Ronggeng Dukuh Paruk [1]
Catatan Buat Emak
Pertama-tama saya harus katakan bahwa tulisan ini merupakan masterpiece dari penulis Indonesia. Alasannya karena tentunya tulisan dia sangat mudah dibaca dan dipahami, dia mengangkat unsur kebudayaan, politik dan kemanusiaan, teknik bercerita yang baik, dan cerita yang kuat.
Bagaimana saya bisa membaca tulisan ini?
Berawal dari kebuntuan saat mengedit naskah, entah mengapa rasanya narasi yang saya tulis begitu mentah dan hambar, membaca naskah sendiri rasanya membosankan sekali dan saya yakin saya bisa melakukan lebih dari ini. Tapi begitu kutengok buku-buku di rak, sepertinya tidak banyak yang bisa membantu. Haruki Murakami lebih fokus pada deksripsi karakter dan pikiran, sedangkan Game of Throne memang bagus, tapi sedang jemu membacanya (dan rasanya mentok), tidak yakin stok buku di rak bisa membantu, maka saya main ke rumah teman yang koleksi novelnya jauh lebih banyak dan pasti berkualitas (karena dia lebih book worm daripadaku). Dia seperti dokter yang mendiagnosa kejemuanku, lalu memperkenalkanku pada buku ini, Ronggeng Dukuh Paruk karangan Ahmad Tohari, cetakan ke 11 dan merupakan rangkap dari 3 buku trilogi RDP.
Tanggapan pribadi
Luar biasa. Ahmad Tohari namanya belum pernah kudengar bila dibandingkan dengan penulis lain seperti Marga T, Mira W, Dee, Rendra, dll. Tapi begitu baca bukunya saya merasa seperti katak dalam tempurung karena : "bagaimana mungkin orang dengan kualitas tulisan seperti ini bisa tidak kuingat namanya??"
Belum apa-apa sudah 3 bab kubaca, saking enak tulisannya. Kemudian saya pun teringat pada buku Laskar Pelangi yang diterbitkan di luar negeri karena nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Buku ini juga memiliki sisi humanisme yang sangat kuat bagi setting 1960, di sebuah dusun kecil bernama Dukuh Paruk. Saya pun segera googling sambil bergumam, "sampai buku begini gak diterbitkan di luar negeri, kebangeten mereka!"
Rupanya tidak mengecewakan. Novel ini telah diterbitkan di negara-negara yang menurutku sejarah sastranya cukup bagus seperti Jepang, Inggris, Jerman, Belanda. Cuma empat tapi ini sungguh prestasi lah.
Kenapa tulisannya saya sebut bagus?
Lepas dari unsur-unsur trivia dan pengetahuan yang dikantungi penulis dalam novel ini, tulisan dalam novel ini saya sebut bagus karena begitu mudah dibaca, dipahami dan karakteristiknya kuat. Tak ada satu kalimat yang sia-sia, semuanya berarti. Jadilah gambaran masyarakat lugu, sederhana dan membosankan disulap menjadi begitu menarik dengan rangkaian kalimat yang efektif dan sederhana. Dia tidak menggunakan terlalu banyak kalimat puitis, namun cukup menarik untuk dibaca dan diikuti.
KENAPA?
Itu pertanyaan besar bagi saya, kenapa tulisan seperti itu kok bisa sedemikian menarik?
Bila melihat dari riwayat singat kehidupannya, dia adalah seorang yang bekerja di bidang jurnalistik dan bukan penghuni kulit kacang dalam dunia kebudayaan nusantara. Dia juga seorang anak desa, punya masa kecil di Purwokerto (yang dulu masih berupa kota kecil dan membosankan) dan ini menjelaskan detail kehidupan pedesaan yang begitu kuat dalam narasi novel ini. Mungkin alasan dia menarik sama seperti kenapa novel John Grisham begitu menarik; keduanya menulis apa yang mereka tahu.
Tapi disamping itu semua, cerita buku satu ini begitu menarik karena ceritanya fokus pada satu hal : hubungan antara Rasus dan Emak. Hubungan itu kan tidak berarti hubungan yang dijalani selalu dalam kebersamaan. Dalam hubungan ini, Emak Rasus menghilang saat terjadi wabah tempe bongkrek dan sepanjang hari yang dipikirkan Rasus ada dua kemungkinan : Emak diotopsi untuk menemukan penyebab kematian, atau Emak kabur dengan seorang mantri dan punya keluarga baru yang lebih baik. Itu yang menjadi tema pergolakan batin Rasus hingga akhirnya dia berhasil menyudahi pergolakan tersebut dengan cara yang kekanak-kanakan dan konyol, namun berani juga.
Rating: must read
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top