Tips 3
"Filtrasi, Reabsorbsi, Augmentasi..."
Seyon dengan serius menghapalkan materi biologinya dalam mind map seperti yang Kai ajarkan. Ia membentangkan peta konsep berukuran A3 sambil berjalan menyusuri koridor kelas. Entah kenapa materi yang awalnya membosankan itu kini terlihat lebih menarik untuk dipelajari.
Tips ketiga : Tuangkan konsepmu ke dalam mind map. Buat gambar menggunakan spidol warna-warni. Berdasarkan riset, gambar dan warna dapat meningkatkan daya ingat sebesar 75%.
Jam istirahat disibukkan oleh para murid yang mengatur dekorasi untuk festival sekolah. Beberapa kali Seyon menabrak mereka saat berjalan karena terlalu asyik dengan peta konsepnya. Gadis itu memutar kepala mencari-cari sosok Kai. Mungkin pria itu ada di gedung teater untuk rehearsal. Begitu ia membuka pintu teater, para panitia yang bertanggung jawab untuk drama besok tak henti lalu lalang, sibuk dengan urusan masing-masing. Seyon berjalan di antara kursi penonton dan melompat ke atas panggung. Ia masih belum menemukan Kai di bawah cahaya remang tempat tersebut. Langkahnya lalu tertuju ke belakang panggung.
Sosok yang dicarinya ketemu. Kai nampak mengurus wardrobe seorang diri untuk pertunjukan besok. Seyon melompat menghampirinya.
"Hei, bagaimana persiapanmu, Sang Pengawal?" goda Seyon sambil tersenyum. "Kenapa kau sendirian di sini? Mana yang lain?"
Kai menghentikan aktivitasnya sejenak. "Semua sedang bersiap untuk scene awal. Sedang apa kau di sini?"
Seyon membentangkan gulungan peta konsep di hadapan Kai. "Lihat mind map buatanku! Bagus tidak?"
Kai meraih benda tersebut dari Seyon. "Bagus atau tidak, itu bukan masalah. Yang penting kau mengerti isinya."
Sementara pria itu sedang asyik mengamati mind map Seyon, mata gadis itu membulat girang saat menemukan skenario drama Kai di meja rias. Tanpa sepengetahuan pria itu, Seyon membuka lembar per lembar dan membaca sekilas isinya. Senyumannya merekah. Kai menandai tiap dialog miliknya dengan spidol warna-warni, persis dengan metode yang diajarkan kepadanya. This is totally him!
Bibir gadis itu sempat manyun melihat nama murid yang berperan menjadi sang putri. Orang itu musuh bebuyutannya sejak SMP. Mereka berdua sering adu pamer barang mahal atau meributkan masalah tertentu yang tidak penting. Seyon tidak menyangka orang seperti itu bisa lolos casting dan beradu akting dengan Kai dan Sehun.
Namun, air muka gadis itu berubah ketika secara tidak sengaja membaca suatu dialog.
Cuma nyawa dan pengabdian yang bisa hamba berikan. Bukan berlian ataupun istana. Bagaimana bisa hamba berani mengharap cinta darimu, Putri?
Seyon serasa ingin muntah dan merobek skenario cheesy tersebut. Pasti karangan Baekhyun! Kalimat itu sukses membuat suasana hatinya kembali buruk, mengingatkannya dengan cibiran di kelas belum lama ini. Sayangnya, Kai sendiri tetap bersikeras ingin memerankan tokoh pengawal kerajaan. Seyon hanya tidak ingin ada lagi yang merendahkan Kai. Hanya karena ia anak dari seorang pembantu, bukan berarti mereka bisa menganggap remeh pria itu.
"Hentikan!"
Kai merampas skenario dari tangan Seyon secara tiba-tiba, membuat gadis itu tersentak. Seyon hanya bisa mengedipkan mata dengan polosnya dan menyapukan rambutnya ke belakang telinga. Namun, tak lama kemudian, Kai melangkah mendekat ke Seyon sambil terus menatap gadis itu penasaran. Seyon membelalak tidak mengerti apa yang sedang dilakukan pria itu. Kaki gadis itu melangkah mundur dan tertahan oleh meja rias di belakangnya. Ia membatu. Degup jantungnya mendadak berpacu tak keruan. Gila! Wajah Kai terlalu dekat!
"Sudah sejauh mana kau membacanya?" bisik Kai dingin.
"Tidak! Belum ada yang sempat kubaca!" balas Seyon membela diri.
Kai mengacung-acungkan skenario di tangannya. "Benda ini spoiler. Membacanya berarti sama saja dengan kau tidak perlu datang untuk meledek aktingku besok."
"Aish! Kau tuli, ya? Sudah kubilang aku belum sempat membaca apa-apa," cibir Seyon.
Gadis itu baru dapat menormalkan kembali detak jantungnya saat Sehun datang ke belakang panggung. Wakil ketua OSIS itu menarik lengan Kai menjauhi Seyon, membisikkan sesuatu di telinga sang ketua, lalu menepuk bahunya. Kai mengangguk dan bergegas meninggalkan tempat tersebut dengan terburu-buru. Melihat Seyon yang seharusnya tidak berada di lokasi itu, Sehun mencoba menyapa.
"Yo! Jin Seyon!"
"Ngg?" sahut Seyon malas.
"Kudengar nilai-nilaimu meningkat drastis semester ini. Apa ketua memberi les privat padamu saat di rumah?"
Seyon diam saja mendengar tebakan Sehun. Ia sama sekali tidak mau membahasnya. Pria itu kemudian duduk di sebelahnya sambil meregangkan badan, lelah mengikuti rehearsal seharian. Awalnya gadis itu tidak peduli, namun ia sadar bahwa saat ini tidak ada yang bisa dilakukannya selain meninggalkan tempat itu atau mengajak Sehun basa-basi.
"Bagaimana latihanmu?" Seyon angkat bicara.
"Hhhh begitulah! Mungkin hidupku akan lebih bergairah kalau aku yang memerankan pengawal daripada pangeran."
Seyon mengangkat alis. "Maksudmu? Oh iya! Kenapa sejak awal kau justru lebih tertarik dengan peran pengawal?"
Sehun mengarahkan pandangan ke setiap sudut ruangan, memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang mendengar percakapan mereka berdua. Ia mulai berbisik.
"Itu karena ada adegan ciuman antara pengawal dan putri. Kalau peranku hanya ada adegan pelukan. Payah! Hei, ini rahasia! Jangan bocorkan pada yang lain!"
Bola mata Seyon membengkak seketika. Dagunya seakan hampir jatuh ke bawah saking kagetnya. Ia sungguh tidak menyangka. Tak pernah terlintas sedikit pun di pikirannya mengenai adegan ini.
"JINJJA?" serunya tak habis pikir. "Kai kan cuma pengawal. Is it necessary?"
"Love interest yang sesungguhnya dimainkan oleh pengawal dan putri. Aku hanya pihak ketiga. Seandainya kau datang mengintip saat kami latihan jauh-jauh hari. Kami semua benar-benar tidak menyangka, ternyata ketua bisa juga! Hmm... he's really a good kisser. Nampaknya ia lebih profesional dariku. Tunggu! Kau harus janji untuk tidak membocorkan ini padanya. Ia bisa membunuhku! Hei! Hei! Seyonie!"
Gadis itu tidak merasakan guncangan pelan di pundaknya yang dilakukan Sehun. Otaknya masih belum merespon penjelasan Sehun. Ia menutup mata dengan kesal. Jadi, sejak awal Kai memang punya maksud lain untuk memerankan pengawal kerajaan? Tatapan Seyon menajam. Giginya bergemeletuk.
Byuntae!!!!
***
"Jin Seyon! Kau mendengarku tidak?"
Malam itu di gazebo, Kai sekali lagi menegur Seyon yang sejak tadi ternyata tidak fokus. Sekilas dari awal mereka belajar bersama hari itu, Seyon terlihat seperti mengkhayalkan sesuatu. Tatapan matanya kosong dan terkadang menggigit bibir. Ekspresinya tak tertebak.
"Ahh? Ohh... Maaf, sampai dimana kita tadi?" jawab gadis itu terbata-bata.
Kai menutup buku cetak. "Konsentrasimu buyar. Ada apa? Apa kau lapar lagi? Mau kukupaskan buah?"
Seyon menutup mata sambil menghela napas. Ia meniup poninya ke atas dengan cepat, malu dan kesal karena kedapatan melamun. Ia sendiri tidak tahu apa yang sejak tadi ia khayalkan. Akan tetapi, bisa dipastikan sebagian besar adalah percakapannya dengan Sehun tadi siang. Seyon sampai tidak ada niat untuk lanjut belajar lagi.
Ia tak tahan lagi. Rasa penasaran dalam dirinya memuncak. Ia harus meledakkannya atau memilih untuk tidak akan bisa tidur semalaman.
"Anyway, siapa yang menulis naskah dramamu?" tanya Seyon.
"Lee seonsaeng. Kenapa?" jawab Kai pendek.
"Benarkah? Terus kenapa adegan itu harus ada untuk ukuran sebuah drama sekolah?"
Sebelah alis Kai terangkat. Ia memajukan badannya ke dekat Seyon. "Ngg? Dari pertanyaanmu, sepertinya dugaanku benar. Kau memang sempat membaca skenario dramaku. Apa ada adegan yang mengganggu pikiranmu?"
Seyon berkedip polos. Ia berdeham pelan sambil mengangkat dagu dengan angkuh, mencoba bersikap wajar. "Hari ini sampai di sini saja. Cepatlah tidur! Jangan sampai ada kantung mata saat kau tampil besok."
Gadis itu berbalik masuk ke rumah tanpa sedikit pun melirik ke arahnya. Tak ada ucapan selamat tidur seperti biasa. Kai masih menatap punggung Seyon yang berjalan menjauh. Sikap gadis itu berubah kaku. Kalau dipikir-pikir, sepertinya tadi siang tidak terjadi apa-apa. Seyon mulai bertingkah aneh ketika dalam perjalanan pulang. Di mobil, gadis itu tumben tidak mengomel dan cerewet. Ia hanya melamun menatap jendela dan berbicara seperlunya saja jika Kai menanyakan sesuatu.
Jangan-jangan ia sudah mengetahuinya.
Dalam remang lampu taman, Kai tersenyum samar.
***
"KAI SUNBAENIM!!!"
Seyon seketika menutup sebelah telinganya. Teriakan para penonton yang didominasi para wanita menggila saat Kai muncul dari balik tirai menuju panggung untuk memulai aksinya. Seyon memutar bola mata, mengisap cola dingin dengan lebih cepat dari pipet sambil bertopang dagu. Ini hanya drama sekolah, bukan pertunjukan musikal spektakuler di Interpark ataupun Broadway.
Ayolah! Dia kan cuma Kai. Kalian semua kenapa sehisteris itu?
Adegan di panggung menampilkan Kai sebagai pengawal kerajaan sedang bertarung melawan segerombolan bandit yang mencoba menculik sang putri. Pria itu dengan lincah memperlihatkan kemampuan berpedangnya, membuat suasana menegang. Seyon memerhatikan penonton sekitarnya. Mereka sangat serius dan begitu berapi-api. Seyon tertawa meremehkan. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya mereka melihat Kai bermain pedang. Kenyataannya, saat ada waktu luang, ayah Seyon biasanya selalu mengajari Kai untuk duel anggar dengannya. Teknik berpedang seperti itu bukan merupakan kejutan lagi bagi Seyon. Biasa saja!
Namun, tetap ada rasa puas tak terhingga dalam hati Seyon. Dibandingkan dengan mereka semua, tidak ada yang lebih mengenal Kai selain dirinya. Pria itu pantang menyerah, selalu berusaha keras, dan bersungguh-sungguh dalam melakukan apapun. Melihat aksi panggungnya saat ini, Seyon tersenyum tulus sekaligus lega. Tidak disangka bangku penonton terisi penuh, bahkan banyak yang tidak kebagian tempat hanya untuk menonton pertunjukannya. Sesuai ucapan Kai, pria itu memang pantas memerankan tokoh pengawal kerajaan.
Kai mengarahkan ujung pedang tepat ke depan leher si ketua bandit dengan tatapan tajam dan napas terengah. "Lepaskan sang putri!"
Selepas kalimat tersebut, untuk kesekian kalinya Seyon terkejut mendengar jeritan pujian dari para penonton. Seyon memijat pelipis dengan kesal. Bagaimana bisa ia menikmati drama dengan suasana ribut?
"KYAAA!!! SUNBAENIM, KAU SANGAT KEREN!!!"
"KIM JONGIN! KIM JONGIN! KIM JONGIN!"
Para bandit berlarian ketakutan ke backstage, meninggalkan sang putri dan pengawal kerajaan berdua di atas panggung. Sang pengawal membantu tuan putri berdiri tegak. Gadis itu mengelus pelan wajah Kai dengan mata berkaca-kaca. Mereka berdua mulai saling pandang dalam jarak dekat. Tatapan Kai lurus dan terasa begitu hangat.
"Aku tahu kau akan datang menyelamatkanku. Apa aku bisa menganggap ini sebagai ungkapan perasaanmu padaku yang sebenarnya?" lirih sang putri.
"Cuma nyawa dan pengabdian yang bisa hamba berikan. Bukan berlian ataupun istana. Bagaimana bisa hamba berani mengharap cinta darimu, Putri?"
"Kalau memang demikian, maka biarkan aku merasakannya. Izinkanlah.. walau hanya sebentar... kehangatan di bibirmu."
Seyon tertegun dari tempat duduknya. Ia perlahan melepaskan tangan yang sejak tadi menopang dagunya, menegakkan badan, terenyuh melihat pemandangan di depannya. Tiba-tiba jantungnya berdetak kencang. Ia merinding dan seakan tak mampu bernapas saat gadis itu lebih mendekatkan wajahnya ke arah Kai dan menutup mata dengan perlahan. Apa mereka serius akan melakukannya?
DEG!
Kai melirik Seyon dari atas panggung. Pandangan mereka bertemu. Jantung Seyon seakan meledak. Tubuh gadis itu gemetar. Seyon tidak berani memalingkan tatapan pria itu, lebih tepatnya tidak bisa. Kai memang tidak mengucapkan apapun. Namun, tatapan itu secara tegas mengatakan apa yang ingin disampaikan pria itu padanya.
Jin Seyon, lihat aku baik-baik!
Dengan cepat Kai meraih belakang kepala sang putri. Sebelah tangannya menarik tangan gadis itu mendekat kepadanya. Tak butuh waktu lama bagi Kai untuk membuat bibir gadis itu menyentuh bibirnya.
Teriakan histeris kembali memenuhi ruangan. Di tengah keributan itu, Seyon terdiam. Kai yang masih menutup mata terlihat mengecup bibir sang putri begitu lembut dan menggenggam erat sebelah tangan gadis itu. Perasaan Seyon bergejolak. Semuanya terasa aneh dan tidak lazim. Kai yang biasanya selalu belajar bersama dengannya hingga larut malam sedang melakukan adegan yang ia sendiri belum pernah melakukannya. Kai, pelayan pribadinya, yang begitu setia dan sabar meladeni perintah dan omelannya kini sedang larut dalam suasananya sendiri, dimana Seyon tidak bisa menginterupsi. Kai...
Benar... Semua terasa aneh dan tidak lazim.
Perih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top