Bagian [10]
Ada yang nunggu Ayla?

Happy Reading
😌😌😌
Apa kata abangnya Yogi malam itu? Mungkin dia cemburu pada Arya. Enggak percaya gue sama kata-kata tuh orang. Seianya dia cemburu, jangan pakai 'mungkin' dong. Memangnya saya buah dadu yang angka munculnya tidak bisa dipastikan. Dengan yang pasti-pasti kayak Arya saja aku masih tak terima. Apalagi sama ucapan Ergi yang keabu-abuan. Intinya dia tidak serius. Nothing.
Besok-besoknya Ergi mulai rajin mendatangi aku di kos-kosan. Tidak seperti sepulangnya dari Aceh yang sering chat doang. Kehadirannya yang tiba-tiba membuat aku agak sebal. Kadang ada saatnya aku tidak ingin bertemu dia, tapi dia malah muncul. Alasannya simple, but important. Aku tidak ingin hubungan kami ketahuan Arya. Jahat enggak sih aku? Aku berpikir seperti ini: Nanti saat aku dicerai Ergi, Arya tidak tahu kalau aku sebenarnya janda. Sembari menunggu selesainya aku sama Ergi, kuterima ajakan Arya supaya lebih dekat. Janjiku dulu kan akan terima Arya setelah selesai kuliah. Sekarang aku hampir final sama skripsi.
"Batal lagi, Ayla?"
Menggaruk-garuk rambut sudah seperti orang tak pernah mandi. Aku cuma bisa menyengir.
"Maafin gue, ya, soalnya Ergi maksa gue pergi malam ini. Janji deh habis ini gue pergi bareng lo lagi."
"Ya wajar dong lo menolak Arya. Lo itu memang harusnya pergi sama Ergi. Untuk apa lu minta maaf?"
Habis dikasih makan apa sih ni anak sama Ergi? Bela-belain dia banget. Bukannya Nada lebih dekat dengan Arya? Aneh banget ini anak. Sudah gue bilang, gue sama Ergi hanya nikah karena dipaksa oleh Tuan Hadi.
"Kita pergi bareng aja gimana? Mau makan juga 'kan sama aja." Arya mencoba mengajakku juga Nada.
"Sorry, Ar, kalau gue sudah ada janji sama bebeb gue. Laki gue bentar lagi juga sampai."
"Ay ... lama banget sih di dalam ngapain aja?" Ergi pun muncul.

Untung situ cakep. Kalau enggak, udah gue tinggal dari tadi dan pilih jalan sama Arya. Tapi aneh deh. Walaupun aku tidak menyukai Ergi, rasanya ada rasa bersalah gitu kalau aku menolak dia untuk makan malam. Mungkin kasihan karena dia sudah jauh-jauh ke kosan. Nanti malamnya aku suruh pulang. Jangan sampai dia tidur di kos-kosan bisa ketahuan Arya.
"Iya ini gue lagi ambil sepatu. Sabar dikit napa? Lo kayak nggak tahu gue aja."
Tidak menghabiskan waktu berjam-jam kami sudah sampai di sebuah rumah makan yang sedang ramai banget. Untung masih ada satu meja kosong. Itu pun karena ada pelanggan yang baru meninggalkan restoran. Kami langsung memesan makanan.
"Kamu mau ngabisin makanan itu semua?"
Aku mengangguk dengan antusias menampilkan wajah orang yang belum makan selama seratus hari. Menyengir sedikit lalu aku suap makananku cepat-cepat. Kurasa Ergi ilfil melihatku. Lihatlah cara makanku yang tidak beradab. Para pengunjung melihati meja kami. Ergi kehilangan nafsu makannya.
Ini kupelajari dari serial televisi yang dulu pernah aku tonton. Membuat orang lain tidak nyaman adalah dengan memperlihatkan attitude yang tidak baik. Lalu bersendawa keras-keras.
"Mau aku bungkuskan untuk nanti malam makan di kos?"
"Lo pikir perut gue segede gentong, sampai-sampai habis makan banyak di sini, di rumah nanti masih mau makan gitu? Memangnya gue punya jin tukang isap nutrisi dari tubuh gue?"
"Pak Zul, guru Biologi kita, pernah bilang gini. Tubuh kita butuh gizi secukupnya, tapi kalau kita isi dengan makanan yang banyak. Lambung kita hanya akan mengambil sedikit dan lebihnya akan menjadi tinja. Artinya tingkat kecepatan lapar pun akan sama saja seperti saat kamu makan sedikit. "
"Kampret lo ah. Lagi enak makan malah bahas eek! Sudah, gue enggak nafsu lagi. Sana lo bayar makanan ini. Gue tungguin di depan. Nggak muncul dalam lima menit, gue tinggal."
Aku jalan ke pintu keluar terus ke trotoar menyetop angkutan umum. Tempat makannya dekat dari rumah kos. Tidak perlu pesan taksi online, buang-buang duit. Di angkot, aku mengeluarkan dompet kulit yang aku ambil saat pemiliknya ke toilet. Nah, tidak masalah 'kan membawa dompet suami?
Sepertinya ada yang mengamati yang aku lakukan. Ah, mungkin tertarik sama dompet yang kupegang. Dasar copet. Ini dompet hasil curian, jangan harap bisa mencurinya dariku.
"Apa lu lirik-lirik? Pengin tahu gimana gue bisa nyopet ini dompet? Mau gue ajarin jurus-jurus maling?"
Eh tunggu!
Cowok di bangku seberangan denganku membuka selubung jaketnya.
"Gue punya dompet lebih tebal dari ... suami lo," jawabnya angkuh.
Dia tahu ini dompet milik Ergi. Melihat bentukannya tentu saja barang ini bukan kepunyaan perempuan.
"Oh, sombong? Gue juga enggak minat tahu seberapa banyak uang lo."
"Apa rasanya sama?" Si Pokemon bergumam membuat kudukku meremang. Apalagi dia jalankan mata mesumnya ke seluruh tubuhku.
"Babi congek, jauhin mata lo! Gue colok mata lu mampus!"
"Mau? Ayo ikut gue kalau gitu."
"Nggak waras. Memang mau apa? Banyak taiknya tuh kuping. Gue bilang berhenti lihat gue! Ah, lo mau tarik omongan kalau badan gue nggak bagus? Hahaha makanya congor lu jangan asal jeplak!"
"Ya, gue akui sekarang. Tapi sayang, lo bekas orang."
"Tarik kata-kata lo itu."
"Lo juga main sama teman serumah lo. Apa suami lu nggak sadar kalau dia dibodohi oleh lacur tolol?"
Ah, sial. Kenapa rasanya sakit banget sih?
"Sudah nggak sabar ketemu si japrak? Gue kasih tahu, lu kalau belum siap menikah, jangan. Kalau dalam pikiran lo nikah hanya untuk ngeseks supaya nggak ditangkap kamtib, itu pikiran lu masih primitif banget. Belajar sama gue."
Reflek punggung tanganku menyentuh kelopak mata yang telah berembun. Selain hati, mataku ikutan perih akibat hinaannya.
"Gue pikir itu yang lo bawa-bawa di atas leher, ada otak di dalamnya. Rupanya semua isinya cuma ampas."
Aku menyetop angkutan di mulut gang perumahan. Pokemon melambai dengan wajah tanpa dosa. Sebuah mobil berhenti di sebelahku. Pintunya terbuka.
"Naik, Ayla."
Dia keluar karena aku hanya bergeming.
"Ayo, masuk. Jangan bandel, ini malam. Jangan jalan sendirian."
Apakah benar yang dikatakan si Pokemon bahwa aku adalah wanita tidak baik? Punya suami, tapi masih jalan dengan laki-laki lain. Tidak itu tidak benar. Aku dan Arya tidak ngapa-ngapain.
Setibanya kami, Ergi telah berdiri di pinggir teras menatapku dengan tatapan datar. Apa yang dipikirkan Ergi? Jangan sampai dia pun berpikiran yang sama dengan Mondy.
"Terima kasih, Ar, lo boleh masuk duluan. Gue masih ada yang perlu diomongin sama Ergi." Arya tak bicara apa-apa sebelum masuk.
"Aku mau bicara sama kamu, tapi bukan di sini."
Ternyata Ergi membawa ke lapangan SD dekat perumahan Pak Hadi. Dia memunggungiku. Gesturnya tegang mungkin sangat kesal karena aku telah mengerjainnya. Kira-kira bagaimana Ergi bisa sampai duluan di rumah sebelum aku? Padahal seharusnya dia melakukan negosiasi sedikit lama untuk membayar semua tagihan makanan saat dompetnya tidak ada. Aku pikir Ergi mungkin akan mencuci piring.
"Gimana sama makanan yang gue pesan banyak tadi? Apa lo ngutang?"
"Ay. Kayaknya aku harus bicara dengan jelas supaya kamu paham." Nada suara Ergi tetap tenang. Lembut tidak menyalahkanku.
"Aku tidak bisa membiarkan kamu dengan Arya. Kenapa? Karena dia bukan siapa-siapa kamu. Kalau kamu pergi dengan Papa, aku tidak masalah. Ini lain hal. Aku nggak ingin istriku berbuat salah. Mengerti maksudku?"
"Aku tegaskan Ay, menikah tidak main-main. Mungkin karena aku membiarkan kamu tinggal di luar, kamu pikir aku tidak serius. Salah. Aku hanya memberi kamu waktu sampai kamu bisa menerima pernikahan kita. Namun, aku tidak akan membiarkan ada orang lain yang merusak usahaku dalam menunggumu."
"Kamu pikir aku akan meninggalkan kamu karena capek? Karena aku ditinggal di restoran dan malu nggak mampu bayar, lantas aku akan marah-marah ke kamu? Tentu aja enggak, Ay. Namanya bercanda, kenapa aku harus marah?"
"Maafin gue ini dompetnya gue balikin. Lo bayar pakai apa?"
Ergi mengeluarkan ponselnya menunjukkan aplikasi M-banking. Yah, aku bodoh. Kenapa tidak kepikiran?
"Jangan rajin-rajin ke kosan deh, Gi. Nggak enak sama Nada."
"Nada atau Arya?"
"Dua-duanya. Puas lo? Eh, kok ke rumah Pak Hadi sih?"
Ergi membuka pintu di sebelahku dari luar. Menarik tanganku untuk turun dari mobil. Genggamannya kenapa berbeda?
"Jenguk Sayla, dia sakit."
Sakit? Kenapa tidak ada yang memberitahuku? Sejak kapan dia sakit? Kenapa harus Ergi yang tahu lebih dulu?
***
TBC
19 April 2019

Jangan melotot liatnya, udah punya Ayla tuh.

Dede Ay sekseeh gini, dibilang apa tadi?????
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top