Chp 182. Kami Akan Datang ke Final
"P! Gelut yok!"
Baru juga datang, Maehwa sudah merusuh dengan membanting pintu ruangan Dain. Dia menoleh ke sekitar. Ketemu! Dain menutup laptop, menghempaskan punggung ke kursi empuk.
"Oh, masih ingat denganku rupanya. Kukira kau lupa." Dain menjawab sarkas. Tangannya sibuk membolak-balikkan halaman rekam medis pasien, tidak tertarik dengan Maehwa. Dain sudah memperkirakan pria itu akan datang memprotes.
Maehwa mendengus. Dia tahu Dain tahu maksud kedatangannya yang senyap. Dia sampai minta bantuan supernatural agar bisa menyelinap ke kantor Dain tanpa ketahuan oleh karyawan.
"Untuk apa kau memasang iklan sebesar itu, heh? Kau tidak tahu aku mendapatkan tekanan?"
"Hei, seharusnya kau berterima kasih padaku karena mau mendukungmu. Kau pikir berapa uang yang kukeluarkan untuk mengambil tempat itu? Lima juta won, bung. Aku bertarung dengan penggemar lain yang ingin merebut stasiun Gangnam dan membayar dua kali lipat."
Ugh, lima juta? Mengingat Dain itu dokter bedah, jelas gajinya tinggi. Apalagi reputasinya baik yang telah menyelamatkan banyak nyawa. Maehwa semakin merasa tidak enak. Padahal Dain tidak terlihat seperti orang yang suka menggunakan uangnya untuk hal-hal berbau kpop.
Dain melirik Maehwa yang sedang menghitung utangnya, tersenyum tipis. "Yah mumpung kau di sini, haruskah kita melakukan sesuatu? Aku juga senggang hari ini. Kau pandai main igo?"
"Seleramu bapak-bapak."
Dain menatap Maehwa datar. Dia seolah lupa kalau dia juga om-om berusia 30 tahunan dan malahan tua dua tahun ketimbang Dain. Mentang-mentang tubuh barunya tergolong muda, dia jadi belagu.
"Kenapa? Takut kalah ya?" ledeknya.
"Siapa takut? Kau melawan orang yang salah. Aku sering bermain igo dengan tetanggaku dulu."
Sudah tiga ronde mereka bermain, Maehwa terbantai 5-0. Dimulai dari game online sampai permainan papan tradisional, kemampuan Maehwa benar-benar menurun drastis!
"B-bagaimana bisa? Aku yang progamer ini..."
Dain duduk santai menyilangkan kaki sambil menyesap kopi. "Asal kau tahu, sejak kecil aku tidak pernah kalah dalam bermain igo."
"Jadi kau bapak-bapak sejak kecil?"
Itu bukanlah ledekan. Maehwa hanya lurus berkomentar dengan memasang mimik polos. Tapi tetap saja terlihat menyebalkan di mata Dain. Bantal sofa melayang ke wajah Maehwa.
Di lorong, Dahlia datang membawa berkas. Dia ingin meminta izin dari dokter yang bertanggung jawab sebelum memperbolehkan pasien pulang. Lalu samar-samar dia mendengar suara familiar. Langkahnya yang pelan seketika menjadi cepat.
"Cowok kesayanganku datang?!"
Maehwa berhenti mengusap-usap hidung, berhenti memelototi Dain yang tersenyum neko, menoleh. "Oh, Nona Dahlia di sini." Dia beranjak bangkit, mengeluarkan selendang pemberian Dahlia saat pertama kali datang ke rumah sakit itu. "Kebetulan ada yang mau kukatakan..."
"Tunggu sebentar! Aku akan segera kembali!"
Dahlia bergegas dari pintu depan yang dibiarkan terbuka. Maehwa menoleh ke Dain, meminta penjelasan. Dain mengedikkan bahu tidak tahu.
Lima menit menunggu, Dahlia datang bersama kue. Setiap Maehwa datang bermain ke sana, dia selalu menyiapkan cemilan manis. Itu menjadi kebiasaannya setelah menjadi Wintermoon.
"Nona tidak perlu selalu memberiku kue saat aku berkunjung. Aku tidak mau merepotkan-"
"Nggak ngerepotin sama sekali kok! Aku mau melakukannya karena senang. Itu saja."
Dahlia berseri-seri melihat Maehwa memakannya tanpa banyak bicara. Dain geleng-geleng kepala melihat tingkah bawahannya itu, memeriksa berkas yang diserahkan Dahlia.
Tatapan Dahlia tertuju pada selendang di sebelah Maehwa, tersentak. "Itu bukannya tudung dariku? Kenapa kamu membawanya kembali?"
Berbagai pemikiran negatif mulai menyerang Dahlia. Apa Maehwa tidak menyukainya lagi? Tapi, tapi, dia memakainya di perfomance lho! Tidak ada tanda-tanda Maehwa membenci hadiahnya.
"Ini? Aku mau berterima kasih pada Nona Dahlia telah memberikannya padaku. Berkatnya aku dapat ide untuk merancang konsep."
Tidak mungkin! Jadi konsep anak kuil terinspirasi dari selendang pemberiannya?! Dahlia ingin ngereog detik ini juga, namun dia menahan diri supaya tidak terlihat gila di depan Maehwa.
"Aku turut senang kalau aku bisa membantu."
"Kalau kau benar-benar berterima kasih, coba kenakan itu di sini sekarang juga."
Dahlia hampir saja kelepasan mengumpat demi mendengar kalimat Dain yang menyuarakan keinginan terdalamnya. Dia menoleh terharu. Dain mengacungkan jempol, tersenyum gentle. Mereka saling berbicara lewat pandangan mata.
Nice, Dokter Cheon! Itulah mengapa saya mengabdi pada anda! Begitulah arti ekspresi puas di wajah Dahlia. Balas memberi jempol.
"Tapi aku tidak pakai make-up sedikitpun."
"Tidak apa-apa kok! Maehwa tetap tampan!"
Entah apa yang mereka nilai dari seseorang yang memakai kerudung mantilla. Mereka pasti sering melihat orang-orang di gereja memakainya atau biarawati. Itu hanya selendang panjang biasa.
Atau karena efek dari keterampilan pesona reaksi mereka jadi super berlebihan? Maehwa tidak tahu, namun dia menuruti keinginan Dahlia hitung-hitung membalas budinya telah merawat Maehwa dengan baik sampai sekarang.
Mata Dahlia bling-bling bercahaya. "Kyaa!! Kau sangat imut!!!" serunya. Dia tak bisa mencegah tangannya mengusap-usap kepala Maehwa.
"Hoo! Kau benar-benar cocok dengan itu," ucap Dain ikut-ikutan mengelus dagu Maehwa seolah sedang mengelus surai kucing. "Mirip anak tk."
"Kalian ini..." Maehwa mendesis jengkel.
Pintu digebrak oleh Rara tiba-tiba. "Dahlia! Dain! Apa yang kalian lakukan sampai tidak mendengar panggilan?! Ada pasien mengamuk di bawah! Kita disuruh memindahkannya ke bangsal kejiwaan."
Dua orang yang dia cari asyik mengelus seseorang. Napas Rara terhenti demi melihat Maehwa menatapnya. Kenapa dia ada di sini?!
"Oh, kau wanita yang waktu itu."
Rara membanting pintu sekali lagi, kabur dalam sekejap mata. Dia berdiri degdegan di lorong. Mata Rara jelas tidak rabun. Dia benar-benar melihat Maehwa. Pria yang tidak mengembalikan uangnya sekaligus membuatnya jatuh cinta.
Tapi pemandangan apa itu barusan? Dain dan Dahlia tampak akrab sekali dengannya. Mereka bertiga berteman? Dasar curang! Seharusnya mereka juga mengajak Rara bermain. Iri banget sama Dahlia bisa sedekat itu dengan Maehwa.
Dain menggaruk kepala. "Rasanya aku mendengar suara Rara barusan. Apa hanya perasaanku?"
"Mungkin hanya imajinasi anda saja."
Tidak, itu bukan hanya khayalan mereka. Dia benar-benar datang lalu kabur beberapa detik kemudian seperti habis melihat hantu. Ada apa dengan karyawan rumah sakit ini sih?
"Omong-omong Maehwa, mereka akan mengadakan final di mana?" Dahlia bertanya setelah menuangkan teh untuknya.
"Belum diumumkan. Kenapa memangnya?"
"Kenapa masih bertanya? Tentu saja kami harus datang untuk menonton pertunjukan langsung! Kami akan meminta cuti pada hari final Star Peak. Jadi pastikan kau memberitahu lokasinya."
"Ide bagus. Aku juga akan datang."
Rara menguping pembicaraan mereka di luar ddan ngin sekali berteriak untuk mengajaknya juga. Tapi dia terlalu malu bertemu Maehwa.
Ternyata aku sungguh sudah di final...
Maehwa mengembuskan napas panjang. "Baiklah. Akan langsung kuberitahu begitu mereka mengatakan lokasi venuenya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top