- c h a p t e r t w e n t y
“Entering a cheetah's cage is suicidal.”
.
.
.
LAGI-LAGI, Yeonjun datang ke dalam mimpinya. Kali ini bukan tatapan menyalang penuh kebencian dan berakhir mencekik lehernya, tetapi tatapan sarat akan kekhawatiran yang ditunjukkan. Dalam mimpi, keduanya bersimpuh dengan Yeonjun konstan memegang erat pergelangan tangan sang kakak seolah-olah menahan agar tidak pergi. Suara sengguk tangisan terdengar sinkron dengan gaungan, “Kak, kumohon jangan pergi,” pintanya.
“Aku tidak pergi, aku di sini,” ucap Taehyung lembut. Justru seharusnya yang meminta tidak boleh pergi adalah Taehyung, bukan Yeonjun. Adiknya lah yang sudah pergi, tidak mungkin memintanya tetap di dunia ini. Mustahil.
“Jangan pergi, Kak.”
Kalimat terakhir itulah menjadi akhir mimpinya. Taehyung lekas terbangun dari tidur dan mendapati Dalmi tengah menatapnya khawatir.
Ia pun bertanya, “Kau mimpi buruk lagi?”
“Tidak,” bohongnya, sebab ia pun tidak tahu apakah tadi mimpi buruk atau apa. Biasanya mereka datang dengan tatapan menyalang dan berakhir mencekik.
Dalmi memiringkan kepalanya dan menatap curiga. “Benarkah? Kulihat wajahmu saat tidur pun tampak terganggu.”
Semakin dekat dengan Dalmi, ternyata gadis itu bukan seorang perempuan yang benar-benar pendiam. Justru rasa ingin tahunya tinggi, bisa dikatakan ia cerewet ketika ia ingin tahu sesuatu hal. Ia akan terus melayangkan pertanyaan sebelum mendapatkan jawaban.
Taehyung menyingkirkan sehelai selimut tipis yang tadi membungkusnya di malam yang dingin di atas sofa panjang ruang tengah apartemennya. Lekas menapaki lantai yang dingin, pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tidak menghiraukan lagi pertanyaan Dalmi, membiarkannya berdecak kesal di tempat.
Air dingin mengguyur seberinda tubuh Taehyung. Dengan begitu, rasa segar bisa menghilangkan kekalutannya. Air mukanya pun masih tampak gelisah. Mimpinya semalam buatnya terus kepikiran, tetapi ia coba untuk mengentaskan semuanya dan fokus pada tujuan hari ini. Ya, menyelamatkan Kai.
Begitu selesai membersihkan diri, ia disuguhi aroma masakan di pagi hari menggelitiki penghidu. Ia mengikuti asal aroma harum yang menggugah selera, kebetulan cacing dalam perutnya sudah meraung minta diisi. Di atas meja ruang tengah, tersajilah satu panci penggorengan nasi goreng kimchi, cukup untuk porsi berdua.
Tatkala Dalmi mendapati Taehyung sudah keluar dari kamar mandi, ia tersenyum dan mengajak sang tuan rumah untuk sarapan. Sebab, rasanya tidak tahu terima kasih hanya menumpang tanpa balas budi. Toh, beruntungnya ia bisa memasak dan itu adalah satu-satunya cara. Terlebih lagi ia hanya menemukan kimchi dan sekaleng kornet, beruntungnya pun ada nasi instan. Selain itu hanya ada beberapa bungkus ramyeon, beberapa kaleng bir, dan soda. Persis seperti apartemen pria yang jarang ke rumah, tetapi Taehyung cukup memperhatikan isi kulkasnya. Ada yang lebih parah, yang lain mungkin membiarkan kulkasnya kosong dan hanya ada sebotol air atau dipenuhi kaleng-kaleng minuman. Salah satunya, apartemen persembunyian Seonggeun persis seperti yang dilakukan Taehyung. Dulu, jika Dalmi tidak ke sana, mungkin isi kulkasnya hanyalah es batu saja. Ia lebih parah sampai melupakan air minum.
Keduanya menyantap sarapan sembari mendiskusikan rencana penyelamatan Kai hari ini sesuai apa yang dibagikan Jungkook juga sebagai informan yang lebih tahu. Selain manggut-manggut setuju, Dalmi pun memberi masukan dana berbagi informasi apa yang ia ketahui tentang markas Rising Sun. Ya, benar, Kai dibawa ke markas Rising Sun seolah-olah memang mereka menunggu Taehyung masuk ke dalam kandang mereka.
***
Tidak menyangkal jika Dalmi mendapati air muka Taehyung tampak gelisah. Berulang kali ia menanyakan kondisinya pasti berkata baik-baik saja dan menyuruh fokus dalam rencana. Hari ini juga, mereka bertiga memulai rencana dengan menyerang diam-diam. Markas Rising Sun bertempat di gedung bisnis kasino legal Rising Sun yang berada di Gangseo.
Di luar tampak sepi dan tenang, sebab tempat kasino lebih ramai pada malam hari. Tidak ada tanda-tanda para anggota Rising Sun berjaga, hanya ada dua orang penjaga di depan pintu masuk. Bukannya merasa aman jika tidak banyak penjaga, justru ini mencurigakan. Terlebih lagi, Seonggeun tampak menunggu kedatangannya. Sebab, pasti mereka berpikir tidak mungkin tidak menyelamatkan Kai.
“Apa biasanya sesepi ini? Bukankah biasanya banyak anggota Rising Sun yang selalu berjaga?” Taehyung bertanya dengan suara pelan.
Dalmi mengangguk, menyetujui. “Hm. Biasanya penjagaannya ketat. Ini aneh.”
Sementara itu, Jungkook yang berada di samping mereka—bersembunyi di balik mobil—menanggapi, “Mencurigakan. Tapi setidaknya anggap ini sebagai penghemat energi kita sebelum bertempur di dalam.”
Mereka semua mengangguk kompak, lalu berjalan mengendap-endap menuju pintu bawah tanah yang katanya memiliki penjagaan kurang, sebab tempat itu terbengkalai. Benar saja, mereka disuguhi pintu kayu yang sudah rapuh dan salah satu engselnya pun sudah copot. Sarang laba-laba dan debu tidak lupa memenuhi lorong kumuh. Benar-benar terbengkalai, tetapi mencurigakan.
Mereka sengaja beraksi dengan jumlah tiga orang saja untuk menyelamatkan Kai diam-diam dan meminimalkan pertarungan. Sesuai rencana Jungkook dan Taehyung, tidak boleh memakan korban banyak lagi, makanya mereka tak libatkan para anggota Grave Moon yang mengalami cedera akibat penyerangan beberapa hari lalu.
Benar saja, situasi yang terlalu sepi dari biasanya lebih mencurigakan dibandingkan dengan penjagaan yang secara terang-terangan. Lucu sekali, mereka hendak menyerang diam-diam, begitu pun mereka berjaga diam-diam juga. Di lorong bawah tanah, telah banyak para anggota Rising Sun menunggu mereka. Tiada gentar, mereka bertiga berusaha menorobos masuk pertahanan mereka. Perkelahian di lorong sempit pun terjadi, mereka tidak ada ampun mengeroyok setiap individu. Namun, seperti diharapkan jika ketiganya adalah petarung hebat meski sempat kewalahan.
Bahkan, Taehyung saja berada dalam posisi kurang menguntungkan. Tubuhnya berada di bawah sang lawan dan dihabisi habis-habisan. Namun, Dalmi yang sudah melumpuhkan beberapa lawan yang menyerangnya dan mengetahui Taehyung tengah disudutkan, ia menyerang kepala bagian belakang lawan dan berakhir tak sadarkan diri. Taehyung terkesiap akan kemampuan bela dirinya. Pantas saja ia pernah menjuarai kejuaraan taekwondo nasional. Pukulan kakinya saja mematikan, tidak bisa dibayangkan jika korbannya tadi adalah dirinya.
Tersisa Jungkook pula yang masih bertarung dengan sisa lawan. Hendak mereka membantunya, tetapi dihentikan. “Cepat, masuk! Aku akan menahan mereka di sini,” teriak Jungkook di tengah-tengah pertarungannya.
Dalmi dan Taehyung agak skeptis meninggalkan Jungkook harus bertarung sendirian. Namun, mereka akhirnya bergerak dengan ucapan Jungkook yang meyakinkan mereka.
“Cepat, selamatkan Kai! Percaya padaku, aku akan menyusul.”
Mereka berlari menyusuri lorong dan berbelok sebab lorong yang lurus sudah buntu. Begitu masuk ke lorong yang lain, tak jauh dari mereka berpijak telah disambut dengan wajah-wajah siap menerkam mereka berdua. Mau tak mau mereka harus berkelahi lagi agar bisa menerobos masuk. Di tengah-tengah pertarungan di mana jumlah lawannya lebih banyak dari sebelumnya, mereka kewalahan. Menyerang diam-diam masuk ke kandang cheetah dengan jumlah tiga orang saja adalah misi bunuh diri.
Napas mereka sudah tersengal-sengal, ini bukan karena kehabisan energi, tetapi napasnya terasa sesak. Kelopak mata Taehyung saja tampak sayu, tidak kuat menyingkap dengan sempurna. Sebisa mungkin ia berusaha mengenali bau aneh dari lorong ini, seperti ada gas selain oksigen. Bayangan di depannya pun sudah buram, lalu perlahan semuanya gelap.[]
—140122, ara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top