Chapter 05: Memory from Another Parallel.
Aya mendengarkan semua penjelasanku dengan seksama sambil duduk di kasur. Meski lelah, bisa kulihat Aya memusatkan sisa tenaganya untuk memikirkan hal yang kuceritakan. Dari kecelakaan pertama hingga yang baru-baru ini, Aya terus menanggapinya dengan serius.
Tadinya, aku ingin menyarankan agar dilanjutkan besok saja, tapi Aya berkata tidak apa-apa. Padahal mata Aya sangat merah karena mengantuk sehingga aku tidak tega untuk terus menunda waktu tidurnya. Selain itu, setelah menjelaskan pada Aya, beban di hatiku serasa berkurang dan rasa kantung akhirnya datang.
"Kau yakin tidak ingin dilanjutkan besok, Aya?" Aku merasa sangat tidak enak hati.
"Iya." Aya memandangiku dengan wajah serius. Tidak terlihat wajah kantuk meski bola matanya memerah. "Berdasarkan dari ceritamu, ada kemungkinan besar bukan kebetulan. Jika cuma satu atau dua kali kejadian, maka bisa disimpulkan kebetulan, tapi tidak untuk yang ke tiga kali. Aku ingin bertanya, apakah dalam beberapa hari ke depan ada kemungkinan lagi bahwa kau akan melihat sebuah kejadian lagi?"
"Hm ..." Aku merenungkan perkataan Aya. Sebenarnya kelanjutan mimpiku ini masih panjang. Anehnya juga, aku tidak melupakan mimpi ini. Normalnya, setiap mimpi yang seseorang mimpikan ketika tidur akan terlupakan ketika terbangun.
Dari beberapa sumber yang kubaca di internet, seseorang mengalami mimpi ketika tidur karena ada beban pikiran atau hal yang mengganjal di pikiran. Karena terus memikirkan hal yang mengganggu di benaknya, maka mimpi itu muncul.
"Sebenarnya, jika ditanyakan apakah akan terjadi sebuah kejadian dalam beberapa hari ke depan, maka jawabannya iya. Hanya saja, tidak dalam waktu dekat ini." Kujawab pertanyaan Aya dengan rasa gelisah.
Selama ini aku tidak begitu menghiraukan mimpiku. Apalagi dalam mimpiku ada begitu banyak versi, terutama berbagai versi tentang kematian diriku. Dari kecelakaan hingga dibunuh. Memikirkannya saja membuatku merinding. Aku juga pernah melihat diriku mati alami karena sakit, tapi jarang. Lebih banyak mati karena dibunuh ....
"Apa yang akan terjadi? Sebuah kecelakaan lagi?" Aya bertanya lagi. Mungkin dia ingin aku menjelaskan lebih detil lagi.
"Hm ...." Aku memiringkan kepalaku dan mengingat-ingat dengan tangan menyilang di dada. "Sebenarnya, Aya, mimpiku ini agak aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Begini, dari tiga kecelakaan yang terjadi sebelumnya, sebenarnya masih ada beberapa versi lain di mimpiku."
Kulihat alis Aya terangkat sebelah. "Maksudnya?"
"Begini, untuk kecelakaan pertama, ketika di bus, ada versi lain terjadi. Kecelakaan memang tetap terjadi, tapi pelakunya berbeda ...."
"Oh?" Lagi-lagi alis Aya terangkat sebelah. "Maksudmu identitas pelaku berbeda?"
Aku mengangguk pelan. "Sejauh yang kuingat dalam mimpiku, ada tiga versi pelaku. Pertama, pecandu narkoba seperti yang diberitakan. Ke dua, orang stres yang baru saja mengalami kebangkrutan beberapa minggu sebelum kecelakaan. Ke tiga, yang ini sedikit aneh, tapi pelakunya sengaja menabrak karena ingin membunuh seorang pengendara motor, targetnya."
"..." Aya tampak merenungkan perkataanku. "Sebelum dilanjutkan, Lyner, kau bilang mimpimu ada beberapa versi. Kapan kau memimpikannya?"
Kugaruk pipiku yang tidak gatal. "Sebenarnya mimpiku ini datang begitu mendadak."
"Mendadak?"
"Ya, sangat mendadak. Mimpi ini kudapatkan di hari yang sama dengan kecelakaan pertama."
Aya mengernyit. "Mendadak sekali? Tapi kau bilang ada beberapa versi, jadi bagaimana bisa kau memimpikan berbagai versi mimpi hanya dalam satu malam?"
"Nah, itu dia yang kubingungkan." Aku mendesah pelan. "Aku merasa seperti bermimpi di dalam mimpi, lalu terbangun dalam mimpi dan masih melihat mimpi. Seperti ... mimpi tiada akhir ...."
Aku sangat ingat ketika akhirnya sungguh-sungguh terbangun dari mimpi. Bisa dikatakan, mimpi saat itu sungguh mimpi terpanjang dalam sejarah hidupku. Bagaimana tidak? Aku merasa seperti terus dan terus mengulang hal yang sama di dalam mimpi, tapi memiliki beberapa versi berbeda. Serasa ... seperti bermain sebuah visual novel, di mana jawabanmu akan menentukan jalan cerita yang akan terjadi.
Bedanya, jika visual novel memiliki kemungkinan yang sangat terbatas, maka mimpiku ini sebaliknya. Tiada batas dan berbagai hal baru bisa terus terjadi. Seakan-akan keputusan yang kuambil bisa berdampak di masa depan ...
"Tetaplah hidup ..."
Hm? Mendadak aku mengingat kata-kata seseorang. Aneh, dia tidak lain dan tidak bukan adalah Aya sendiri.
"Lyner? Kau kenapa?" Kelihatannya Aya menyadari keanehanku.
"Ah? Tidak, aku mendadak teringat kata-katamu."
"Ng?" Aya menunjukan ekspresi terkejut. Terlihat sekali dia tidak menyangka bahwa aku akan berkata demikian. "Kata-kata apa?"
"Tetaplah hidup." Kuucapkan sambil merenungkan kata-kata ini. "Ini kau ucapkan padaku di mimpiku. Dari berbagai versi mimpi, kau selalu mengucapkan hal ini. Aku tidak tahu mengapa, tapi mendadak teringat hal ini ...." Aku merasa hal ini sangat penting. Tidak tahu kenapa, tapi Aya—di mimpi—mengucapkannya dengan ekspresi sedih. Seperti memiliki kepedihan yang dalam di hati.
Kulirik Aya untuk melihat ekspresinya. Dia tidak memiliki ekspresi, datar saja. Sepertinya tidak ada hal yang perlu didalami tentang kata-kata ini. Aya pasti tidak tahu mengapa dia, dalam versi mimpiku, bisa berkata demikian. Itu, kan, mimpiku. Jadi wajar saja kalau dia tidak mengetahui apapun.
"Aya?" Kupanggil karena Aya tidak bergeming beberapa menit setelah perkataan terakhirku.
"Ya?" Dia langsung merespon. Cepat juga. Mungkinkah sedari tadi dia tidak berpikir apa-apa dan melamun karena lelah?
"Bagaimana jika dilanjutkan besok saja? Kau ... kelihatan sekali ingin tidur." Kugosok batang hidungku karena merasa tidak enak sudah menyita waktu tidurnya.
Aya mengangguk tanpa ada perubahan ekspresi. "Aku akan langsung tidur. Selamat malam, Lyner," ucapnya sambil berdiri dari kasur.
"Ya, malam. Maaf sudah mengganggumu." Aku menunjukan ekspresi tersenyum sambil mengernyit sedikit. Rasa bersalah masih kurasa.
Aya mengibaskan tangannya, mengartikan tidak apa-apa, sambil berjalan menuju pintu keluar. Setelah Aya keluar, aku berbaring sambil menatap plafon. Tetaplah hidup. Kata-kata itu terus terulang-ulang di kepalaku, bagaikan berada di gua yang memantulkan suara ketika berbicara. Ada apa dengan "tetaplah hidup"? apakah ini ada hubungannya dengan kematianku di berbagai versi mimpi yang kualami? Apa yang sesungguhnya terjadi?
Saat pagi tiba, aku kaget karena Aya masih sanggup membangunkanku. Padahal jam tidurnya sama persis denganku kemarin dan dia lebih lelah dariku, tapi ekspresinya tidak terlihat mengantuk sama sekali. Kali ini, Aya membangunkanku lebih awal dari normalnya. Akibatnya, mataku terasa sangat berat ketika coba kubuka. Ingin sekali aku kembali memeluk bantal tercintaku dan tidur. Duh, ngantuknya ....
Dalam keadaan mengantuk, aku—yang masih setengah sadar—ditarik Aya menuju ruang tamu dan dimintai untuk duduk manis di sofa. Secangkir kopi harum diberikan padaku. Aroma manis dari kopi perlahan menarikku ke alam sadar, tapi rasa kantuk masih ada.
Seteguk kopi memasuki mulutku. Rasa manis, pahit, dan creamy kopi menyebar di seluruh lidahku dan berhasil mengusir rasa kantuk perlahan-lahan. Aya menanti rasa kantukku pergi sambil menikmati secangkit kopi juga. Di meja ada dua buah roti bulat manis berwarna kecokelatan. Kuambil satu dan memakannya. Sedikit dingin seperti baru dikeluarkan dari di kulkas.
Mungkinkah roti ini dibeli kemarin? Tidak heran Aya mengecek kulkas dan mengetahui aku tidak makan malam. Rupanya dia ingin menyimpan roti ini di kulkas.
Setelah menghabiskan roti manis, aku menatap Aya. Aya terlihat sangat santai dan menikmati roti manis yang ada digenggamannya. Sambil menunggunya selesai makan, kusortir isi pikiranku tentang kejadian kemarin.
"Lyner." Panggilan Aya mengembalikan fokusku. "Soal kemarin, ini baru sebuah pendapat, tapi aku mempunyai sebuah kesimpulan. Bisa salah, tapi ada kemungkinan kebenarannya sangat besar." Ekspresinya begitu serius.
"A-apa itu?" Melihat keseriusan Aya, aku jadi sedikit tegang. Untung saja Aya sudah memberikan roti untuk mengisi perut. Kalau tegang dalam keadaan perut kosong, bisa-bisa aku mengalami masalah lambung.
"Kau mengatakan bahwa ada beberapa versi dari mimpimu, bukan?"
Aku mengangguk.
"Ada kemungkinan itu bukan sebuah mimpi."
Aku tentu terperanjat mendengarnya. "Bukan mimpi? Maksudnya?"
"Tiga kali kejadian yang di mimpi terjadi di kenyataan, mimpi dengan beberapa versi berbeda, dan semua itu masih kau ingat seakan-akan sebuah memori. Benar?"
Sekali lagi aku mengangguk. Apa yang ingin Aya katakan? Dari perkataannya, aku tidak bisa menebak apa yang ingin disampaikan olehnya.
Aya mendesah. Mengapa aku merasa dia seperti sulit mengatakannya? Ada apa?
"Lyner, kau pernah mendengar tentang dunia parallel?"
"Ah? Dunia parallel?" Aku terheran-heran mendengar hal ini. "Hm ..." Tentu saja aku merenungkannya sebelum menjawab hal ini. "Berdasarkan cerita fiksi yang sering kutonton di flim-flim dan yang kubaca di berbagai novel maupun manga(1) fantasi, aku hanya tahu hal dasarnya saja. Dunia parallel berarti ada dua atau beberapa dunia yang sama. Dari beberapa dunia parallel, akan ada beberapa versi orang yang sama. Sebagai contohnya, semisalkan aku di dunia parallel pertama adalah orang yang pemalas, maka di dunia parallel ke dua mungkin memiliki sifat yang berbeda dengan dunia parallel pertama. Hanya saja, biasanya perbedaannya tidaklah jauh."
Aya mengangguk.
"Ah, tapi ada juga yang memiliki sifat berlawanan dengan dunia parallel pertama. Ada banyak versi di cerita fiksi ..." Aku terkekeh saat menjelaskan menambahkan penjelasan. Aku sangat suka sekali cerita fantasi yang beredar luas di jaringan internet. Banyak yang seru-seru. Apalagi novel dan manga. Sangat menarik!
"Bagaimana dengan jalan ceritanya?"
Meski heran mengapa Aya mendadak menanyakan hal-hal seperti ini, tapi aku tetap menjawab. "Kalau dari novel dan flim sih ... ada yang memiliki kisah yang sama antara parallel pertama dengan parallel lain, tapi ada juga kisahnya berbeda dari parallel pertama. Untuk kisah yang berbeda, sebagai contohnya, jika dunia parallel pertama adalah dunia modern, maka di dunia parallel ke dua bisa lebih buruk atau lebih maju dari dunia pertama."
Sekali lagi Aya mengangguk. "Bagaimana dengan mimpimu? Dari semua penjelasanmu, mana yang cocok mendeskripsikan mimpimu?"
"Hm?" Kumiringkan kepalaku dan memikirkannya. Mataku pun terbelalak. "Ma-maksudmu, mimpiku itu berasal dari dunia parallel lain!?" Kini aku baru memahami maksud Aya bertanya soal dunia parallel. Sungguh sulit kupercaya! Bagaimana bisa aku mendapatkan mimpi dari dunia parallel lain! Maksudku, tidak ada asal-usulnya, mendadak mendapatkan memori dari parallel lain ....
Wajah Aya serius dan tidak ada tanda-tanda bercanda. "Lyner, kemungkinan dunia parallel itu ada memang benar."
=====================
(1). Manga: sebutan untuk komik yang berasal dari negara Jepang. Ada beberapa sebutan komik berdasarkan negaranya. Contohnya Manhwa untuk komik dari negara Korea dan Manhua untuk komik dari negara Cina.
=====================
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top