Dua
Andrew melihat sosok wanita dengan rambut dikuncir dan juga setelan baju laboratrium yang sama dengannya. Tentu saja, dia mengenal wanita tersebut. Wanita itu adalah pemimpin fraksi Erudite bernama Marisa. Berparas cantik dengan kaca mata dengan bentuk mata menyipit. Wajahnya yang tirus setara dengan badannya yang proporsional. Kulit putih dan juga bibir yang manis nan merona khas Asia.
“Marissa?” tanya Andrew memastikan. Marissa kemudian berbalik dan menjumpai Andrew. Matanya sedikit membesar dengan dahi yang dinaikan.
“Wow, Andrew, kau kah ini?” tanya Marissa sambil melirik penampilan Andrew dari kepala sampai kaki. Andrew pun segera merapihkan kembali apa yang telah Violet lakukan kepadanya tadi. Marissa tertawa kecil sambil menutup mulutnya yang tak tahan ingin terbuka lebar sambil mengeluarkan suara tawanya.
“Apa kau mau ikut audisi sampai kau merubah gayamu yang kasual itu?” sambungnya diiringi tawa yang mereda.
“Ini perbuatan Violet, kau tau sendiri dia orangnya seperti apa… cerewet seperti ibu-ibu yang kehilangan anaknya,” jawab Andrew dengan sedikit cemberut.
Marisa kemudian menepuk bahu Andrew yang setara dengan tinggi bahunya. “Tak apa, itu berarti tanda saying,” ujar Marisa sekali lagi sambil tersenyum dengan memamerkan gigi-giginya yang putih dan bergingsul. “Lagi pula, kau butuh gaya baru. Seperti tadi pun juga oke,” sambungnya lagi. Andrew hanya terdiam menanggapi ucapan Marisa. Pipinya pun memerah seketika saat mendengar kata sayang. Benarkah? Tidak tidak… fokus, Andrew! Kau sudah punya Alice… jangan mengharapkan yang lain! batinnya.
Andrew pun menyerakkan tenggorokannya sesaat untuk basa basi.
“Jadi ada apa kau kemari?” tanya Andrew kemudian.
“Oh, aku kemari untuk bertanya apakah penemuanmu sudah rampung? Aku lihat sepertinya kau sudah tak memiliki banyak kegiatan di labmu.” ujar Marissa.
“Tentu saja! Hanya tinggal pengujian terakhir pada manusia, dan aku yakin pasti akan berhasil,” jawab Andrew dengan semangatnya. Ia sangat yakin kalau senjata kimia buatannya akan bekerja pada manusia. Karena sebelumnya ia telah mengujikannya kepada seekor monyet yang memiliki DNA dan ciri-ciri mirip seperti manusia dan itu berhasil. Marissa terkesiap, raut wajahnya menjadi serius, tak memancarkan senyumannya lagi.
“Kalau sampai tidak berhasil, kau tak akan aku promosikan sebagai kepala penelitian ini,” ujarnya tiba-tiba dingin. Sedingin Antartika. Andrew menelan ludahnya dalam-dalam saat melihat Merissa berubah menjadi singa dengan tatapan membunuh.
“Baik. Aku akan jamin itu,” jawab Andrew singkat. Raut wajah Merissa kembali seperti semula. Dengan senyuman yang membuat matanya tambah sipit dari biasanya, seperti hujan di penghujung kemarau.
“Baiklah, aku akan kembali nanti jika sudah ada perkembangan selanjutnya dari penelitianmu,” ujar Marissa dengan sumringah. Andrew menganggukkan kepalanya. Wajahnya tak berekspresi saat melihat Marissa dengan ekspresi yang berubah-ubah.
Marissa pun melangkah keluar sambil bersenandung. Andrew kembali melanjutkan peneltiannya ketika subjek sudah bersedia didalam sebuah ruangan kedap suara. Suara subjek hanya terdengar melalui audio yang dipasang dengan menggunakan headset. Andrew memakai kacamatanya kembali dan melancarkan eksperimennya. Bersama orang-orang yang bekerja dengannya, Andrew memberikan komando. Sebuah tabung berisi gas berwarna transparan dimasukkan kedalam sebuah mesin yang akan menghantarkan tabung itu ke dalam ruangan tersebut. Tabung tersebut terbuka secara otomatis dan mengeluarkan gas transparan itu, subjek mulai merasa lemah dan lemas. Dirinya terkulai namun masih bisa bergerak walaupun sangat lambat. Andrew memperhatikan subjek tersebut dengan seksama.
“Kenapa tak bekerja optimal?” gumamnya. “Apa konsentrasi yang kuberikan pada monyet itu hanya bekerja setengahnya pada manusia?”
Andrew terus berpikir cukup lama, subjek mulai terkulai lemas. TTV yang dipasang pada subjek itu mulai mengalami penurunan.
Dengan cekatan, Andrew segera melepas penawar gas itu ke ruang tersebut, namun subjek tetap tak bisa bergerak seketika seperti yang ia lakukan kepada seekor monyet.
“Apa? Apa yang terjadi?!” ujar Andrew saat melihat subjek tetap tak bergerak.
“Sepertinya penawar itu mengalami slow absorbtion dengan manusia. Manusia memiliki banyak sekali sel syaraf yang mana sel-sel tersebut diproteksi oleh sistem imun yang ada pada manusia itu sendiri. Itu sebabnya efeknya sangat lambat,” ucap salah satu orang yang bekerja dengan Andrew.
Andrew terdiam. Urat di kepalanya serasa ingin keluar. Ia terus memikirkan mengapa penawar tersebut bekerja lambat pada manusia dan apa konsentrasinya juga kurang? Subjek tersebut semakin merasa tersiksa. Ia mulai menggerakkan bola matanya dengan kepanikan yang luar biasa. Andrew segera merebut mikrofon dan berbicara dengan subjeknya itu.
“Tenang saja! Kau akan segera pulih dan kembali pulang!” teriaknya pada subjek tersebut. Subjek tersebut semakin panik karena ia tak bisa menggerakkan satu sendi pun.
“Bawa dia ketabung isolasi, berikan dia inhaler oksigen. Kemungkinan tubuhnya sedang menolak gas penawar yang kuberikan,” perintah Andrew. Lalu beberapa orang masuk dengan menggunakan baju khusus berwarna putih dan membawa subjek tersebut ke tabung isolasi. Andrew kemudian melepas kacamatanya, mengusap wajahnya yang sudah berkeringat. Ia menghela nafas sambil bersandar di sebuah kursi.
“Ternyata untuk penawarnya belum siap digunakan pada manusia,” gumam Andrew sambil melihat ke ruangan uji coba sambil menyilangkan jari-jarinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top