Prolog

Selamat datang di dunia baru Ocha. Aku berasa membesarkan anak yah gaes, bayangin aja si Ocha dari masih mahasiswi sampai jadi ibu dua anak, ya ampun terharu kali aku gaes~

Jangan lupa vote dan komentarnya loh~

⭐️⭐️⭐️
Disclaimer: Tokoh, instansi dan peristiwa di dalam cerita ini adalah fiksi. Tidak ada hubungannya dengan dunia nyata
⭐️⭐️⭐️

"Hahahaha ...." Suara tawaku menggema, aku tertawa keras tetapi sedikit merasa kesal. Aku baru saja membaca sebuah berita tentang pencalonan Mas Aga sebagai presiden.

Aku merasa lucu karena berita tersebut menyinggung tentang Mas Aga yang bucin setengah mampus pada istrinya. Yah, memang benar, itu akui seribu persen!

Hal yang membuatku kesal adalah klaim mereka yang mengatakan bahwa Mas Aga tidak cocok karena memiliki istri seperti aku. "Cukup masuk akal sih memang," gumamku pelan. Aku memang tidak punya kualifikasi sebagai seorang yang anggun dan menjadi pemimpin.

Seorang Dealocha Karin menjadi the first lady, seperti akan membawa negara ke dalam masalah besar. Antara rakyatnya tidak bisa mengenali tingkahku atau memang suamiku yang sudah takdirnya jadi presiden?

"Ocha ... lo semenjak pensiun dari dunia artis agak menyeramkan ya," komentar Viona. Semenjak menjadi ibu rumah tangga murni, dan benar-benar kerjaan menghabiskan uang suami, aku menjadi sering memanggil Viona dan Luna ke rumah.

Tante-tante kesayangan Lingga dan Kay ini lumayan membantu, aku bisa lebih banyak bermalasan karena ada mereka yang dengan suka rela menjaga Lingga serta Kay.

"Terutama semenjak melahirkan Kay. Berasa udah kagak perlu lagi ngapa-ngapain. Yang modelan begini jadi first lady? Please, kayaknya gue bakalan mengumpulkan masa berunjuk rasa," imbuh Luna yang sedang menggendong Kay yang baru bangun.

Aku mengambil Kay dari gendongan Luna, anak perempuanku ini kalau melihat ibunya sudah seperti melihat ayunan. Pokoknya harus digendong ibu! Tapi ... aku akan kalah ketika Mas Aga muncul di depan Kay. Semua anak-anakku merupakan antek-antek Mas Aga.

"Tuntutannya apa? Mas Aga turun dari jabatan?" tanyaku menyambung ucapan Luna tadi.

"Oh tidak! Isi tuntutannya Bapak Tyaga Yosep diminta untuk berpisah dengan Ibu Dealocha Karin," kelakar Luna yang tentu saja mengundang gelak tawa Viona.

Aku mendelik pada Luna dan Viona. Inginnya melempar mereka dengan bantal, sembarangan saja kalau berbicara. Tapi, aku ingat ada Kay, anakku ini berusia dua tahun dan dia suka meniru apa yang dilakukan orang-orang disekitarnya.

Dua hari yang lalu aku sudah diceramahi Mas Aga karena teledor. Bukan hanya aku saja, tetapi Lingga juga kena. Aku dan Lingga bermain di halaman belakang, kebetulan ada pohon mangga yang sebenarnya tidak begitu tinggi, karena ada mangga yang masak aku dan Lingga bekerjasama mengambilnya.

Lingga aku bantu memanjat pohon, sementara Kay menonton aksi kami berdua dari baby chair-nya. Tentu saja ada Jeje dan Bi Ani yang heboh sendiri melarang aku dan Lingga. Membuat kami semua melupakan Kay yang sedang mempelajari bagaimana caranya memanjat.

Namanya juga bibit dari Tyaga Yosep, sudah pasti Kay super pintar. Keesokan harinya dia mempraktikan ilmu memanjatnya tersebut. Padahal, Kay anak yang manis, dia tidak pernah memanjat seperti Lingga dulu, dia benar-benar seperti princess.

Kay, memanjat meja kerja Mas Aga. Pertama dia memanjat melalui kursi kerja Mas Aga yang memang sejak lama telah kami tukar menjadi kursi tanpa roda-semenjak Lingga yang mulai ingin tahu banyak hal. Mas Aga memergoki Kay saat kaki mungil anak kami itu naik ke atas meja, persis seperti kaki Lingga yang akan naik ke dahan pohon saat aku menggendongnya kemarin.

Aku dan Lingga dipanggil Mas Aga setelah Kay tertidur pulas. Kami berdua duduk bersimpuh di depan Mas Aga. Sementara suamiku itu duduk bersila, tangannya berlipat di depan dada, menatap aku dan Lingga dengan tajam.

"Ayah selalu bilang apa Mas?" tanya Mas Aga pada Lingga yang memang mulai sekarang dipanggil dengan sebutan 'Kangmas Lingga'.

"Jangan nakal, nggak boleh jadi contoh jelek buat Adek Kay," sahut Lingga. Aku melirik Lingga yang bibirnya manyun beberapa senti ke depan.

"Ibu Ocha ... ingat sudah punya anak dua Bu? Masih mau main-main macam anak gadis Bu? Rasa-rasanya anak gadis sekarang pun jarang ada yang manjat-manjat pohon," omel Mas Aga.

"Kok Ibu diceramahin panjang? Mas Lingga cuma ditanya salahnya dimana," protesku tidak terima. "Iya maaf Ibu Ochantik bersalah," tuturku langsung saat melihat Mas Aga melotot.

"Mas juga minta maaf Ayah. Mas janji nggak akan mengulangi lagi, asal jangan disuruh Ibu aja," ucap Lingga yang sukses membuat Mas Aga menghela nafas. Memang biang keladinya itu aku, Ibu Ocha.

Dari kejadian ini saja, sudah jelas betapa konyolnya aku menjadi menyandang gelar besar seperti Ibu Negara. Walaupun Mas Aga sendiri belum ada membicarakan tentang kabar tersebut, belakangan aku sibuk mengurus Kay dan Lingga. Kami tidak membahas urusan politik.

"Jangan terlalu dipikirin Cha, masih ada banyak waktu buat lo berpikir mau bagi harta gono-gini gimana," kata Viona yang kembali mengundang gelak tawa Luna serta membuyarkan lamunanku atas kejadian beberapa hari yang lalu.

"Emang lo berdua nggak mau jadi temannya istri presiden?" tanyaku.

"Enggak!" jawab keduanya kompak.

"AK!"

Sialan! Makiku di dalam hati dan hanya miris saat melihat Kay turut bersokak bersama Luna dan Viona.

⭐️⭐️⭐️

Kayaknya aku mau mulai tradisi tantangan yang selalu ada di setiap cetita Ocha (Tertawa Jahat). Karena baru bab Prolog, aku kasih tantangan 1000 komentar deh ya, kalau bisa besok aku update dua bab gimana? Kecil lah ya buat tante-tante online-nya Lingga serta Kay😂

Ps: Buat yang baca buku Jumpalitan Dunia Ocha jangan info spoiler di komentar cerita buku mananpun ya, akan aku hapus komentarnya. Kasihan sama pembaca yang nggak baca bukunya, mari kita sama-sama saling menghormati~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top