08. The Summer's Wave
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah "permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Terlepas dari purnama dan surya yang akan berlaga, di sisi satunya ada yang tengah menangisinya. Ya. Bumi bersedih akannya. Kehilangan pendamping demi sebuah kecongkakan semata.
Karenanya, bumi terpecah menjadi empat bagian. Yang senantiasa bergiliran mengisi peran. Demi menangisi sebuah kepergian.
Kini, musim panas tengah mempersiapkan penampilan demi menghibur sang ibu. Terus bekerja tanpa ragu. Juga tidak tahu. Bahwa ada gelombang panas yang kan menyergap tanpa ragu.
Itu sudah menunggu.
.
.
Fukuda Shogo. 14:00.
Derap langkah terdengar bersahutan dari dalam ruangan itu. Menimbulkan sensasi bersemangat bagi yang mendengarnya. Terlebih bagi para pelaku.
Di dalam, sejumlah pemain terlihat berlari mengelilingi lapangan. Sesekali mengusap peluh yang beranak pinak pada tubuh mereka. Hingga akhirnya lengking peluit memutuskan barisan ular naga itu.
"Yosh! Kalian semua boleh beristirahat," ujar seorang perempuan yang memegang papan dalam pelukannya. Ia akan kembali menulis ketika atensi pikirannya terpusat pada sesosok tegap dengan gaya surai yang aneh.
"Kecuali kau, Haizaki-kun," lanjutnya seraya tersenyum manis.
Pemuda yang dimaksud langsung membelalakkan mata. Tak percaya. Padahal ia baru saja menyelesaikan sepuluh putaran. Dan mengapa ia tidak boleh me-recharge tenaganya bersama yang lain?
"Apa maksudmu? Padahal aku sudah menyelesaikan sepuluh putaran juga!" bentaknya tak terima. Gadis yang menyuruhnya itu menggelengkan kepala, mengejek.
"Ckck... tapi di sini, menu latihanmu dua kali lipat dari yang lainnya. Jadi, silakan kau menyelesaikan sepuluh putaran lagi." Tangannya dengan santai terentang menuju tengah lapangan. Mempersilahkan Haizaki untuk melaksanakan titahnya.
Haizaki hendak memprotes. Namun begitu mendapatkan deathglare dari pria tua di belakang gadis itu, ia pun berbalik setelah berdecih pelan. Benar-benar tak suka atas perintah semena-mena dari gadis yang berkedok manager baru di timnya itu.
Awas saja kau, Narahashi! Akan kubuat kau merasakan akibatnya karena sudah memperlakukanku seperti ini! Batinnya ketika mendapatkan seringai tipis dari yang dimaksud.
Narahashi hanya tersenyum puas melihat raut wajah Haizaki yang sudah mendendam padanya. Ayolah. Itu benar-benar terasa menyenangkan. Tak sia-sia ia mendaftarkan diri menjadi manager di tim basket sekolah barunya ini. Dengan demikian, ia bisa menyiksa Haizaki secara tak langsung. Dan tentunya legal.
"Stamina yang bagus. Namun sayangnya aku bisa mengimbangi hal itu, Haizaki-kun," gumam Narahashi begitu melihat Haizaki yang seperti setan berlari. Penuh dengan semangat yang membara. Oh, tidak. Tepatnya dendam yang tak terlampiaskan.
Lima menit kemudian, lelaki dengan rambut yang terkuncir itu menghentikan tungkainya. Peluhnya pun sudah berjatuhan bak Niagara. Dan segera punggung tangannya mengelap kasar.
"Sudah selesai? Wah, cepat juga ya?" sindir Narahashi begitu Haizaki lewat di depannya. Namun pemuda itu memilih untuk tidak mengacuhkannya.
Haizaki hanya mengambil sebotol air dari bench. Menenggaknya dengan rakus. Sebelum akhirnya membuangnya serampangan.
"Baiklah. Setelah istirahat sepuluh menit, kita akan mulai sesi— kyaa!!"
Semuanya terjadi begitu cepat. Narahashi yang berbalik, hendak mengabsen para pemain, tetiba saja menginjak genangan air yang ada. Badannya pun melimbung. Membuatnya menutup mata dan terbuka ketika badannya tertahan oleh seseorang.
"Kau?!"
Gadis itu tercekat ketika melihat tatapan tajam Haizaki di atasnya. Terutama ketika merasakan pinggangnya yang sedikit teremat. Segera ia menegakkan tubuhnya.
"Apa yang kau lakukan?!" tanyanya kasar.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu? Tch. Dasar ceroboh!" timpal Haizaki.
Narahashi menunduk. Sadar akan penyebab masalah, ia pun segera menghantamkan papan yang dipegangnya menuju bahu lelaki itu.
"Kau yang ceroboh karena menumpahkan minuman itu, Baka!!" teriaknya kencang. Membuat Haizaki dan beberapa orang segera menutup telinga.
Pelatih pun segera turun tangan menangani hal ini. Memisahkan dua sejoli itu dengan cara meminta Narahashi untuk pergi mencari data di ruang guru. Serta menyuruh Haizaki untuk kembali focus pada permainan.
Rutukan tak jelas pun mengiringi deathglare yang mereka lontarkan masing-masing kepada lawannya.
*****
Summer.15:00
Hei, bagaimana keadaan kalian? Apakah target kalian mudah?
Winter. 15:05
Mudah jika seandainya ia terpisahkan dari cemilannya. Itu menggangguku.
Spring. 15:06
Logat aneh dan ke-tsundere-an level maksimum. Apakah itu termasuk kategori mudah?
Wind. 15:07
Kesukaan kami sama. Aku sudah bisa berbicara dengannya walau rasanya aku berbicara dengan tembok.
Fire. 15:08
Dia selalu terkena prank-ku. Itu membosankan mengingat dia yang tidak bisa mengimbangiku di bidang pengetahuan alam.
Snow. 15:08
Anoo... kurasa aku sudah agak terbiasa dengannya. Tapi please! Aku bukan seorang putri yang harus dipanggil –sama kan?
Auntumn. 15:09
Deathglare every time!
Day. 15:10
Aku masih menyukai roti rasa cokelat sebagai bento-ku. Walau untuk itu, aku harus kucing-kucingan dulu sih.
Night. 15:12
Berisik. Cengeng. Hiperaktif. Oh gosh! Aku merasa seperti babysitter yang harus mengawasi bayi besar!
Rain. 15:15
Setidaknya fisikku mendukung untuk keluar masuk rumah sakit dan mengawasinya.
Narahashi terkikik geli membaca balasan dari pesan iseng yang ia kirim secara berantai itu. Hanya iseng. Dan itu semua murni karena ia sudah merasa bosan berada di tempat yang sudah nyaris dua bulan ia tempati ini.
Ah, membayangkan teman-temannya yang berada di tempat berbeda membuatnya merasa aneh. Terlebih semilir angin di belakang gym itu semakin menguatkan perasaan yang ada.
"Mentang-mentang manager, jadi kau mangkir dari latihan, huh?!"
Ketikan pada jam tangan itu segera terhenti. Narahashi mengangkat wajah putihnya. Kemudian menyadari jika Haizaki sedang mengamatinya dari radius lima meter. Dan itu membuat gadis dengan nama kecil Akemi itu memutar bola matanya jengah.
"Memangnya mengapa? Aku sudah membuat menu latihan untuk seminggu ke depan dan itu pun sudah disetujui oleh pelatih. Jadi, apa salahnya jika aku beristirahat sejenak?" Narahashi pun segera menyandarkan dirinya pada tembok di belakangnya.
"Dan kau kira aku akan berdiam diri setelah diperlakukan seperti itu tadi olehmu?" Haizaki melemparkan pertanyaan balik. Ia pun melangkahkan kakinya menuju lawan jenisnya itu.
Narahashi bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk. Ia baru saja akan bangun ketika sebuah tinju terjejak pada tembok di sisi kanannya. Gemeretak tulang pun sedikit terdengar.
"Apakah sakit?" Nada tenang yang terpancar dari pita suara itu membuat Haizaki semakin geram. Padahal dia tidak tahu kalau Narahashi sudah gemetaran.
"Kau harus membayar semuanya, Narahashi! aku sudah mengetahui semuanya. Terutama jati dirimu yang sebenarnya!" desisnya tajam.
Narahashi terdiam. Ia tahu hal itu dan malas untuk mendebatnya. Yang ia lakukan hanyalah mengangkat tangan, menggenggam pergelangan Haizaki, lalu ...
"Akh!"
... memutarnya ke belakang tubuh tegap itu dengan cepat.
"Kuso! Apa yang kau lakukan Temee??!" bentak Haizaki. Ia berusaha melawan. Namun kuncian Narahashi masih sedikit lebih kuat.
"Hanya membalas apa yang telah kau lakukan pada managermu. Sungguh tak tahu malu!" balas Narahashi.
Haizaki hanya mendecih. Merasa kesal atas kekalahannya itu. Terlebih ketika tekanan pada punggungnya semakin besar. Kekuatan gadis itu terasa juga.
"Shougo, kurasa akhirnya pukulanmu itu akan menemukan lawan yang sebanding. Pukulan dari Narahashi Akemi sebaiknya kau hindari demi keselamatanmu sendiri."
Sialan! Kenapa perkataan Wanita Tua itu benar?! rutuknya dalam hati. Tapi di saat itu juga pikirannya terkoneksi dengan cepat.
Narahashi terkejut ketika lututnya ditendang dengan keras. Membuatnya reflex melepaskan cekalan pada pergelangan Haizaki dan memilih untuk mengaduh di belakang sana.
Haizaki pun melakukan hal yang sama. Menjaga jarak dari Narahashi guna memulihkan tangannya yang bahkan sampai memerah.
"Tak kusangka jika ternyata gadis sepertimu punya kekuatan yang lumayan. Mengingatiku pada pukulan si Aho itu," gumamnya kecil. Namun terdengar oleh yang bersangkutan.
"Dan kurasa, kau sekarang sudah mengerti kalau kebiasaanmu meremehkan orang lain itu adalah kesalahan fatal!" timpalnya.
Haizaki tersenyum miring. Benar-benar salut atas keberanian gadis yang memang sudah terkenal sebagai satu-satunya orang yang bisa menentangnya itu. Ah, rasanya waktu untuk bermain sudah tiba.
"Shinde!" desisnya ketika langkah besar ia ambil.
Suara retakan kasar terdengar beberapa detik kemudian. Berpusat pada pergelangan Haizaki yang dipukul dengan keras menggunakan kayu oleh Narahashi. Entah darimana ia mendapatkan benda itu.
Haizaki mengeluarkan seringainya. Kali ini, ia tidak yakin bahwa ia bisa menahan diri untuk tidak menyerang gadis itu secara brutal.
Ia memutar tubuh. Melancarkan tendangan belakang yang dengan mudah dihindari oleh Narahashi. Namun sayangnya, serangan Haizaki masih berlanjut. Dan Narahashi tak bisa mengelak dari tendangan kedua itu.
"Shit!"
Narahashi menahan diri ketika tendangan Haizaki mengenai pinggangnya. Ia mundur beberapa langkah. Memfokuskan diri. Sebelum akhirnya luka dalam yang ia alami berangsur sembuh.
"Tch... Jadi hanya sampai situ saja kemampuanmu?" ejeknya pada Haizaki yang masih memasang pose menyerang.
"Kau meminta lebih? Baiklah. Akan kuladeni." Haizaki dengan tangkas memasang tinju, lalu mengarahkannya pada gadis itu. Bertubi-tubi. Dan dalam tempo yang cepat.
Untuk saat ini aku hanya bisa bertahan. Tubuh Narahashi bertindak sesuai pemikirannya. Memasang mode bertahan dari serangan Haizaki yang mendadak brutal.
Dan akhirnya, celah pun terlihat dari gerakan yang nyaris sempurna itu. Tanpa ragu-ragu, Narahashi menunduk ketika pukulan Haizaki mengarah pada mukanya. Ia pun mengepalkan tangan. Mengarahkannya menuju atas depan.
Bugh!
Narahashi membuka matanya yang sempat ia tutup tadi. Menoleh heran pada Haizaki yang terhuyung ke arah belakang dengan memegang sekitar pahanya. Lalu terduduk dan mengaduh kesakitan.
"Temee!!" desis Haizaki begitu sakit yang ia rasa bak menjalar di tubuhnya.
Reaksi itu membuat Narahashi melongo. Namun posisi tangan Haizaki yang tertelungkup di sekitar pangkal paha membuatnya menahan tawa. Jadi aku meninju bagian yang sangat tepat, huh? Pikirnya geli.
"Kau berengsek!" bentak lelaki itu. Namun Narahashi sudah tidak peduli. Ia hanya berjalan menuju Haizaki yang masih terduduk. Menyejajarkan diri dengan pemuda itu. Memasang tampang seolah prihatin.
"Sakit sekali ya?" tanyanya polos. Seolah hal itu bukan perbuatannya. Manik matanya terarah pada Haizaki yang menatapnya dalam.
Semuanya terjadi begitu cepat ketika seringai Haizaki membuat Narahashi melebarkan mata. Karena setelah itu, muka mereka seolah tak berjarak. Haizaki melumat bibir itu dengan sedikit kasar. Tak sampai sepuluh detik, ia pun melepaskan diri dan tertawa keras melihat Narahashi yang terpaku atas serangan mendadaknya itu.
"Sekarang kita impas!" Haizaki terlihat puas ketika Narahashi tersadar dan segera memundurkan badannya. Menjauhi lelaki itu yang terus terkekeh diiringi erangan tertahan karena sakit yang ia rasa.
"Bakayaro!!" bentak gadis itu dengan kemarahan yang sangat. Segera ia bangkit dan langsung meninju muka Haizaki dengan kekuatan penuh. Seketika lelaki itu terhuyung ke belakang. Tak sadarkan diri.
Tak peduli pada Haizaki yang pingsan, Narahashi berlari meninggalkannya. Seraya mengusap bibirnya kasar, kejadian tadi terus terulang di pikirannya.
Sialan! Mengapa aku bisa lengah seperti itu?! Shimattaa!! Raungnya dalam hati. Ia pun menghentikan kakinya di depan kantin. Diliriknya jam tangannya yang berkedip. Ada pesan masuk.
Mr. Storm. 16:00
Jangan lupa untuk mengasah kemampuan kalian. Ingat! Aku tidak mau kalian gagal lagi. Juga bersiaplah. Ada pesta besar yang menanti kalian tanggal 31 Maret nanti, Straight.
Rain. 16:02
Pesta besar? Aku tidak akan mendatanginya.
Night. 16: 05
Memangnya siapa yang ulang tahun?
Fire. 16:06
Apakah itu sebagai upah kami karena menjalankan misi ini?
Spring. 16:07
Pesta ya? Ah... Semoga tidak ada dansa segala.
Winter. 16:07
Apakah akan ada banyak makanan?
Snow. 16:08
Pesta formal atau bagaimana?
Wind. 16:09
Ini untuk merayakan apa?
Auntumn. 16:09
Terserah kau saja, Aru-jisama. Tapi, aku menanyakan hal yang sama dengan yang lainnya.
Day. 16:10
Di sekolah? Waah... Apakah kau akan mengundang seluruh asrama di Yobushina?
Summer. 16:11
Atau mungkin misi yang dijalankan oleh relasimu berhasil?
"Aneh sekali Aru-jisama jika mendadak seperti ini. Mengadakan pesta besar? Itu bukan kebiasaannya, kan?" gumam Narahashi seraya berjalan kembali. Sepuluh menit kemudian, jam tangannya kembali mengedip meminta perhatian ketika Narahashi hendak mengambil tasnya di kelas.
Mr. Storm to Rain. 16:22
Sayangnya semua Straight harus hadir, Rain. Ini wajib!
Mr. Storm to Night. 16:23
Tidak ada yang ulang tahun. Karena ini yang pertama kalinya terjadi, Night.
Mr. Storm to Fire. 16:23
Kau menganggapnya begitu, Fire? Ah, ini hanya bagian kecil dari itu.
Mr. Storm to Spring. 16:24
Kupastikan kau yang akan paling sering menari, Spring.
Mr. Storm to Winter. 16:25
Winter, apakah targetmu memengaruhimu? Tapi tak masalah. Itu memang sudah ada di rencananya.
Mr. Storm to Snow. 16:26
Tidak ada pesta yang tidak formal untuk himesama, Snow.
Mr. Storm to Wind. 16:27
Kepulangan kalian, mungkin? Kau akan tahu nanti, Wind.
Mr. Storm to Auntumn. 16:28
Seperti biasa. Kau tak banyak protes, Auntumn. Kau bisa melihat jawabannya bukan?
Mr. Storm to Day. 16:28
Tepatnya di area sekolah. Dan, kuharap kau tidak kecewa, Day. Karena pesta ini untuk orang tertentu saja.
Mr. Storm to Summer. 16:29
Summer, kau lupa kah jika yang menjalankan misi saat ini hanya kalian seorang?
Pesan itu tak bisa dibalas oleh Narahashi. Membuatnya mendesah kecil karena jengkel melihat Aruka yang sepertinya tidak ingin menjelaskan lebih lanjut perihal pesta besar yang ia beritakan.
"Hah! Terserah saja. Toh juga aku akan mengetahuinya nanti." Jejak kakinya pun segera meninggalkan ruang kelas di pengujung senja itu.
*****
Di ruang UKS...
Haizaki tergolek tak sadarkan diri dengan perban di pelipis kirinya. Seorang pria tua yang menjaganya hanya bisa menghela napas.
Siapa sangka jika ternyata gadis itu adalah mata-mata dari orang itu? Pikirnya kusut. Ia pun segera mengambil ponsel. Menekan panggilan cepat pada angka satu. Kemudian menunggu hingga satelit menyambungkannya pada tujuan.
"Ada apa kau menghubungiku?"
"Maaf jika sebelumnya saya lancang, Seizouru-sama. Tapi, Haizaki dibuat babak belur oleh Narahashi. Saya baru selesai membalut lukanya," ujar pria tua itu. Nada suaranya takut. Mengira nyonya besar itu akan memarahinya. Namun ternyata tidak.
"Rawat saja dia. Pastikan Shougo segera sembuh. Permainan akhir mereka masih jauh."
"Baik, Seizouru-sama. Perintah Anda akan segera saya jalankan."
Sambungan ditutup sepihak oleh pihak yang ditelepon.
*****
Di kamarnya, Seizouru tersenyum miring mendengar laporan tadi. Rencananya untuk beristirahat terusik karena kabar ini. Ini sudah yang ketiga kalinya.
Shougo kalah dari Akemi? Sudah kuduga. Kau benar-benar memahat mereka menjadi berlian keras, Kugori. Batinnya puas. Terlebih ketika ia mengingat laporan yang lain juga. Akashi dan Aomine tak jauh beda.
Jujur saja. Entah mengapa ia semakin berhasrat untuk menuntaskan semua ini. Sekaligus menunjukkan pada pria bermata ruby itu. Bahwa kepingan permata itu akan segera menjadi miliknya.
Yang kemudian akan bersatu dengan kepingan lainnya pula.
.
.
.
Semuanya perlahan meruntuh. Meluruh dalam sesuatu yang tidak bisa diusut laiknya hamparan debu. Tertiup. Menghambur dalam udara yang mengangin redup.
Bisa saja mereka berdua menyusun rencana. Namun seharusnya mereka tidak lupa. Kami-sama tentu saja tak merasa repot mencampuri mereka. Jika seandainya takdir yang Ia gariskan dikoyak sedemikian rupa.
Dikhianati ciptaan? Memalukan bukan?
.
.
.
Akhirnya bisa up juga :v
Gomen nasai kalau kualitasnya menurun. Terlalu banyak masalah di RL dan dumay yang membuat Author-nya tidak bisa mempertimbangkan pemilihan diksi dan penyesuaian alur. Ini menyakitkan.
Yaah... semoga saja ke depannya semakin baik, bukan?
See you in next part!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top