25
"Jangan ikut campur!"
Langkah Kihyun seketika terhenti tepat saat teguran itu terucap, namum bukan suara yang terkesan dingin tersebut yang membuatnya terkejut, melainkan telapak tangan dingin yang kini mengenggam pergelangan tangannya.
Dia perlahan menolehkan kepalanya dan menampakkan keterkejutan di wajahnya ketika mendapati pemuda asing dengan wajah yang sangat pucat yang saat ini tengah menghadang jalannya.
Dia lantas menarik tangannya tidak terlalu kasar hingga genggaman pada tangannya terlepas.
Dia sedikit memutar kakinya dan berhadapan langsung dengan pemuda asing tersebut, dia lantas berucap dalam hati, "siapa kau?"
Pemuda itu berdiam diri untuk beberapa waktu hingga pergerakan kecilnya yang menarik perhatian Kihyun. Pemuda itu menunjuk ke atas, membuat Kihyun turut mengarahkan pandangannya ke atas dan melihat bulan penuh yang bersinar tepat di atas kepala mereka.
Kihyun sejenak memiringkan kepalanya, mencoba menafsirkan maksud sebenarnya dari pemuda asing tersebut.
"Apa dia ingin mengatakan bahwa ini sudah malam, atau bulannya yang cantik?" Kihyun membatin dan menjatuhkan kembali pandangannya pada pemuda asing di hadapannya.
Kihyun tak berkutik, bahkan ia melupakan tujuan awalnya yang ingin menyusul Hyungwon ketika di hadapkan dengan pemuda misterius yang hanya berdiam diri di hadapannya. Namun dia baru teringat bahwa dia membawa ponsel di tangannya, dia kemudian menghidupkan layar ponselnya dan menuliskan sesuatu di sana yang kemudian ia tunjukkan di hadapan pemuda asing tersebut.
"Siapa kau?"
Kihyun melihat pemuda itu membaca tulisannya, namun pemuda itu tak memberi respon apapun dan hanya berdiam diri, membuatnya merasa tidak tenang. Namun dia di kejutkan dengan pergerakan pemuda asing tersebut yang kemudian menarik tangannya dan membawanya untuk kembali ke pemukiman.
Dan anehnya dia tidak memiliki niatan untuk memberontak, hingga keduanya kembali menapakkan kaki di halaman pemukiman. Saat itu Kihyun menghentikan langkah keduanya dan membuat si pemuda asing berbalik.
Kihyun kembali menarik tangannya, merasa tak nyaman dengan sikap pemuda asing tersebut. Mungkinkah dia tetangga baru yang baru saja pindahan, pasalnya dia tidak pernah melihat pemuda itu sebelumnya.
Pemuda asing itu kemudian berjongkok di hadapannya dan menggunakan jari telunjuknya untuk menulis sesuatu di tanah. Kihyun yang sempat terheran pun kemudian ikut berjongkok, namun dia kembali di kejutkan ketika melihat pemuda itu tidak mengenakan alas kaki saat keluar tengah malam seperti ini dan jika di perhatikan kembali, pakaiannya yang serba hitam itu terlalu tipis untuk di kenakan tengah malam seperti ini.
Kihyun pun menjatuhkan pandangannya pada tanah di antara mereka, di mana pemuda asing itu menuliskan sesuatu, namun Kihyun sedikit kesulitan untuk membacanya karna tulisannya terbalik. Terlebih pemuda itu menulis di tanah.
Kihyun lantas berpindah ke samping pemuda asing itu tanpa ragu, dan mulai membaca tulisan yang terlihat samar namun masih bisa ia baca.
"Sudah malam, kau harus kembali ke rumah dan menutup pintunya."
Kihyun mempertemukan pandangannya dengan pemuda itu, dia kemudian mencari ranting pohon yang sudah mengering untuk ia gunakan sebagai pena. Namun sebelumnya ia menghapus tulisan pemuda asing tersebut dan menggantinya dengan tulisan yang baru.
"Siapa kau?"
Pemuda itu membalas dengan menuliskan kata di bawah tulisan Kihyun, masih menggunakan jarinya.
"Seseorang."
Dahi Kihyun mengernyit, jawaban macam apa itu? Tak puas dengan jawaban pemuda itu, Kihyun kembali menulis di bagian lain.
"Siapa namamu?"
Si pemuda menuliskan balasan, "rahasia."
Jawaban yang sontak mengundang kekesalan di wajah Kihyun, namun saat itu seulas senyum terlihat menghiasi wajah pucat pemuda di sampingnya. Perhatian Kihyun kembali teralihkan ketika pemuda itu menghapus semua tulisan di tanah menggunakan tangannya dan hendak kembali menuliskan sesuatu.
Kihyun yang menyadari hal itupun segera meraih tangan pucat tersebut dan menarik perhatian dari pemuda di sampingnya.
"Tanganmu bisa terluka." batin Kihyun yang lantas menyerahkan ranting kering di tangannya.
Pemuda itu kemudian menggunakan ranting tersebut untuk menulis di tanah dan dengan sabar Kihyun menunggu, membuat siapa saja yang melihat keduanya pasti akan merasa heran. Apa kiranya yang di lakukan oleh anak-anak tengah malam di halaman rumah?
Kihyun sedikit melongokkan kepalanya dan mendekat, membaca tulisan yang tak begitu jelas dan hal itu membuat matanya menyipit dengan dahi yang mengernyit hingga ia yang mampu membaca tulisan tersebut.
"Masuklah! Harabeoji akan khawatir jika kau tidak ada di rumah."
Kihyun kemudian menjatuhkan pandangannya pada si pemuda asing yang juga tengah melihat ke arahnya. Keduanya sempat terdiam beberapa saat hingga si pemuda itu bangkit sembari menarik tangan Kihyun dan membawanya untuk kembali ke rumah hingga langkah itu baru terhenti tepat di bawah tangga yang terhubung dengan teras rumah.
Si pemuda berbalik menghadap Kihyun dan lantas berucap di hadapan Kihyun untuk pertama kalinya, "masuklah!"
Kihyun sempat ragu, tapi dia benar-benar melihat bahwa pemuda di hadapannya benar-benar berbicara meski ia tidak bisa mendengar suaranya.
Tak memiliki sesuatu untuk di tanyakan, Kihyun lantas bergegas menaiki tangga, namun baru satu anak tangga dan dia kembali mundur. Kembali berhadapan dengan pemuda asing tersebut, namun kemudian ia membungkukkan badannya untuk melepas sepatunya yang kemudian ia taruh di depan kaki pemuda asing tersebut.
Tapi dia sedikit tertegun ketika melihat pita merah yang melingkar di kaki pemuda tersebut, meski hanya sekilas karna si pemuda asing tersebut segera melangkah mundur dan membuat pita tersebut tertutupi oleh bagian bawah celananya.
Tak berniat mempedulikan hal itu, Kihyun pun menegakkan tubuhnya dan kembali bertemu pandang dengan pemuda tersebut.
"Pakailah! Sangat dingin di luar, sebaiknya kau segera pulang."
Pemuda itu mengangguk dan membuat sebelah alis Kihyun terangkat, kenapa pemuda itu mengangguk seperti ia yang mendengar apa yang baru saja ia ucapkan. Tidak mungkin juga pemuda itu mendengar suara hatinya.
"Masuklah!" suara lembut itu kembali terdengar meski hanya senyap yang menghampiri pendengaran Kihyun.
Kihyun sekilas membungkukkan badannya dan bergegas menaiki anak tangga menuju pintu. Langkahnya sempat terhenti ketika ia telah membuka pintu, sekedar memastikan bahwa pemuda itu masih di sana. Dan setelah memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi, dia pun bergegas masuk dan menutup pintu dari dalam, meninggalkan pemuda tersebut yang menatap sepatu di hadapannya dengan seulas senyum yang terlihat begitu tulus.
Kihyun naik ke lantai dua, bergegas menuju kamarnya dan hal pertama yang ia lakukan setelah kembali ke kamarnya adalah berjalan menuju jendela. Menjatuhkan pandangannya ke halaman dan melihat pemuda yang sebelumnya ia tinggalkan berdiri di tengah halaman dengan pandangan yang terarah padanya.
"Kenapa dia masih di sana?" heran Kihyun, dia kemudian menggerakkan tangannya sebagai sebuah isyarat agar pemuda itu pergi. Dan setelahnya, pemuda itu benar-benar berjalan pergi.
Melihat hal itupun, Kihyun lantas menutup gorden dan bergegas menuju ranjangnya. Segera membaringkan diri di balik selimut dengan perasaan kosong yang sedikit menganggu ketika ia benar-benar telah melupakan niatan awalnya yang ingin menyusul Hyungwon.
Entah apa yang terjadi padanya, namun sepertinya memori akan pertemuannya dengan Hyungwon beberapa waktu yang lalu telah terhapuskan dalam ingatannya dan dengan pikiran kosong tersebut dia jatuh terlelap di malam gelap yang semakin membeku.
Di sisi lain, Hyungwon tengah mengendarai mobilnya menembus kegelapan di hadapannya dengan tatapan sayu yang terkesan begitu kosong di saat hanya kenangan buruk yang muncul dan semakin mengacaukan perasaannya.
Seakan waktu telah menjadi senjata mematikan bagi Dokter muda tersebut, seperti tak ada lagi harapan yang bisa di lihat dari sorot mata itu. Hingga setelah berkendara selama beberapa waktu, matanya tiba-tiba membulat terkejut ketika ia melihat siluet seseorang yang tiba-tiba berdiri di tengah jalan.
Hal itu yang membuatnya refleks membanting kemudi ke kiri guna menghindari tabrakan. Namun naas, mobilnya justru menghantam pembatas jalan dan terpental jauh lalu terbalik hingga akhirnya terseret beberapa meter dari tempat semula.
Dalam sekejap keadaan semakin bertambah buruk, mobilnya hancur dalam posisi terbalik tanpa ada satupun saksi mata yang bisa menolongnya. Namun perlahan tangannya yang penuh luka terulur keluar, menandakan bahwa dia masih selamat atas insiden mematikan tersebut.
Perlahan dia bergerak dengan lemah, mencoba untuk menarik tubuhnya keluar dari mobil yang sudah hancur tersebut. Sedikit demi sedikit, pergerakannya yang lebih lambat dari waktu itu berhasil membuatnya keluar dari dalam mobil.
Dengan berpegangan pada badan mobil yang mengalami kerusakan parah, dia mencoba untuk bangkit dengan wajah yang penuh dengan luka terlihat tengah menahan sakit. Dia mencoba melangkahkan kakinya menjauh dari mobil, namun satu langkah yang ia ambil justru mengantarkan tubuhnya untuk terbanting ke aspal yang dingin dan semakin memperburuk lukanya.
Dalam posisi tengkurap, helaan napas berat itu terdengar dalam tempo yang lambat seakan jantungnya yang bersiap untuk berhenti. Dia berbalik, berbaring dengan pasrah melihat kegelapan di hadapannya. Namun saat itu pandangannya yang sudah kabur berhasil menangkap siluet rembulan berada tepat di atasnya.
Hingga air mata itu kembali terjatuh di saat ia yang tak memiliki daya untuk menangis saat bayangan seorang pemuda kembali mengusik ingatannya. Tawa riangnya, suaranya, semuanya kembali. Orang yang telah menghilang dalam waktu yang lama pada akhirnya kembali mengusik ingatannya dan membuat dadanya semakin terasa sesak.
Perlahan semua semakin terasa memudar, penglihatannya, pendengarannya dan bahkan indera perasanya. Sakit itu memudar dan tubuhnya terasa begitu ringan, namun saat itu ekor matanya masih bisa menangkap siluet seseorang yang datang mendekat.
Perlahan dia menolehkan wajahnya ke samping dan samar-samar melihat sepasang kaki berjalan mendekatinya. Namun pandangannya yang terbatas tak mampu menjangkau wajah pemuda yang kini berjalan mendekatinya, hingga sebuah kebenaran yang kemudian ia dapatkan setelah sepasang kaki itu berdiri tepat di samping kepalanya.
"Ki-Kihyun-a..." berujar dengan lirih ketika ia mengenali sepatu yang di kenakan oleh pemuda itu adalah sepatu yang sebelumnya di kenakan oleh Kihyun.
Namun ketika pemuda itu berjongkok di hadapannya, saat itu pula dia tersadar bahwa pemuda itu bukanlah Kihyun, melainkan sosok lain yang telah lama tak ia temui.
"Lama tidak bertemu." si pemuda yang tidak lain adalah pemuda asing yang baru saja menemui Kihyun tersebut berucap, menatap tanpa ada rasa belas kasihan kepada Hyungwon yang telah menangis tanpa suara.
"Aku tidak ingin peduli lagi padamu meski kau menangis sekalipun. Aku membencimu, dan selamanya akan begitu." perkataan yang terdengar begitu lembut namun justru semakin melukai Hyungwon.
Pemuda itu kemudian meraih pecahan kaca mobil dan tanpa ragu menempelkan ujung pecahan kaca yang tajam tersebut di wajah Hyungwon.
Pandangan Hyungwon semakin tak berfungsi, namun dia masih bisa merasakan apa yang kini berada di wajahnya. Tangannya yang gemetar tersebut bergerak dengan lemah dan meraih tangan pemuda tersebut.
Air mata itu kembali berbaur dengan darah yang berada di wajahnya ketika tak ada kata yang mampu ia ucapkan.
"Aku membencimu!" gumam si pemuda yang menekan pecahan kaca di wajah Hyungwon yang sudah berpasrah diri ketika kulit wajahnya di robek oleh pecahan kaca tersebut.
Namun dari arah berlawanan, sebuah sorot lampu tiba-tiba datang di susul oleh suara klakson yang membuat pemuda asing itu membulatkan matanya sebelum semua berakhir dalam waktu yang singkat di saat Hyungwon benar-benar telah menghilang dalam kegelapan malam itu di bawah sinar rembulan yang menjadi saksi bisu yang tak akan mungkin ada satupun orang yang bertanya padanya tentang apa yang tengah terjadi malam itu.
Selesai di tulis : 22.11.2019
Di publikasikan : 22.11.2019
#LoveForYoo
#HappyKihyunDay
#HappyYooDay
#TheMostBeautifulVoiceInTheWorld
#WeAlwaysLoveYoo
Special For Yoo💝💝💝💝💝💝💝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top