𖠵៸៸ ❛ ⁶ ' unknown feelings જ tsukishima kei ⸝⸝

𓏲࣪ ،، Unknown Feelings ˊˎ-

"Your words do hurt, but it gives me a heart attack."

🦋ꪶ Tsukishima Kei x You ˒༢

⌨ ⋮ Haikyuu!! © Haruichi Furudate

✎ ⋮ Story © BadassMochi

────────────

Deru napasnya yang tersengal-sengal, rambut panjangnya yang tampak berantakan, seragam sekolahnya yang tampak kusut, serta kedua tungkai kakinya yang terus berlari. Itulah wujud dari seorang (F/n) (Y/n) pagi ini. Dari apa yang telah digambarkan, sudah jelas bahwa gadis itu sedang mengejar pintu gerbang.

Well, pintu gerbangnya sekolahnya memang diam saja di tempat yang sama. Hanya saja, ia tengah mengejar waktu yang sebentar lagi akan menyuruh pintu gerbang itu untuk ditutup. Semoga saja kali ini waktu sedang berpihak pada dirinya.

"Pak, tunggu saya!"

Seruan itu dikumandangkan sekuat tenaga. Namun, apa daya. Sang Pak Satpam yang pendengarannya sudah tak terlalu bagus itu dengan santainya menutup pintu gerbang. Menyisakan (Y/n) seorang diri di luar area sekolahnya dengan tarikan napas yang terasa berat dan sulit untuk dilakukan.

"Sial," umpatnya.

Alhasil, (Y/n) memutar arah jalan. Yang seharusnya ia berjalan lurus ke depan hingga tiba di pintu gerbang sekolahnya, kini ia berbelok ke kanan. Ke arah semak-semak di mana para semut membuat sarang.

Selama beberapa saat, gadis itu menunggu Pak Satpam tadi untuk pergi terlebih dahulu. Well, (Y/n) memang sudah hafal bagaimana jadwal dan gerak-gerik dari si penjaga gerbang itu. Bisa dipastikan bahwa hal ini dapat ia ingat karena betapa seringnya dirinya terlambat.

Dengan cekatan dan berusaha tak menghasilkan suara apapun, (Y/n) pun melompat dari atas tembok. Tembok itu cukup tinggi. Bahkan lebih tinggi dari dirinya. Namun, selama ini, rute masuk melalui tembok tersebut tidak pernah ketahuan. Selalu aman bahkan setelah berkali-kali (Y/n) melewatinya. Entah bagaimana, namun gadis itu tak pernah tertangkap basah sedang berusaha untuk masuk melalui rute itu.

"Aku emang sangat cocok jadi James Bond lokal," ujarnya pada dirinya sendiri. Mungkin ia merasa bangga akan prestasinya yang telah menemukan rute masuk area sekolah tanpa pernah ketahuan selama beberapa periode. Well, sebenarnya memang belum sampai satu periode.

"Lebih cocok jadi maling mangganya tetangga."

Suara itu! Suara yang pernah membuat (Y/n) tidak bisa tertidur semalaman! Masih dapat ia ingat dengan jelas perkataannya di dalam kepalanya sendiri. Sontak ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Berusaha menghapus jejak tersebut di dalam pikirannya.

"Oh? Gak mau jadi maling mangganya tetangga? Padahal gue mau mengusulkan diri untuk ngerekamin supaya lo jadi viral," ujarnya lagi, kala ia melihat gelengan kepala (Y/n).

Sontak (Y/n) menoleh ke belakang. Di sana, lelaki dengan seragam yang sama dengannya berdiri menjulang. Bak tiang listrik yang tersebar di mana-mana. Anggap saja demikian. Gadis itu tidak ingin memberikan pengandaian yang terlalu aesthetic untuk lelaki tersebut.

"Kamu! Kamu ngapain di sini?" (Y/n) menatapnya tak senang. Pun tak dapat dipungkiri bahwa dirinya terkejut dengan keberadaan lelaki tersebut. Apakah karirnya sebagai penemu "Rute Kabur yang Tak Akan Pernah Ketahuan" akan usai saat ini?

"Mau bawa narapidana ke penjara."

"Hah?" Dengan tampang bodohnya, (Y/n) menganga. Otaknya yang berkapasitas terbatas dipaksa untuk memaknai perkataan si jenius berasma Tsukishima Kei. Apakah dunia ini sedang bercanda?

Tanpa menjelaskan apapun, Kei sontak menarik tangan (Y/n). Membawanya ke tempat yang tidak pernah gadis itu pikirkan bahwa dirinya akan masuk ke sana. Bukan sebagai pelayan yang membawakan minuman, melainkan sebagai narapidana yang sebenarnya.

***

Ruang BK.

Itulah yang (Y/n) maksud. Selama lebih dari satu jam, ia mendengarkan nyanyian guru BK tersebut. Kepalanya yang pusing dan perutnya yang meraung-raung karena rasa lapar membuat (Y/n) tak begitu mendengarkan perkataan gurunya tersebut. Ralat, ia tak mendengarkannya sama sekali.

Seolah belum cukup menyiksa, (Y/n) pun harus menjadi asisten guru di kelas lain. Seharusnya menjadi asisten guru merupakan sanksi yang hanya berlaku ketika seorang murid terlambat sebanyak tiga kali. Namun, dikarenakan (Y/n) sudah terlambat lebih dari tiga kali-hanya saja gadis itu pandai menyembunyikannya, pada akhirnya pun tetap ketahuan-ia pun terpaksa melakukannya.

(Y/n) yang saat ini dirinya berada di jenjang SMA tingkat kedua, alhasil ia harus meng-cosplay sebagai asisten guru di ruang kelas adik kelasnya ataupun kakak kelasnya. Namun, malang bagi (Y/n). Ruang kelas kakak kelasnyalah yang menjadi tempat eksekusinya hari ini.

"Aku sial sekali hari ini," keluh (Y/n) ketika bel istirahat telah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Gadis itu hanya menelungkupkan kepalanya di atas meja. Berpikir bahwa mungkin seharusnya ia tidak perlu pergi ke sekolah hari ini.

"Eh, ada tukang maling mangga tetangga di sini."

Suara menyebalkan yang sudah sangat (Y/n) hafal di dalam kepalanya itu sontak membuat dirinya bangun. Melemparkan tatapan kesal ke arah Kei dan berbalik menatap ke objek lain.

"Hei, Tsukki!"

Merasa dipanggil, Kei pun menoleh ke asal suara itu. Teman dekatnya berdiri di sana dan melambaikan tangan.

"Oh, Yamaguchi." Kei pun berjalan mendekat ke arah teman yang ia panggil 'Yamaguchi' itu. Gerak-geriknya tersebut diiringi oleh tatapan mata (Y/n).

Sepertinya (Y/n) harus senang hanya dengan fakta ini. Fakta bahwa Kei tidak berada di kelas yang sama di mana dirinya menjadi asisten guru hari ini. Jika ya, mungkin setiap saat (Y/n) akan menatap membunuh ke arah lelaki itu.

***

Sudah terhitung (Y/n) menguap sebanyak sebelas kali. Pelajaran yang dijelaskan oleh gurunya di depan sana sama sekali tidak ia mengerti. Wajar saja, kini ia mendengarkan pelajaran yang berada satu tingkat di atasnya. Pelajaran di kelasnya sendiri saja terkadang (Y/n) tidak paham, bagaimana dengan pelajaran yang seharusnya belum ia pelajari?

"Baiklah, kalian boleh pulang."

Bak mendengar seruan kebebasan, (Y/n) sontak menegakkan tubuhnya. Ia langsung saja meraih tas ranselnya yang berada di sisi kanan meja setelah mengucapkan salam hormat pada guru di depan kelas. Gadis itu tak perlu merapikan apapun. Toh ia juga tak mencatat apa-apa di buku tulisnya.

Bagi seseorang yang ambisius dalam belajar, mungkin ini merupakan kesempatan yang bagus untuk mendengarkan penjelasan guru di tingkat selanjutnya. Lagi pula mereka pun akan tiba di kelas terakhir, seperti kakak kelas mereka saat ini. Namun, hal itu tidak berlaku bagi (Y/n). Lebih baik ia menguasai materi pelajaran di tingkatnya-kelas sebelas-daripada berusaha memahami materi yang bahkan belum pernah ia dengar.

Well, anggap saja itu hanyalah alibi baginya yang malas untuk belajar.

Lamunannya itu membuat perjalanan (Y/n) dari sekolah ke toko bunga milik ibunya menjadi terasa cepat. Tak disangka, ia sudah tiba di toko bunga tersebut lebih cepat daripada biasanya. Sang ibu sepertinya sedang pergi ke tempat lain. Hanya menyisakan seorang karyawan saja di sana.

"Selamat sore, Kak Yachi."

Yachi yang tengah menata pot-pot bunga pun menoleh. Sebuah senyum pun dibentuk oleh bibirnya. "Selamat sore juga, (Y/n). Kamu baru pulang sekolah, ya?" tanyanya.

Anggukan kepala (Y/n) menjadi jawaban atas pertanyaan itu. Ia meletakkan tas ranselnya di balik kasir. Kemudian kembali ke arah Yachi.

"Sini, Kak. Biar aku aja."

(Y/n) yang hendak mengambil alih pot di tangan Yachi pun sontak ditolak olehnya, "Eh, gak perlu, (Y/n). Aku 'kan kerja di sini. Lebih baik, kamu tunggu Ibu kembali aja." Ia merasa tak enak hati jika membiarkan (Y/n) membantunya. Gadis itu adalah anak dari majikannya dan tentu saja, Yachi pun digaji di sana.

Kekehan singkat pun keluar dari bibir (Y/n). "Oke, oke. Aku jaga di kasir aja, ya," ujarnya sebelum melenggang pergi ke tempat tujuannya. Tanpa menunggu balasan dari Yachi lebih dahulu. Karena ia tahu, Yachi pasti tak akan mengizinkannya menjaga di kasir pula.

Suara pintu toko yang dibuka dari luar tidak membuat (Y/n) menoleh ke arah sana. Gadis itu sibuk menghitung stok bunga yang masih tersedia saat ini. Hingga ia tak menyadari bahwa orang itu sudah berdiri tepat di depan meja kasir.

"Selamat-" Perkataan (Y/n) terhenti kala ia melihat lelaki berkacamata yang berdiri di depannya itu. Tak disangka, orang yang paling tidak ingin ia temui justru ada di hadapannya saat ini.

"Eh, Kang Garem!"

Refleks, gadis itu menekap mulutnya sendiri. Hanya satu hal yang (Y/n) paling ingat tentang lelaki di hadapannya. Ya, apa lagi jika bukan tentang perkataannya yang pedas bak sambal buatan ibunya?

"Kamu bilang apa tadi?" Netra itu menyipit. Membuat nyali (Y/n) menciut seketika.

"Bukan apa-apa kok." (Y/n) tertawa kikuk di akhir perkataannya. Ia tidak ingin kembali berurusan panjang dengan lelaki itu. Dirinya hanya ingin Kei pergi secepatnya dari sana.

"Apa yang Anda butuhkan?" tanya (Y/n) sopan. Ia bahkan membubuhkan senyum ketika selesai bertanya. Meskipun senyum itu dibuat olehnya setengah hati.

"Saya ingin membeli bunga lily putih. Apakah ada?" Kei mengedarkan pandangannya ke sekitar. "Gak mungkin gak ada, 'kan? Toh ini toko bunga," imbuhnya yang memancing amarah (Y/n).

Rasa diri ingin mengumpat, namun (Y/n) tidak ingin merusak reputasi toko bunga ibunya sendiri hanya karena amarahnya sesaat. Pada akhirnya, ia kembali menelan semua sumpah serapahnya ke dalam kerongkongan.

"Tentu aja ada. Anda ingin membeli seberapa banyak?" (Y/n) keluar dari kasir. Secara inisiatif, ia mengambil bunga lily putih yang terletak tak jauh dari sana. Memang, bisa saja gadis itu meminta tolong pada Yachi. Namun, sepertinya Yachi pun tengah disibukkan dengan hal lainnya. Bahkan ia tak sadar jika ada seorang pembeli di dalam toko saat ini.

"Satu buket aja."

Sesuai permintaan Kei, (Y/n) pun membuat bunga lily putih tersebut menjadi sebuket bunga. Tampak cantik, pun memanjakan mata. Tak lupa dengan pita di bagian bawah sebagai pegangan buket.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu beli bunga lily putih?" tanya (Y/n) penasaran. Ia sudah selesai membungkus kumpulan tangkai bunga lily putih tersebut. Kini dirinya hanya menunggu Kei membayarnya.

"Kenapa lo nanya? Bukannya justru bagus ada yang beli?" cibir lelaki itu.

"'Kan aku penasaran, tahu! Orang-orang beli bunga mawar buat pacarnya atau keluarganya. Kamu malah beli bunga lily putih yang jarang dipilih orang lain. 'Kan aneh!" cerocos (Y/n) panjang lebar.

Meskipun bunga lily putih itu jarang dibeli oleh orang lain, namun jujur saja, (Y/n) sangat menyukainya. Ia pikir, bunga itu tampak indah dengan warnanya yang seputih salju. Anggap saja seleranya payah. Tetapi, gadis itu tak akan menyangkal jika dirinya memang menyukai bunga bernama latin Lilium candidum itu.

"Oh... jadi lo penasaran kenapa gue beli bunga ini?" Ia mengangkat buket bunga di tangannya. "Kalau begitu, gak akan gue kasih tahu." Seringaian pun terbentuk pada wajahnya.

"Sial."

Masa bodoh dengan reputasi toko bunga ibunya ini. Yang pasti, (Y/n) sangat kesal dengan lelaki yang usianya berbeda satu tahun dengannya itu.

***

Sudah merasa jera karena menjadi asisten guru di hari kemarin, pagi ini (Y/n) datang lebih pagi daripada biasanya. Ketika ia mendengar alarm-nya berdering di pagi hari, (Y/n) pun langsung mematikannya dan memilih untuk bangun. Padahal sebelumnya ia juga mematikan alarm tersebut, namun setelahnya gadis itu melanjutkan tidurnya.

Suasana kelas yang masih sepi membuat (Y/n) merasa aneh. Karena biasanya gadis itu selalu datang ketika kelas sudah ramai. Hampir dua per tiga teman-temannya sudah datang. Namun, hari ini hanya terdapat dua sampai tiga kursi yang terisi. Dapat dilihat dari tas ransel mereka yang tergeletak di atas meja ataupun kursi. Tetapi pemiliknya entah pergi ke mana.

Memilih untuk acuh dengan suasana kelas yang terasa berbeda, (Y/n) pun melangkah ke kursinya sendiri. Namun, kala ia melihat benda asing yang berada di atas mejanya, seketika gadis itu menghentikan langkahnya. Memastikan jika tempat duduk itu merupakan tempat yang biasa ia duduki.

Memang benar demikian. Tetapi, keberadaan benda asing tanpa pemilik di atas meja itu lebih menarik perhatian (Y/n). Tangannya pun bergerak mengambilnya. Rupanya, benda itu merupakan sebuket bunga kesukaannya.

Sebuket yang sama dari toko bunga milik ibunya. Ia tahu dari pita yang menjadi ciri khas setiap buket bunga yang dibeli dari toko bunga ibunya tersebut. Mungkin ini hanya kebetulan.

Secarik kertas yang diletakkan di dalam sana membuat tangan (Y/n) bergerak untuk meraih kertas tersebut. Ia membaca sederet tulisan tangan yang tampak rapi dan nyaman untuk dilihat.

Selamat karena sekarang lo udah bukan tukang maling mangganya tetangga lagi.

Tak dapat ditahan, tawa pun lolos dari bibirnya. Dari kalimat singkat itu, (Y/n) sudah tahu siapa yang memberikan buket bunga ini. Ditambah dengan isi dari kalimatnya yang mengarah pada hal sarkasme membuat dirinya semakin yakin.

Kini, (Y/n) merasa bingung apakah ia harus merasa bangga atau tertawa miris.

━━━━━━━━━━━━━━━━

Yo minna!

Memang sudah lama aku pengen bikin fanfiction dengan pair Tsukishima Kei ini. Cuma akunya aja yang sok sibuk, jadi belum sempet bikin apa-apa-

Apalagi doi orangnya garem banget, kan asik awokawokaok.ggt

Dannn... pas banget ada seseorang yang request Tsukishima Kei shshshssh. Semoga kamu puas dengan ceritanya ya! <3

⸙;; blueakane2121

Thank you for your request, sweetie!! ♡

I luv ya!
Wina🌻

05.09.22

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top