5 #Target

Cinella tidak mau lagi bertemu dengan Genta atau pun teman-temannya itu. Dan kemarin adalah pertemuan terakhir mereka berdua. Semoga tidak ada lagi pertemuan-pertemuan selanjutnya. Semoga.

Cinella berjalan tergesa menuju ruang kuliahnya, di dalam hati dia terus bergumam semoga Bu Tiara belum menampakkan batang hidungnya. Cinella akui kali ini dia telat beberapa menit karena harus mengurus ibunya terlebih dahulu. Sementara Bu Asia harus terlambat datang ke rumahnya karena harus mengurus beberapa pekerjaan rumahnya juga. Sebagai orang yang merasa terbantu dengan kebaikan hati bu Asia, Cinella tentu tidak ingin membuat wanita itu merasa tertekan. Lagipula, tidak apa-apa jika sesekali ia terlambat barang beberapa menit.

"Selamat pagi, Cincin."

Cinella yang tadinya berjalan sedikit cepat justru menambah kecepatannya saat melihat siapa yang kini tengah menyejajarkan langkah di sampingnya.

"Idih, cuek banget. Nanti jadi mirip bebek loh."

Kening Cinella mengerut halus. Apa hubungannya cuek dengan bebek?

"Kan orang-orang sukanya ngomong cuek bebek. Nah, nggak salah kan kalo orang cuek mirip dengan bebek?" lanjutnya.

Cinella mendengus pelan lalu berlari-lari kecil. Niatnya agar Genta tahu bahwa dirinya sedang tidak mau diganggu pun harus pupus karena laki-laki itu justru terus mengikutinya.

"Kak Genta apa-apaan sih? Kok ngikut-ngikut dari tadi?!" ujar Cinella sewot.

Kepala Genta sedikit mundur, namun pada akhirnya sudut bibirnya perlahan naik. "Dih! Akhirnya nyahut juga. Kirain mau pura-pura budek. Ternyata pesonaku masih berfungsi."

"Kakak ngapain sih di sini? Nggak kuliah apa?!"

"Kamu kok perhatian banget sama aku? Aku baper nih."

Sepertinya menggubris keberadaan Genta bukanlah pilihan yang tepat. Ternyata laki-laki itu tidak banyak berubah. Suka cari perhatian. Dulu waktu awal kenal dengan Cinella pun dia sudah punya bibit-bibit cowok yang suka caper alias cari perhatian.

Cinella mengembuskan napasnya dengan sedikit kasar. Dia tidak menyangka jika Genta akan membawa kebiasaannya itu sampai duduk di bangku kuliah.

Ah, kira-kira ... sudah berapa banyak perempuan di kampus ini yang dia permainkan? Sepuluh? Tidak mungkin. Lima puluh? Heh, jumlah seperti itu rasanya tidak cukup. Atau ... hampir lima puluh persen populasi perempuan yang ada di kampus ini sudah dia permainkan? Sepertinya begitu.

Sudahlah, lagipula untuk apa dia sibuk memikirkan hal itu?

Berada tepat di ujung koridor, mata sipit Cinella menangkap sosok Dhea dengan kamus psikoanalisa di tangannya. Cinella tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia bergegas mengejar teman seruangannya itu lalu meninggalkan Genta yang sukses menghentikan langkahnya. Tidak mungkin kan dia terus mengekor? Yang ada Cinella bisa illfeel duluan padanya.

Sama-samar Genta bisa mendengar Cinella bertanya perihal tugas-tugas yang bahasanya Genta tak mengerti.

"Cin, see you," ujar Genta dengan suara yang lumayan keras.

Dhea sudah setengah menoleh, tapi Cinella kembali menariknya agar tidak melihat laki-laki itu. Genta tersenyum tipis hingga dua orang perempuan itu menghilang di ujung koridor.

"Hhhh, Cin-cin," gumam Genta sebelum berbalik menuju ruang kuliahnya.

***

"E e e e Bang Genta kenapa kau tak pulang-pulang  pamitnya pergi cari uang tapi kini malah menghilang~
e e e e Bang Genta sungguh kau tak pernah berubah, kau obral janji tinggal janji, sungguh Radit sakit hati~"

Desta yang tadinya sedang sibuk bermain game pun akhirnya mendongakkan kepalanya,nia cukup merasa terganggu dengan suara Radit yang hampir menyerupai terompet yang sudah rusak. Sementara Genta yang baru saja muncul hanya menyunggingkan senyum sebentar lalu melemparkan satu bungku roti ke arah Radit dan juga Desta.

"Alhamdulillah, rejeki anak soleh."

"Gue selalu heran, lo ngaku-ngaku sebagai anak soleh, sedangkan salat aja jarang," sahut Desta seraya membuka bungku rotinya.

"Astaghfirullah, Des. Sungguh teganya dirimu teganya teganya teganya–"

"Ssst! Berisik, Dit!"

Desta hampir saja tersedak roti yang baru dimasukkan ke dalam mulutnya tatkala Zeva yang merupakan salah satu mahasiswi yang berada di ruangan itu menegur Radit dengan tampang garang. Namun, kekagetan itu tak berlangsung lama karena selanjutnya baik Desta maupun Genta pada akhirnya terbahak. Jarang-jarang loh mereka ada yang menegur.

"Ya Allah, Va. Galak bener sih jadi cewek. Salah apa aku?"

Radit memang terlalu dramatis, bahkan beberapa orang seruangannya kadang heran, dengan sisi dramatisnya itu bisa-bisanya tersimpan sisi garang juga. Ya kalau tidak, sudah pasti dia tidak akan bergabung bersama Genta dan juga Desta, kan?

"Hahaha, giliran ditegur sama cewek langsung kicep ya lo, Dit," timpal Desta setelah memasukkan potong terakhir rotinya.

"Hati gue kan selembut sutra, Des. Jadi ditegur sama makhluk Tuhan yang paling lembut pun gue bakal langsung luluh." Desta berdecih. "Eh, by the way. Kang Mas Genta abis dari mana, sih? Kok datengnya telat dari kita-kita?"

"Abis ketemu Cincin."

Desta dan Radit sejenak berpandangan.

"Cincin? Ummm, siapa ya?" tanya Desta bingung. Baru kali ini dia mendengar nama itu. Apakah gebetan baru Genta?

"Yang dulu nolongin gue pas gue ketusuk."

"Ow ow ow, jadi ceritanya ada cinta bersemi setelah insiden penusukan, nih? Dih, judul kisah cinta lo yang ini sinetron banget, Ta. Etdah!"

Genta menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah mengapa saat Radit bilang kisah cinta selanjutnya, hatinya berdesir tak keruan. Ada apa ini? Apakah dia dan Cinella masih bisa berada dalam hubungan yang seperti itu? Tentu Genta juga harus tahu diri, setelah menyakiti hati Cinella, rasa-rasanya untuk mendekati cewek itu lagi dia butuh kekuatan yang lebih ekstra. Termasuk kepercayaan diri yang lebih juga.

"Tapi ... dia terus ngehindar dari gue," gumam Genta yang langsung mendapat tatapan yang sulit diartikan dari Desta dan juga Radit.

"Maksud lo? Dia nggak ngerespon lo gitu?" Genta tidak merespon. "Egila, ada ya cewek yang bisa nolak pesona lo, Ta? Hebat bener tuh si Cincin." Desta menepuk tangan cukup keras seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia benar-benar tidak menyangka. Setahunya, sejak dia kenal dengan Genta, belum ada cewek yang bisa menolak pesona cowok yang terkenal sebagai preman kampus itu.

"Ck ck ck. Gue turut prihatin atas pencapaian lo di bidang perempuan kali ini, Ta." Radit ikut bersuara.

Genta berdecak sebal. Dia lalu menyandarkan punggungnya di  sandaran kursi. Sebenarnya, dia sedikit tercubit dengan ucapan Desta dan Radit, tapi mau bagaimana lagi. Target cewek kali ini tidak main-main karena ada kisah kelam di dalamnya. Tapi dengan begitu, Genta juga merasa tertantang dan merasa perlu untuk setidaknya dekat dengan sosok Cinella. Menurutnya, ada hal yang perlu dia selesaikan dengan cewek itu.

"Tapi, lo nggak akan nyerah gitu aja dong, Ta?" Genta mengangguk pelan–antara yakin dan juga ragu.

"Gue dukung lo kok, Ta! Itu membuktikan bahwa Cincin Cincin itu bukan tipe cewek gampangan. Jadi, selamat berjuang!" ucap Radit memberi semangat. Tangannya bahkan terkepal ke atas saking semangatnya. Desta mengangguk cepat pertanda setuju dengan ucapan Radit–kali ini.

Genta menatap kedua sahabatnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Dalam hati dia bergumam "Apakah lo berdua tetep ngedukung gue setelah tahu kejadian yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu?"

***

Alhamdulillah bisa apdet cerita lagi. Huhuhu.

Btw, aku lagi diserang rasa malas ngetik nih. Makanya jarang banget apdetnya😢 apalagi di sini lagi hujan-hujan mengundang rebahan, euy tambah mager kan😅

Part ini, semoga feel-nya masih berasa, ya. 😌

Maacih juga untuk kalian yang udah nunggu cerita ini💕💕💕

Luv,
Windy Haruno




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top