4

Twilight,
again.
Another ending.
No matter
how perfect the day is,
it always has to end.

Stephenie Meyer

•••

Lebih banyak surat datang minggu ini, semuanya menumpuk di atas nakas tempat Neryssa menatapnya sekarang. Bertanya-tanya haruskah dia membukanya?

Semalam dia hampir melemparkan semuanya ke perapian hanya agar dia tidak tergoda untuk membaca setiap kata yang mungkin dikatakan ayahnya. Namun dia tidak bisa. Pikiran untuk menghapus semua bukti bahwa ayahnya mungkin masih peduli dengan keberadaanya, itu melumpuhkan.

Hanya satu, aku hanya akan membaca satu. Pikir Neryssa.

Dia mengambil surat terbaru, merinding saat melihat segel di atasnya. Tentunya itu tidak akan seburuk itu. Mengembuskan napas yang tertahan, Neryssa mencungkil segel dan membuka lipatan perkamen dengan mata terpejam.

"Sekarang atau tidak sama sekali."

Dengan itu dia membuka mata. Berkedip beberapa kali untuk menghilangkan kabur dari pandangannya. Lilin yang hampir habis terbakar di kamarnya menciptakan cahaya goyah. Tulisan tangan ayahnya yang tajam dan tegas memenuhi setengah dari perkamen. Matanya lapar untuk melahap setiap kata, setiap huruf yang ayahnya goreskan. Sudah sangat lama ayahnya tidak mencoba menjangkaunya. Sudah bertahun-tahun sejak dia berlari dari hidup dan takdirnya.

Lima tahun Neryssa, lima tahun panjang sejak kamu kabur bersama wyvern dan aku pikir masih tidak ada yang berubah darimu. Karena jika kamu pernah berubah atau pernah sedikit peduli untuk sekali saja dalam hidupmu, kamu akan kembali. Kamu tidak akan berada di luar sana saat di sinilah kamu benar-benar dibutuhkan.

Itu seharusnya tidak lagi mengejutkanku, tapi di sinilah aku masih berharap putriku tidak akan menjadi pengecut seperti itu. Masih percaya bahwa dia akan memiliki sedikit kebanggaan di dalam darahnya. Tapi mungkin aku salah?

Jika kamu pernah peduli, jika kamu pernah menganggap Dumont sebagai rumahmu. Kembali. Pulang Neryssa. Jangan buat ayah memohon.

Gregory Eugurann

"Pulang?" desah Neryssa, tangannya gemetar karena menggengam perkamen terlalu erat entah dari kemarahan atau frustasi, Neryssa tidak yakin. "Ayah ingin aku pulang?"

Ingatan dari hari itu masih segar dalam memorinya, dia bisa memutar setiap kata sebelum kehancuran itu terjadi. Apakah itu seluruhnya kesalahannya? Apakah dia bertanggung jawab sepenuhnya dalam keputusan yang dia ambil hari itu?

Ketukkan di pintu menyeretnya kembali dari kehancuran. Dia tidak mau mengingat hari itu. Tuduhan itu. Semuanya seharusnya berakhir saat dia memutuskan untuk bergabung dengan Skies Society lima tahun lalu. Hanya saja masa lalu menguntitnya dan sekarang ayahnya ingin dia kembali. Apa yang begitu buruk hingga ayahnya ingin dia kembali setelah kehancuran di antara mereka? Jawabannya ada di salah satu surat ayahnya, tepat di atas nakasnya. Tapi, beranikah dia membukanya? Untuk membaca setiap kebenaran yang tak terkatakan selama lima tahun.

Neryssa melirik sekilas tumpukan surat sebelum akhirnya membuang muka dan bergegas membuka pintunya karena ketukan terus berlanjut. Tidak pernah ada yang mengetuk pintunya, tidak ada yang pernah mencarinya. Di sini, di kerajaan asing ini, dia bukan siapa-siapa.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Neryssa begitu menemukan Drake berdiri di depan pintunya.

"Ingin pergi ke suatu tempat?" balas Drake mengabaikan pertanyaan Neryssa.

Neryssa Menatap tumpukan suratnya untuk yang terakhir kali. Menghela napas dan bertemu tatapan Drake. "Ayo pergi!"

Matahari belum muncul saat mereka menyelinap ke dalam keheningan. Tidak ada dari mereka yang berbicara, masing-masing puas dengan keberadaan yang lain. Tidak ada orang yang berada di tempat penerbangan wyvern sedini ini, jadi ke sanalah mereka pergi. Mereka masuk melalui gua, dan Neryssa menghela napas sedih saat melihat wyvern. Segala sesuatu yang berada di sekitarnya mati. Ibunya, Mark, Esta. Semua yang berani untuk mencintai keberadaanya, mati. Mungkin ayahnya benar. Dia terlalu egois. Terlalu ambisius.

Neryssa terus berjalan hingga mencapai pembukaan,  pandangannya jauh melihat ke ujung langit utara. Rumah. Masih rumahnya. Di dalam hatinya, dia bertanya, masih selalu bertanya tentang keputusannya saat itu. Apakah lari bukan jawabannya?

"Apa yang kamu lihat?" 

"Hitam. Aku selalu melihat ke kegelapan." Neryssa memiringkan kepalanya untuk melihat Drake yang sekarang berdiri di sampingnya. "Aku ingin melihat cahaya, untuk sekali saja aku ingin melihat cahaya putih yang cemerlang."

"Aku pernah melihat cahaya," ucap Drake, dia duduk di tepi pembukaan. Membiarkan kakinya menggantung di atas angin. Mencintai sedikit rasa dari kebebasan yang bisa dia rasakan. "Cahaya itu membakar terlalu terang, hingga membuatku buta."

"Kamu jatuh cinta pada gadis itu? Gadis yang menantang Pembalasan demi Rajamu?"

"Aku mencintainya. Dulu, sekarang, dan mungkin masih akan terus seperti itu dalam beberapa cara. Dia mengajariku untuk melihat melalui kegelapan, untuk melihat apa yang benar. Bahkan jika api itu membutakanku pada akhirnya, dia juga yang telah mengajariku melihat."

Mark juga mengajarinya banyak hal, dalam beberapa cara dia pernah menjadi api untuk Neryssa hingga akhirnya api itu tercekik kegelapannya. Tidak akan pernah ada cukup cahaya untuknya. Dia telah menghancurkan segalanya saat mengejar egonya. Untuk memenuhi ambisinya.

"Aku tidak pernah cukup mengenal Rosemary Roe secara pribadi untuk mengatakan bagaimana gadis itu. Namun aku mengerti kenapa kamu bisa begitu mudah mencintainya. Semangat seperti itu. Jiwa seperti itu. Mereka yang terus bertarung dan tidak mengenal penyesalan, aku mengerti bagaimana mereka bisa menjadi begitu mudah untuk dicintai."

"Dan jiwa sepertimu? Bagaimana dengan jiwa seperti milikmu?"

Pertanyaan itu membuat Neryssa terdiam. Bagaimana dengan jiwanya? Apakah dia pantas cinta? Pantas untuk sebuah harapan?

"Mungkin tidak ada yang tersisa dari jiwaku."

"Kamu tahu apa?" ucap Drake akhirnya menoleh untuk melihatnya. Neryssa kehilangan napas sejenak, dia ingat mata keemasan yang dulu pernah melihatnya seperti itu. Mata yang mengatakan lebih banyak dari pada kata-kata. Sekarang dia melihatnya di mata cokelat Drake. Harapan. Sebuah keyakinan. "Itulah yang dirasakan Rose. Mungkin kalian tidak jauh berbeda."

"Dia berjuang begitu keras untuk rumahnya. Sedangkan aku? Aku lari, Drake. Aku pergi dan meninggalkan segalanya di belakangku. Bagaimana mungkin kami sama?"

"Aku tidak tahu ceritamu, Neryssa. Tapi  jika kamu masih memiliki arah untuk dituju kamu sebaiknya memulai perjalananmu. Mulai menuju ke sana."

Jauh di dalam Neryssa tahu Drake benar. Jika dia berani untuk kembali. Untuk mencoba sekali lagi, mungkin dia punya harapan. "Bagaimana dengan kamu?"

"Aku tidak punya apa-apa lagi. Bukan keluarga, cinta, atau kerajaan untuk diperjuangkan. Aku telah ditolak. Tidak ada yang tersisa untukku."

"Apakah kamu mau mendengar kebenaranku? seluruh ceritaku?" tanya Neryssa, karena mungkin mereka berdua membutuhkannya.

Dia perlu seseorang untuk mengingatkan dirinya tentang apa yang tersisa. Dan pria ini, pria yang rusak ini, dia mungkin perlu sebuah tujuan baru. Sebuah harapan itulah yang mereka berdua butuhkan. Karena terkadang harapan bertahan paling keras saat semua hal di dunia telah runtuh.

Baru saja pulang, dan seperti biasa senin membutku gila, tidak bisakah kita menghapus hari senin dalam satu minggu? Tentu saja kita tidak bisa. Jadi ini dia sedikit hal yang aku nantikan di hari senin. Semoga kalian juga menikmatinya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top