Day 2
Cuddling Somewhere
Rai Aisozou x Aigara Shuuna
*
"Huaah! Hari ini melelahkan sekali!"
Erangan itu terdengar jelas dari bagian gymnasium yang sepi. Dilontarkan oleh seorang remaja lelaki yang masih dalam pakaian putih khas seorang karateka.
Segera ia menjatuhkan diri ke belakang. Membiarkan punggungnya mencium dinginnya lantai gym. Memberikan efek sejuk yang ia ikuti dengan menetralkan napasnya yang masih memburu.
Hingga telinganya dengan peka menangkap derap langkah. Yang semakin lama semakin jelas bahwa langkah itu mengarah ke tempatnya. Walaupun begitu, ia tidak peduli. Ia tetap mempertahakan posisinya yang telentang di atas lantai.
Suara pintu terkuak membuatnya menoleh melalui bahu. Melihat flat shoes khas perempuan, ia pun dengan sigap membangunkan badan.
"Sudah kuduga kau ada di sini, Aisozou-kun."
"Memangnya mengapa kalau aku ada di sini?" balas Aisozou. Bibirnya membentuk seringai tipis begitu melihat perempuan dengan surai yang diikat ponytail itu mendecih pelan.
"Bukan apa-apa. Hanya saja suara keluhanmu tadi terlalu bising tahu!"
"Oh ya? Seperti kau peduli saja."
"Siapa juga yang mau peduli denganmu, Bakaisozou?!"
Aisozou terkekeh mendengar umpatan yang digabung oleh namanya itu. Namun, ia sama sekali tidak marah. Setidaknya hanya kepada seorang gadis bernama lengkap Aigara Shuuna.
Melihat Shuuna yang merengut kesal, alhasil Aisozou pun kembali menyusun rencana licik di dalam kepalanya.
"Oh ya. Kau sendiri mengapa masih ada di sekolah sampai saat ini, hm? Seingatku, klub Drama tidak memiliki jadwal di hari ini." Aisozou bangkit. Kemudian mulai membereskan peralatan latihan yang tadi ia gunakan.
"Itu karena aku langsung mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru kepada kita. Selain itu, tadi aku punya piket di kelas."
Aisozou terdiam sebentar. Ia yang membawa tombak berujung tumpul pun mendekati Shuuna.
"Hei, kau tahu kan apa pengertian PR alias Pekerjaan Rumah? Itu harus kau kerjakan di rumah lah. Bukannya di sekolah," ucap Aisozou.
"Oh ya? Apa kau menjilat ucapanmu sendiri, Tuan Karateka? Buktinya kau sering membuat sisa PR-mu di sekolah. Harusnya kan sudah jadi dari rumah."
Shuuna pun memeletkan lidah. Mengolok Aisozou yang melongo gara-gara ucapannya dikembalikan dengan telak. Setelah itu, ia pun bersiap untuk pergi.
"Shuuna!"
Gadis itu menoleh mendengar Aisozou yang meneriakkan namanya. Tak sempat menjawab, yang ada bibirnya dibekap oleh lelaki itu menggunakan tangannya yang besar. Membuat Shuuna tak jadi memekik karena tiba-tiba saja Aisozou langsung memeluknya dari belakang dan dengan mudah lelaki itu mengangkat tubuhnya.
Shuuna membelalak kaget begitu ternyata Aisozou membawanya ke tempat penyimpanan peralatan latihan yang tak jauh dari posisi mereka semula. Entah bagaimana caranya keturunan bermarga Rai itu mampu menyesuaikan badannya dengan ruang yang agak sempit.
Lalu Shuuna? Ah. Gadis itu berusaha menahan debar dadanya yang mendadak ribut begitu menyadari bahwa Aisozou memangkunya. Ditambah dengan lengan kiri lelaki itu yang melingkar erat di pinggangnya. Jangan lupakan pula bekapan pada mulut Shuuna sehingga membuat keadaan mereka seperti penculik yang mendapatkan mangsa.
"Sst ... Tahan suaramu!"
Bisikan itu mendesis dengan keras hingga Shuuna langsung menurut. Suasana hening yang mereka ciptakan seketika berubah menjadi mencekam. Lalu terpecah begitu ada suara tapak kaki yang mendekati tempat itu.
Tak seberapa lama, suara pintu terbuka seiring dengan suara berat lelaki. Entah apa yang ia ucapkan. Posisi mereka saat ini seolah mengunci semua panca indera Shuuna untuk bekerja. Hingga akhirnya, suara pintu tertutup pun kembali terdengar. Diakhiri oleh suara pintu yang menutup diri.
Setelah yakin bahwa semuanya kembali tenang, Aisozou pun dengan hati-hati membawa tubuh mereka keluar dari tempat persembunyian itu.
"Kau! Apa yang sudah kau perbuat, Baka?!" omel Shuuna begitu dirinya terlepas dari pelukan Aisozou. Ia pun merapikan bajunya yang kusut dengan wajah yang cemberut.
"Hanya menyelamatkan kita dari satpam sekolah. Ia memang setiap hari akan mengecek setiap ruangan. Lalu jika sepi, ia akan mengunci ruangan itu." Aisozou membalas hal itu dengan santai.
"Berarti ... Sekarang kita terkunci di sini?!" Shuuna nyaris memekik. Bukan salahnya. Karena kondisi di luar sudah menyenja dan terkunci bersama Rai Aisozou adalah mimpi buruk bagi Shuuna.
Shuuna berlari menuju pintu begitu Aisozou mengangguk singkat seolah tak bersalah. Ia semakin merutuk begitu mengetahui pintu itu tidak bisa dibuka.
"Astaga! Bagaimana cara kita keluar dari sini?!"
Aisozou terkekeh mendengar Shuuna yang memelas seperti itu. Detik kemudian, ia pun menghindari tinjuan gadis itu yang marah karena sikapnya.
"Apakah kau tidak bisa tenang, Shuuna? "
"Bagaimana aku bisa tenang sementara aku di sini terjebak bersama orang gila sepertimu?!"
Tawa Aisozou menguar mendengar Shuuna yang mengoloknya dengan frustrasi. Tak peduli akan omongan itu, ia pun segera pergi menuju tempat penyimpanan tasnya, lantas mendudukkan diri di sana.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Shuuna yang mengekor.
"Kau bisa lihat sendiri. Aku sedang duduk."
"Tanpa melakukan apapun untuk masalah ini?! Kau ini ya. Tidak bisa serius sedikit!"
Shuuna berbalik begitu melihat Aisozou yang mengendikkan bahu. Demi apapun. Ia ingin pulang dengan segera. Ia yakin bahwa mereka akan dimarahi oleh para penghuni asrama yang lain jika sampai pulang telat.
Sementara dirinya tengah sibuk memikirkan jalan keluar, Aisozou malah terlihat tidur sambil bersandar. Membuat Shuuna begitu kesal, tapi tak tahu ingin berbuat apalagi. Dia benar-benar tidak bisa diharapkan!
Nyaris sepuluh menit sudah mereka berdiam diri di sana. Aisozou yang tersadar dari tidur singkatnya secara samar mendengar suara isakan kecil. Sadar itu adalah Shuuna, ia pun menghela napas dan memutuskan untuk mendekatinya.
"Sudahlah. Jangan menangis seperti itu. Ayo kita pulang!" Aisozou berjongkok di depan gadis itu. Hati-hati ia menghapus air mata Shuuna yang bahkan tak berontak. Mungkin ia kelelahan akibat terlalu panik.
"Bagaimana caranya kita keluar dari sini?" tanya Shuuna lemah.
"Ya kita dobrak saja pintunya. Atau kalau kau mau, kita bisa lewat jendela."
Shuuna pun mendelik mendengar saran yang menurutnya buruk itu. Lebih baik ia menunggu petugas sekolah kembali dan membukakan pintu, daripada mencoreng namanya karena merusak fasilitas sekolah.
"Hei, aku hanya bercanda, Shuuna. Jangan memasang wajah seperti itu." Aisozou pun menahan tawa melihat Shuuna yang kembali ingin menangis.
Ia pun merogoh saku celana karatenya. Lalu memperlihatkan kepada Shuuna sebuah gantungan dengan kunci berukuran sedang pada ujungnya.
"Itu..."
"Iya. Ini kunci ruangan ini." Saat itu juga Aisozou sontak menutup telinga mendengar teriakan Shuuna yang nyaring.
"Mengapa kau tidak mengeluarkannya dari tadi, ha?! Kau kira semua ini lucu?!"
Lelaki itu pun sibuk menghindari pukulan-pukulan Shuuna seraya mencoba menjelaskan apa yang terjadi. "Aku lupa kalau ternyata aku punya kunci duplikatnya!"
"Bagaimana bisa kau mempunyai hal semacam itu?!"
"Sudah kubilang kalau petugas itu sering ke sini untuk mengunci ruangan ini. Yang mana aku juga ikut terkunci di dalamnya karena kelelahan atau ingin menambah porsi latihan. Jadi, pelatih memberiku izin untuk membuat duplikatnya, Shuuna."
Gerakan memukul yang Shuuna lakukan terhenti begitu mendengar alasan yang dikemukakan Aisozou. Segera ia membuang wajahnya yang memerah karena berbagai faktor.
"Sudahlah. Kau bisa memarahiku ketika kita tiba di asrama. Sekarang, kita harus keluar dari sini atau yang lain akan khawatir kepada kita."
Tanpa permisi, Aisozou pun menarik tangan Shuuna. Mengajaknya menuju pintu untuk keluar dari sana.
*
1123 words.
Day 2, end.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top