak perempuan. Maka, akan menjadi makananku dan kekayaanmu semakin bertambah." Cahaya itu meredup setelah mengucapkan pidato panjang, sepenuhnya ia telah menyatu dalam tubuh Seokjo.
KRISARNYA SELALU SAYA TUNGGU, SAYA MASIH JAUH DARI KATA SEMPURNA. OLEH KARENANYA, SAYA BUTUH PETUAH, CIYEEH PETUAH ... SAYA BUTUH KRISAR UNTUK SEMUA KARYA YANG SAYA TULIS.
KOMEN DAN VOTE KALAU GAK MAU KETINGGALAN BOLEH JUGA DIMASUKIN KE DAFTAR BACAAN. 😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top