Bab 26 Kisah Pahlawan
Bagi sebagian orang, menjadi trending topic di laman pencarian adalah hal yang membanggakan. Kecuali bagi mereka dengan aib yang tersebar luas. Hal yang sama dirasakan oleh Bintang. Menjadi "nomor satu" tidak menyenangkan sama sekali. Tapi siapa yang peduli? Bintang bahkan tidak tertarik untuk memulihkan nama baiknya sekarang juga.
"Semua butuh proses," katanya.
Suatu hari, saat Yogi mendesak Bintang untuk menenangkan media massa, yang dia katakan adalah; "Jangan gegabah. Orang-orang itu akan berhenti saat waktunya tiba."
Lalu, beberapa waktu setelahnya, Bintang berkata dengan bijak. "Jangan pernah menganggap enteng kasus ini. Pahlawan yang meremehkan lawan akan kalah pada akhirnya."
Sekarang, sudah lebih dari satu minggu kasua tidak bergerak ke arah yang positif. Berita tentang Bintang menyebar, tapi tidak ada langkah lain yang bisa diambil. Dani yang kurang kerjaan tengah berkutat dengan selembar kertas dan pena di meja.
Aurora duduk di sebelah Dani dan bertanya dengan penasaran. "Apa yang sedang kau lakukan?"
"Hmm.... Mendaftar kata-kata mutiara yang akhir-akhir ini keluar dari mulut Bintang. Aku tidak tahu pria kikuk ini punya bakat untuk jadi seorang motivator," jawab Dani sambil memegang dagunya. Alis tebalnya terjalin, matanya memandangi tulisan tangan yang miring ke kanan miliknya.
"Rubah tua pengangguran lebih baik diam saja," sahut Bintang di sisi meja lainnya.
Di depan dispenser, bulu kuduk Yogi merinding. Apa seniornya tidak bisa menahan diri untuk tidak membuat masalah? Kenapa dia sangat suka berdebat?
Sebuah keuntungan besar di mana Dani sebenarnya adalah orang aneh yang tidak tersingung dengan kata-kata Bintang sama sekali. Sebenarnya itu sudah sifat sejak lahir Dani untuk menganggap segalanya sebagai lelucon. Seringkali itu tidak lucu sama sekali dan malah membuat orang lain salah paham. Pertikaian pun tak bisa dihindari terus menerus oleh lelucon.
"Hahaha.... rubah tua pengangguran ini sejatinya adalah pekerja keras. Orang yang bahkan belum melalui seven years' itch* tidak pantas mengatakan apapun. Haha!"
*seven years' itch itu seperti... orang bilang dalam suatu hubungan, tujuh tahun pertama adalah tahun-tahun yang paling menentukan. Biasanya pasangan akan mulai merasa bosan dan menginginkan perpisahan di tahun ketujuh hubungan.
Mungkin sebenarnya, di waktu-waktu tertentu Dani sangat peduli tentang reputasinya. Apa lagi di depan para gadis.
Kata-kata Dani menusuk tepat ke titik paling sensitif di hati Bintang. Ya, Bintang gagal menjaga hubungannya. Dia bahkan belum melalui tujuh tahun pertama dan semuanya sudah berakhir.
Alasan di balik berakhirnya hubungan Bintang sangat klise. Kedua orang yang awalnya saling mencintai itu mulai bosan satu sama lain. Oke, sebenarnya hanya pihak wanita yang merasa begitu. Saat itu Bintang masih muda. Dia tidak bisa mengimbangi antara waktu untuk perhatian pada kekasihnya dan waktu untuk mencurahkan hati dan pikiran dalam pekerjaannya.
Bagaimana pun, karena Bintang tidak pernah mengharapkan perpisahan itu, bukti bahwa dia pernah bersama dengan seorang wanita tetap berada di jari manisnya.
Yogi tidak lagi merinding. Seluruh tubuhnya bergetar! Punggungnya bahkan sudah basah kuyup. Sama sekali tidak berani membalikkan badan.
Tangan Bintang mengepal. Dia hanya diam karena kesal. Aurora juga diam karena alasan tertentu. Praktis seisi ruangan berisik hanya karena suara tawa Dani yang tidak peka terhadap keadaan.
Merasa pipinya sakit, Dani berhenti tertawa. Detik berikutnya, Dani sudah angkat bicara dengan topik baru.
"Katakan padaku, Nona Aurora. Kau memasang iklan jasa detektifmu di internet. Aku sudah membaca data dirimu. Itu sangat mengesankan telah memecahkan begitu banyak kasus di usia muda. Apa kau sama sekali tidak tertarik untuk bergabung dengan kepolisian?"
Aurora tersenyum tipis dan menggeleng pelan. "Tidak sama sekali."
"Ah, benar juga. Kau seharusnya menjadi dokter sekarang. Mengorbankan masa depan cerah sebagai penyelamat nyawa manusia, kau sangat berani." Tidak ada niatan untuk merendahkan atau apapun. Nada bicara Dani sepenuhnya adalah kekaguman.
"Menjadi detektif swasta terkadang berarti menyelamatkan nyawa manusia. Membantu mereka yang membutuhka bisa juga berarti menyelamatkan jiwa dan kewarasan seseorang atau kelompok, bisa juga berarti menyelamatkan kehidupan sosial umat manusia. Pada dasarnya menjadi detektif swasta bukan pilihan yang buruk karena area 'membantu' jauh lebih luas. Aku tidak pernah menyesal tentang hal itu."
"Wow! Sangat luar biasa!" Dani melihat sosok hebat dari dalam diri Aurora dan bergrgas memanggil Yogi untuk belajar. "Yogi! Yogi! Cepat, datang ke sini! Aku menemukan kisah motivasi baru."
Niat Yogi untuk bersembunyi dari awal hingga akhir gagal. Tubuhnya tersentak kaget saat Dani memanggilnya. Air hangat di tangan pun terciprat sampai ke lengan bajunya.
"B-baik."
Dengan tertekan, akhirnya Yogi duduk di samping Bintang.
"Jadi, apa menurutmu pekerjaan sebagai polisi juga bisa membantu dalam berbagai aspek?" Dani menjadi orang dengan antusias paling tinggi dalam percakapan ini. Orang lain di sekitarnya tidak bisa menahan keceriaan yang meluap-luap, tanpa sadar ikut terpengaruh.
"Menurutku... tentu saja titel 'polisi' begitu menarik. Bukankah kalian juga termasuk pahlawan? Tugas polisi bahkan mencakup hampir semua aspek. Menyelamatkan nyawa, memberi rasa aman, menghentikan pertikaian, menjaga keamanan dan kenyamanan, menegakkan keadilan, dan banyak lagi." Aurora menyentuh satu per satu jarinya seperti menghitung.
Dani merasa berada di atas awan. Padahal kata-kata pujian Aurora tidak sepenuhnya untuk menyanjung dirinya. Bahkan sebenarnya tidak sama sekali.
"Kamu memiliki pandangan yang luas! Luar biasa, Nona. Oh, aku punya kisah heroik tentang seorang polisi!" Di sebelah Dani, Bintang merasa kalau apa yang akan rubah tua itu katakan adalah hal yang mengerikan.
"Aurora, jangan buang waktumu untuk mendengarkan ocehan orang ini. Sebentar lagi makan siang. Bagaimana kalau kita keluar sebentar mencari makanan?" Bintang mencoba mencari alasan agar Aurora tidak mendengar cerita Dani.
"Apa yang kau lakukan? Nona Aurora ini tamu. Tamu adalah raja. Pergilah beli empat porsi makanan. Apapun yang kau beli jangan masukan barang-barang yang pedas." Setelah mengatakan semuanya, Dani kembali pada pembicaraannya dengan Aurora. "Semua keajaiban ini bermula dari lima sampai enam tahun yang lalu. Saat itu seorang pemuda berjalan dengan gagahnya melewati batas dua dunia yang berbeda. Dunia biasa dan dunia kepolisian."
Tatapan yang dingin mengena langsung ke Dani. Tapi di tidak tahu itu. Malahan yang benar-benar menyadarinya adalah Yogi. Sekarang dia harus ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang basah oleh keringat.
Bintang mendengkus dan keluar dari ruang kerja dengan kesal. Harusnya Dani juga seorang tamu. Meski ada ungkapan tamu adalah raja, tamu mana yang begitu berani memerintah tuan rumah untuk melakukan hal-hal.
Pintu tertutup. Dani melihat jejak terakhir Bintang dari ekor matanya.
"Sebenarnya ini adalah kisah tentang Bintang. Aku hanya ingin menyebarkan kisah kepahlawanan seorang Bintang pada dunia. Tidak berguna sekarang, tapi tidak ada yang tahu tentang masa depan. Karena kau adalah orang luar, akan semakin mudah untuk menyebarkan dongeng. Jadi, biarkan aku menceritakan keseluruhan cerita dari awal sampai akhir."
Di dalam warteg yang ramai, Bintang mengantre untuk memesan makanan.
"Empat bungkus. Dua jenis sayur dan satu ikan. Sama gorengan juga, Bu."
Bintang duduk di kursi panjang di depan etalase menu. Memandang begitu banyak macam menu yang berwarna, tiba-tiba Bintang memiliki ide.
"Bu, yang satu pake lauk pedas. Nasinya diaduk sama lima sendok sambal, ya."
Ibu warteg memiringkan kepalanya heran. Dia tentunya mengenal Bintang, dan tahu dengan pasti kalau polisi itu tidak suka masakan pedas. Apa-apaan dengan lima sendok sambal? Dia ingin memberi makan atau racun pada manusia?
Wajah dingin Bintang berusah sedikit. Sudut bibirnya terangkat miring. Dia tersenyum. Tapi itu bukan senyum yang ingin dilihat semua orang.
*******
Catatan :
Jadi di sini atau lebih tepatnya satu paket cerita ini kita bisa menemukan dua kata panggilan orang kedua yang berbeda. "Kau" dan "kamu".
Di sini "kau" merujuk pada orang-orang yang tidak perlu begitu dihormati, namun tetap dalam konteks formal.
Sedangkan "kamu" ini lebih ke kasual dan digunakan untuk panggilan akrab.
Kalau "Anda" enggak perlu dijelasin lah, ya. 😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top