Chapter 9 : Menuju Astrea

[ Author POV ]

"Apa dia kembali menutup panggilanmu lagi, Ardian?"

"Seperti biasa. Kalian tahu sendiri.." sahut Ardian menyimpan Connect hitam legam berkilau kuning.

"Komandan, saya membawakan peta yang anda minta.." Ika kembali sembari membawa selembar kertas besar disatu tangannya. Mereka bertiga berkumpul disatu sisi meja dan membuka peta, di peta ada garis menyilang besar yang membagi empat distrik wilayah Astrea, dari atas seperti segitiga, ditengah ada istana yang digambar berbentuk persegi enam. "Ibuku menghilang di distrik barat tempat dimana biasanya para pemberontak menghilang." cetus Ardian memulai rapat kecilnya.

"Jika tidak salah nyonya bersama adik kedua anda.."

"Hm. Kita harus bergegas sebelum hal buruk terjadi.."

"Tapi Ardian... Bukankah itu agak percuma"

"Apa maksudmu kak Rika??"

"Jika kita mencari disana maka mereka bakal segera tahu karena telah mengenal wajahmu yang notabene adalah anak pertama nyonya.."

"Tapi kak kita sedang melawan pemberontak.."

"Tidak~tidak adikku yang sedikit polos. Jika memang pemberontak yang melakukannya maka mereka bodoh. Untuk apa mereka menculik seorang support yang tak memiliki apa-apa. "

"Benar juga. Lalu apa yang mereka inginkan?"

"Informasi dari fraksi kita!" jawab Ardian datar. "Ini hanya tebakanku saja, kemungkinan ini ada hubungannya dengan fraksi-fraksi yang lain. Kalau bukan tidak mungkin si penculik menculik ibuku secara acak, pasti ada alasannya,"

"Kemungkinan lain mereka hanyalah orang bodoh yang asal culik.!" tutup Rika.

"Ayah, ada di istana bersama Scar. Hanya ada kita yang bisa menyelamatkan ibuku.." kata Ardian seraya melipat kembali peta. "Ayo kita ke distrik barat!"

.A.N.O.T.H.E.R.

[ Iksan POV ]

Nisa baru saja mengeluarkan sesuatu berwarna putih dari dalam kepalaku. Itu adalah serpihan ingatan istilah mudahnya. Kalau aku ingin ke Astrea maka butuh 1 minggu untuk sampai disana, itu sangat lama.

Cara instannya adalah teleportasi.

Tapi bagaimana? Ya, dengan menggunakan kekuatan waktu Nisa... Kurasa bisa?

"K-kakak yakin ingin menggunakan kekuatan waktuku? I-ini sangat berbahaya, kak.!"

"Aku tahu tapi aku tidak bisa tinggal diam. Memang aku sedikit kesal ibu juga merahasiakan masa laluku tapi dia tetap ibuku, dan sekarang dia dalam masalah. Dan aku harus menyelamatkannya!"

"Baiklah.."

Nisa melangkah mundur, keluar dari rune sihir yang kami buat bersama-sama. Soal panggilan 'guru' dan 'kakak' itu adalah permintaanku. Nisa memanggilku 'guru' andai kami bersama orang lain dan 'kakak' andai kami cuma berdua.

Tak masuk akal? Biarkan saja.

"Kakak.." panggil Nisa, ia menatap cemas ke tempatku. Kuberikan senyum agar ia sedikit tenang.

"Aku akan kembali.!"

Nisa mulai meneteskan darah sedikit ke rune yang ia tulis, tempatku seketika bersinar abu-abu. Silau?!

Cara kerjanya adalah mengambil ingatan 10 hari sebelum aku di Desa Purna. Tidak seperti 20(200) menit, aku bakal menerima 10 atau 10.000 rasa pusing tepat dikepalaku. Yah, ini memang sangat berisiko tapi hanya ini cara tercepat yang dapat aku pikirkan.

Soal rasa sakit aku kesampingkan. Sekarang aku harus pergi... Ke Astrea.

.A.N.O.T.H.E.R.

[Author POV ]

Di satu ruangan yang minim penerangan, ada ibu dan anak yang terikat erat dan anak kedua matanya tertutup oleh kain hitam.

Cut..

Tali yang mengikat ibu itu di potong... Oleh salah satu penculik.

"Terimakasih.."

"Sama-sama.."

"......."









"Bodoh, kenapa kau memotong ikatannya?! Bagaimana kalau dia menyerang nanti!" bentak pria berbadan besar penuh otot.

"T-tapi bos nyonya ini nanti j-jadi pemimpin kita. B-bagaimana kalau nanti beliau mau balas dendam?!"

"Itu tidak mungkin! Kita telah membangkitkan kekuatannya, beliau pasti sangat bersyukur.." marah pria itu.

"M-maaf..kurasa kalian salah o-orang. S-saya hanyalah ibu rumah tangga yang kue buatannya terlalu e-enak."

"Ha.?"

"Hiii.!?" jerit ibu rumah tangga ini. "Aku..salah... Orang?!" geramnya mendekatkan wajahnya.

"Jika kau bukan Ratu Kegelapan yang aku cari maka tidak ada gunanya membiarkanmu hidup.!" marahnya. Ia mengangkat ibu itu sampai ke atas.

"A-aku minta maaf!"

"Bos, s-sudahlah.."

"Kau juga. Kau sudah gagal sebagai seorang penjahat!" pria itu menendang wajah penjahat baik(?) yang memotong tali ibu rumah tangga(?).

"Kejam.."

"Kau juga akan bernasib hal sama jika berbohong. Cepat tunjukkan kekuatan itu!"

"A-aku..tidak bisa."

"Hah?"

"Aku tidak bisa... Ada anakku disini."

"Dia tidak melihat juga. Cepat!"

"T-t-tapi dia...mendengar."

Kesadaran pria ini sudah hilang. Ia membanting ibu Ardian lalu menginjaknya di perut.

"Ternyata aku memang salah orang. Hahahaha.... Mati saja kalian!"

""!!"" pria itu merapalkan mantera api, targetnya adalah penjahat baik(?) yang menentang tadi hasilnya ia terbakar dan mati.

"K-kejam.." kata ibu Ardian lemah.

"Sekarang.." pria itu kembali memunculkan kobaran api dan diarahkannya ke adik Ardian. "A-apa yang kau lakukan, tuan?!" panik ibu Ardian.

"Karena kau tidak berguna maka tidak ada alasan aku membiarkan kau hidup.."

"Kalau begitu b-bakar saja a-aku, jangan anakku.."

"Tidak mau~~kau akan mendapat hukuman dariku atas perbuatanmu.."

"Tapi aku maupun anakku tidak bersalah.."

"Hahaha, memangnya aku perduli. Aku ini orang jahat tahu~~"

"Hahahaha!!"

"Anakku. Dia..membutuhkanku! Za--"

Burn!!

Tempat dimana adik Ardian terikat hangus dilahap kobaran api yang sangat panas.

"T-tidak. Tidak!"

"HAHAHAHA. Itulah akiba--?"

Bats!

"........"

"......."

Kaki yang menginjak itu terpotong dengan rapi.

"--Aaaargh!!" teriak pria itu memegangi kakinya yang mengeluarkan darah.

Sebuah kaki menyikat keseimbangannya, satunya bertumpu di atas tubuh pria itu.

"Apa yang telah kau perbuat, sampah?!" sebelah maniknya menyala ungu menatap dingin pelaku si pembakar. Bau busuk mulai tercium berasal dari tumpuan ibu Ardian berpijak, badan pria itu membusuk.

"H-hahahah. A-aku berhasi--?"

Zrup!

Ibu Ardian dengan cepat menusuk mulut orang itu menggunakan tangannya sendiri, pria itu tidak dapat melanjutkan kalimatnya karena seutas tangan masuk.

"Kau telah melakukan perbuatan yang sangat tak termaafkan. Pertama, kau membuat sisi 'ini' keluar dan kedua... Kau telah membunuh anakku!"

"!?"

"Aku tidak akan membiarkanmu mati begitu saja. Akan kusiksa sampai kau ingin mati, dasar sampah!"

Ibu Ardian menembuskan tangannya sampai ke belakang kepala.

"K-kenapa..aku..tidak m-mati?" kata pria itu walau kepalanya sudah berlubang.

"Kau tidak akan mati dengan mudah sebelum aku puas menyiksamu, sampah!"

Degdeg..!

"AAAAAAAAA!! SAKIT! BERHENTI! KENAPA SAKIT SEKALI?!" jerit pria itu menangis darah.

"Ini hukuman untuk sampah sepertimu! Bagaimana rasa sakit saat otakmu aku hancurkan?"

"HENTIKAN! A-AMPUN! AKU MINTA AMPUN, RATU!"

Cruak!

Ibu Ardian mencongkel kedua matanya lalu lidah dan melepas paksa hidung pria itu.

"Tidak ada kata ampun dariku untuk sampah sepertimu!"

Penyiksaan berlangsung selama 1 jam lebih.

"Ibu benar-benar menghiraukan segalanya.." pikir Ardian.

1 jam yang lalu Ardian bersama kedua asisten kembarnya datang tepat waktu, Ardian menahan kobaran api dengan sihir tanahnya, kedua asistennya bertugas mengalihkan perhatian adik Ardian dengan berbicara dengannya(mata masih tertutup kain). Sekarang Ardian hanya bisa melihat aksi ibunya yang terbilang di atas rating itu.

Tidak lupa dengan hawa mencekam dari kegelapan itu.

Semantara itu Iksan baru saja sampai di Astrea.

"A-apa yang kau lakukan di kamarku!?"

Tepatnya di kamar puteri pertama Lisaisme.

"K-kenapa aku bisa berakhir disini. Ugh, kepalaku masih pusing.."

Iksan sampai di taman yang ada di belakang istana dimana ia dilempar oleh satu pemberontak saat Astrea di serang 10 hari yang lalu. Karena merasa pusing Iksan mencoba mencari tempat untuk istirahat dan berakhir di satu kamar ini.

"M-maaf, puteri Lisa, tapi aku sangat pusing sekarang.." sahut Iksan, sesopan ia bisa.

"B-begitu.." Lisaisme mengetahui itu tetapi tidak merubah kemungkinan jika Iksan beristirahat disaat Lisaisme selesai mandi. "Ugh~kondisi macam apa ini. Aku bisa saja menyuruh penjaga untuk mengusirnya tapi dia terlihat pusing sekali. Apa dia tidak apa?"

"H-uh. Cepatlah sembuh. A-aku ini adalah orang yang lumayan sibuk. Padahal aku cuma menolak lamaran dari para bangsawan yang tidak aku suka.." itu yang hatinya katakan.

"K-kalau begitu a-aku permisi dulu. A-aku tidak enak merepotkan anda, puteri.."

"Eh? Cepatnya--" Lisaisme segera menyumbat mulutnya karena refleks barusan, beruntung(?)... Iksan sangat pusing saat ini.

"Ugh.." Iksan terjatuh karena tidak kuat menahan badannya sendiri. Dan Lisaisme terlihat geregetan. Akhirnya ia membantu Iksan dan membaringkannya kembali ke kasur besar itu.

"T-tuan puteri?"

"H-uh, aku berhutang padamu. Jadi kita impas. Kau boleh beristirahat disini sampai rasa pusingmu hilang.."

"T-terimakasih banyak.."

Luarbiasanya Iksan tidur setelah itu, dengan seorang gadis hanya mengenakan handuk putih di atasnya.

"........." Lisaisme memperhatikan wajah Iksan dengan 'sangat' saksama.

"Mukanya seperti bocah saja.."

Setelah itu Iksan bermimpi buruk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top